KOMPAS.com – Teknologi penangkapan karbon alias carbon capture storage (CCS) atau carbon capture utulization storage (CCUS) merupakan salah satu strategi pengurangan emisi yang dipakai oleh sejumlah negara di dunia.
Sesuai namanya, penangkap karbon adalah teknologi yang dipakai menangkap emisi dari sumbernya atau menyaring karbon dari atmosfer.
Bentuk paling umum dari teknologi penangkapan karbon adalah penangkapan gas dari sumbernya seperti cerobong asap industri.
Baca juga: Pembangunan Rendah Karbon Bisa Ciptakan 15,3 Juta Pekerjaan Hijau
Setelah ditangkap, karbon dapat dipindahkan langsung ke penyimpanan bawah tanah permanen dalam CSS atau dapat digunakan untuk keperluan industri lain yakni CCUS.
Bentuk lain dari penangkapan karbon adalah penangkapan udara langsung atau direct air capture (DAC), yaitu penangkapan emisi karbon dari udara.
Teknologi penangkap karbon diklaim sebagai salah satu solusi untuk mengurangi emisi dalam upaya melawan perubahan iklim.
Akan tetapi, akankah teknologi penangkan dan penyimpan karbon menjadi salah satu strategi yang tepat untuk memangkas emisi gas rumah kaca?
Baca juga: Pengertian Penangkap dan Penyimpan Karbon: Cara Kerja serta Pro-Kontranya
Faktanya, mayoritas proyek penangkap karbon dipakai sebagai metode untuk meningkatkan produksi minyak bumi.
Dilansir dari Euronews, Sabtu (25/11/2023), sejauh ini ada 42 proyek CCS dan CCUS komersial yang beroperasi di seluruh dunia.
Menurut lembaga pemantau industri penangkap karbon, Global CCS Institute, 42 proyek tersebut memiliki kapasitas untuk menyimpan 49 juta ton karbon dioksida setiap tahunnya.
Jumlah tersebut setara dengan 0,13 persen dari sekitar 37 miliar ton emisi tahunan energi dan karbon dioksida terkait industri di dunia.
Baca juga: Perdagangan Karbon Bukan Solusi Dekarbonisasi, Awasi Ketat Cegah Greenwashing
Dari total proyek, sekitar 78 persen atau 30 proyek, karbon yang ditangkap dimanfaatkan untuk peningkatan produksi minyak bumi alias enhanced oil recovery (EOR).
Metode EOR menyuntikkan karbon ke dalam sumur minyak untuk bisa membebaskan minyak-minyak bumi yang terperangkap.
Para pengebor mengatakan, EOR dapat membuat minyak bumi lebih ramah iklim. Namun, para aktivis lingkungan mengatakan praktik tersebut kontra-produktif.
Sisanya, 12 persen atau 12 proyek secara permanen menyimpan karbon di dalam tanah dimanfaatkan untuk meningkatkan produksi minyak.
Baca juga: Nilai Ekonomi Karbon Diusulkan Masuk RUU EBET
Ke-12 proyek ini berada di AS, Norwegia, Islandia, China, Kanada, Qatar, dan Australia, menurut Global CCS Institute.
Tidak jelas berapa banyak dari proyek-proyek ini yang menghasilkan keuntungan.
Sampai saat ini, ada sekitar 130 fasilitas CAD yang direncanakan dibangun di seluruh dunia, menurut International Energy Agency (IEA).
Dari jumlah tersebut, baru 27 fasilitas yang telah dioperasikan dan hanya menangkap 10.000 ton karbon dioksida setiap tahunnya.
Baca juga: Membiarkan Hutan Tumbuh Cegah Lepasnya 226 Miliar Ton Karbon ke Atmosfer
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya