Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Di China, Pakai Transportasi Publik dan Rajin Tanam Pohon Bisa Dapat Voucher Belanja

Kompas.com, 27 November 2023, 16:00 WIB
Danur Lambang Pristiandaru

Penulis

KOMPAS.com – Untuk memangkas emisi gas rumah kaca, China melibatkan langsung warganya dengan penawaran insentif.

Berbagai skema yang mengusung pengurangan emisi dari diri sendiri untuk mendapatkan insentif mulai menjamur di berbagai wilayah “Negeri Panda”.

Di Kota Shenzhen, pemerintah setempat mempromosikan “koin karbon”. Dalam skema tersebut, para warga mendapatkan poin yang bisa dipakai sebagai voucher belanja bila beraktivitas yang membantu melawan pengurangan emisi.

Baca juga: Pembangunan Rendah Karbon Bisa Ciptakan 15,3 Juta Pekerjaan Hijau

Skema tersebut memberikan penghargaan kepada masyarakat yang mau menggunakan transportasi umum, menanam pohon, dan mengurangi penggunaan energi.

Program tersebut merupakan salah satu bagian dari kampanye “inklusi karbon” yang digaungkan China, sebagaimana dilansir Reuters, Minggu (26/11/2023).

Partai Komunis yang berkuasa memang berniat memobilisasi seluruh warga, bukan hanya industri, untuk mengubah penghasil emisi gas rumah kaca (GRK) terbesar di dunia menjadi negara netral karbon pada 2060.

Meskipun tugas China dalam mengurangi emisi GRK sangat besar, potensi pengurangan emisi yang dilakukan dari individu juga bisa sangat besar.

Baca juga: Pengertian Penangkap dan Penyimpan Karbon: Cara Kerja serta Pro-Kontranya

Sebuah studi pada 2021 yang dilakukan oleh China Academy of Sciences mengatakan, rumah tangga menyumbang lebih dari setengah total emisi China, yaitu lebih dari 10 miliar metrik ton per tahun.

“Inklusi karbon adalah platform besar dan cara efektif untuk memobilisasi masyarakat agar melakukan aktivitas rendah karbon, nol karbon, dan negatif karbon,” kata utusan iklim China Xie Zhenhua saat peluncuran komite inklusi karbon pemerintah di Agustus.

Pada akhirnya, China ingin skema tersebut diintegrasikan ke dalam perdagangan emisi nasional dan menghasilkan kredit yang dapat mengimbangi emisi yang dihasilkan oleh para pencemar industri, menurut rencana pemerintah.

Perdagangan karbon individu

Ambisi China untuk melakukan inklusi karbon sebenanrya telah dimulai sejak 2015. Kala itu, Provinsi Guangdong menerbitkan peraturan tentang cara mengubah aktivitas rendah karbon menjadi kredit.

Baca juga: Perdagangan Karbon Bukan Solusi Dekarbonisasi, Awasi Ketat Cegah Greenwashing

Sejak itu, lusinan skema telah bermunculan di seluruh negeri. Skema-skema ini mengakses data pribadi seperti jumlah langkah, penggunaan transportasi, dan pembelian produk yang efisien atau ramah lingkungan untuk mendapatkan “koin karbon”.

Bank-bank di China juga telah menguji sistem “rekening karbon pribadi”.

Bank Rakyat China bahkan membuat skema percontohan bernama “pinjaman karbon” di Kota Quzhou, yang memungkinkan nasabah memperoleh poin karbon yang dapat meningkatkan penilaian pinjaman.

Negara-negara lain telah mencoba ide perdagangan karbon pribadi, dengan skema percontohan yang didirikan di Finlandia dan Pulau Norfolk di Australia.

Baca juga: Nilai Ekonomi Karbon Diusulkan Masuk RUU EBET

Kementerian Lingkungan Hidup Inggris juga menugaskan studi mengenai kemungkinan tersebut pada 2006. namun menyimpulkan bahwa hal tersebut belum layak secara politik atau ekonomi.

Singapura saat ini menjalankan skema yang memberi penghargaan kepada pengguna listrik yang efisien berupa token yang dapat ditukar dengan voucher belanja.

“Berbagai pihak telah mencoba skema sukarela yang melakukan hal-hal seperti visualisasi atau berbagi data energi atau emisi dalam skala yang lebih kecil,” kata Benjamin Sovacool, profesor Bumi dan Lingkungan di Universitas Boston.

“Tetapi koin-koin tersebut tidak memiliki skala dan cakupan seperti apa yang dipikirkan oleh China. Dan koin-koin tersebut tidak diintegrasikan ke dalam koin karbon, dan ini merupakan ide yang cerdas,” sambungnya.

Baca juga: Membiarkan Hutan Tumbuh Cegah Lepasnya 226 Miliar Ton Karbon ke Atmosfer

Aktivitas manusia

Tantangan terbesarnya adalah bagaimana mengkomodifikasi pengurangan emisi dari berbagai aktivitas manusia, termasuk cara orang pergi bekerja, menghangatkan rumah, atau membuang sampah.

“Ini semua tentang verifikasi,” kata Yifei Li, profesor Studi Lingkungan di New York University kampus Shanghai.

“Jika menyangkut tingkat variabilitas, cara orang menjalani kehidupan mereka sangat berbeda. Itu adalah masalah besar,” ucapnya.

Wakil Ketua Komite Inklusi Karbon Kementerian Lingkungan Hidup China Zhang Xin, mengaku butuh standar yang lebih baik untuk mengukur perilaku rendah karbon.

Baca juga: Harga Sertifikat Karbon Disarankan Minimal Rp 540.000 per Ton

Para pakar juga mengatakan masih belum jelas apakah skema tersebut menghasilkan pengurangan emisi atau sekadar mencatat pengurangan emisi yang terjadi.

Bulan ini, Shanghai mengeluarkan aturan bahwa skema yang mereka usung akan sepenuhnya terhubung dengan pasar karbon lokal. Perusahaan diizinkan untuk menerapkan carbon offset dari rumah tangga untuk memenuhi target.

Guangdong juga mengizinkan perusahaan untuk memenuhi 10 persen kewajiban pengurangan karbon melalui kredit inklusi karbon.

Di satu sisi, China masih jauh dari memenuhi ambisi perdagangan emisi tersebut.

Baca juga: Kejar Netralitas Karbon, Indonesia Perlu Tarik Investasi EBT dalam APEC

Sebagian besar penggunanya pasif. Salah satu skema yang berbasis di Beijing mengeklaim ada lebih dari 30 juta pengguna, namun hanya 1,4 persenyang aktif, menurut penelitian yang diterbitkan tahun ini.

Di sisi lain, muncul kekhawatiran bahwa skema inklusi karbon justru akan melepaskan para industri penghasil emisi dengan mengalihkan beban pengurangan emisi ke rumah tangga.

“Arah yang mereka ambil saat ini adalah mengalihkan tanggung jawab iklim dari perusahaan-perusahaan besar dan lebih banyak lagi kepada individu,” kata Li.

Dia menambahkan, hal ini sangat berbahaya karena justru dapat mengasingkan individu dari aksi iklim.

Baca juga: Pengembangan Industri Remanufaktur Berperan Penting Capai Netralitas Karbon

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
PLN Kelebihan Pasokan, Proyek WtE Dikhawatirkan Hanya Bakar Uang
PLN Kelebihan Pasokan, Proyek WtE Dikhawatirkan Hanya Bakar Uang
LSM/Figur
Ekonomi Hijau Diprediksi Capai 7 Triliun Dolar AS per Tahun pada 2030
Ekonomi Hijau Diprediksi Capai 7 Triliun Dolar AS per Tahun pada 2030
Pemerintah
Skema Return dan Reuse Disebut Bisa Kurangi Polusi Plastik dalam 15 Tahun
Skema Return dan Reuse Disebut Bisa Kurangi Polusi Plastik dalam 15 Tahun
Pemerintah
Ketika Anak-anak Muda Mulai Berinisiatif untuk Lestarikan Lingkungan...
Ketika Anak-anak Muda Mulai Berinisiatif untuk Lestarikan Lingkungan...
LSM/Figur
Refleksi Filsafat Ekologis, Tempat Keramat dan Etika Lingkungan
Refleksi Filsafat Ekologis, Tempat Keramat dan Etika Lingkungan
Pemerintah
RI Sulit Capai Pertumbuhan Ekonomi 8 Persen Jika Andalkan Sektor Pertanian
RI Sulit Capai Pertumbuhan Ekonomi 8 Persen Jika Andalkan Sektor Pertanian
LSM/Figur
DAMRI Jalankan 286 Bus Listrik, Potensi Kurangi 72.000 Ton Emisi per Tahun
DAMRI Jalankan 286 Bus Listrik, Potensi Kurangi 72.000 Ton Emisi per Tahun
BUMN
Miangas hingga Wamena, FiberStar Genjot Akselerasi Digital di Wilayah 3T
Miangas hingga Wamena, FiberStar Genjot Akselerasi Digital di Wilayah 3T
Swasta
Pelaku Bisnis Luncurkan Program Sertifikasi Produksi Kaca Rendah Karbon
Pelaku Bisnis Luncurkan Program Sertifikasi Produksi Kaca Rendah Karbon
Pemerintah
Perubahan Iklim Diprediksi Tekan Pendapatan Dunia hingga 17 Persen
Perubahan Iklim Diprediksi Tekan Pendapatan Dunia hingga 17 Persen
LSM/Figur
ISSB Usulkan Pelaporan Emisi Metana Scope 1 untuk Perusahaan Energi
ISSB Usulkan Pelaporan Emisi Metana Scope 1 untuk Perusahaan Energi
LSM/Figur
Konflik Agraria di Balik Banjir Sumatera, Mayoritas Disebut Dipicu Perkebunan Sawit
Konflik Agraria di Balik Banjir Sumatera, Mayoritas Disebut Dipicu Perkebunan Sawit
Pemerintah
Ketika Motor Listrik Jadi Andalan Ojol untuk Cari Rezeki
Ketika Motor Listrik Jadi Andalan Ojol untuk Cari Rezeki
Pemerintah
Sampel Udara Berusia 35 Tahun Tunjukkan Perubahan Ritme Alam akibat Iklim
Sampel Udara Berusia 35 Tahun Tunjukkan Perubahan Ritme Alam akibat Iklim
LSM/Figur
Hadapi Regulasi Anti-Deforestasi UE, Sawit dan Kayu Indonesia Dilacak hingga ke Kebunnya
Hadapi Regulasi Anti-Deforestasi UE, Sawit dan Kayu Indonesia Dilacak hingga ke Kebunnya
Swasta
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau