Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Syarifah Syaukat
Mahasiswa CEP Doktoral Sekolah Ilmu Lingkungan Universitas Indonesia

Mahasiswa CEP Doktoral Sekolah Ilmu Lingkungan Universitas Indonesia, ini juga seorang peneliti senior sejak 2009 hingga saat ini pada Pusat Penelitian Geografi Terapan FMIPA UI.

Sejak 2020, Syarifah menempati posisi sebagai Senior Research Advisor Knight Frank Indonesia.

Jelang 2023 Berakhir, Bagaimana Perspektif ESG di Sektor Properti?

Kompas.com - 11/12/2023, 09:00 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

PERSPEKTIF Environment, Social, Governance (ESG) menjadi arahan pembangunan yang kerap didorong dalam dua dekade terakhir ini.

Perspektif ESG, esensinya tidak hanya memerhatikan operasional pembangunan dan keberlanjutan lingkungan, namun juga individu untuk mendapatkan kesejahteraan, dan pengelolaan pembangunan yang berjalan transparan dan akuntabel.

Di sektor properti, sering kali kita mendengar istilah ESG bersandingan dengan istilah bangunan hijau, atau green building.

Bangunan hijau memperkenalkan gagasan pembangunan dan pengelolaan properti secara berkelanjutan, yang sesuai dengan konsep ekonomi sirkular.

Misalnya saja, desain bangunan yang memaksimalkan tangkapan cahaya matahari sehingga mengurangi penggunaan lampu untuk penerangan.

Baca juga: Basuki Beberkan Penerapan ESG dalam Proyek Infrastruktur IKN

Namun, ESG tidak sekadar fokus pada pilar environment, namun juga pilar sosial dan tata kelola.

Baru saja, Knight Frank Global melakukan survei yang dirilis dalam publikasi bertajuk ‘ESG Property Investor Survey’.

Survei ini dilakukan untuk menggali masukan dari para investor properti terkait ESG, dan strategi yang akan diterapkan sejalan dengan semangat implementasinya.

Dari publikasi tersebut terungkap bahwa, sekitar 75 persen responden berkomitmen untuk memperbaiki kualitas properti yang dimiliki, baik melalui refurbishing atau repurposing menuju ESG.

Sementara itu, sekitar 68 persen responden menyatakan akan fokus pada informasi tekait penggunaan energi untuk due diligence menuju ESG dalam pengelolaan propertinya pada masa depan.

Dalam perspektif sosial, 73 persen responden menyatakan bahwa kesejahteraaan di tempat kerja menjadi target sosial yang perlu dicapai saat ini, termasuk capaian mengenai inisiatif untuk menyatu dengan komunitas, dan investasi untuk menyediakan fasilitas publik.

Masih dari sumber yang sama, dalam aspek tata kelola, pengelola properti menyadari bahwa mereka perlu memberikan akses informasi terkait efisiensi penggunaan energi dan air secara transparan.

Baca juga: Bentuk Komite ESG, OIKN Bakal Terbitkan Obligasi Iklim Tahun 2027

Hal ini sekaligus mengurangi ekses dari operasional properti, sehingga dapat membangun kepedulian bersama untuk mencapai net zero taget.

Sementara itu, dalam tataran regional, survei yang dilakukan oleh Knight Frank Asia Pasifik terkait strategi dan transformasi dalam bisnis properti yang dibutuhkan dalam 3 tahun ke depan terungkap, sekitar 22 persen dari responden menyatakan memiliki komitmen yang tinggi terhadap capaian ESG.

Sementara itu 50 persen sisanya menyatakan moderate commitment untuk menuju ESG. Survei ini dilakukan terhadap corporate real estate (CRE).

Flight to quality yang menjadi fenomena di sektor properti perkantoran diartikan oleh CRE sebagai flight to accredited solutions, artinya pengelola properti akan menyusun upaya mencapai sertifikasi hijau pada aset-aset yang dimiliki menjadi hal yang akan dicapai ke depan. Hal ini disampaikan oleh 51 persen responden.

Lalu bagaimana dengan kondisi di Indonesia?

Sejak tahun 2022, Bursa Efek Indonesia (BEI) memperkenalkan Indeks ESG yang dilabelkan pada perusahaan-perusahaan yang dinilai memerhatikan pilar keberlanjutan, sosial dan tata kelola dalam operasionalnya.

Indeks ESG menyiratkan prestige pada perusahaan-perusahaan yang telah mengantonginya, karena dianggap mampu bertahan dan beradaptasi terhadap kebutuhan perubahan.

Mereka dinilai memiliki risiko yang rendah untuk dikeluarkan dari bursa, dan perusahaan dengan prinsip ESG umumnya memiliki nilai saham yang tinggi.

Baca juga: Skor Masih Medium 28,4, BTN Siapkan Metodologi Penyusunan Laporan ESG

Ukuran Indeks ESG saat ini menjadi salah satu perhatian yang dipertimbangkan oleh investor, meski belum semua perusahaan yang terdaftar di pasar bursa telah memiliki ukuran ini.

Beberapa perusahaan di sektor properti yang terdaftar di pasar bursa, saat ini tercatat telah mengantongi indeks ESG.

Sementara itu, properti berbasis ESG, saat ini masih diwarnai dengan refleksi implementasi bangunan hijau, atau green building (atau perspektif environment dari ESG).

Meskipun beberapa bangunan properti baru telah menjadikan aspek sosial dan tata kelola sebagai salah satu elemen dalam operasional pengelolaan bangunannya.

Terkait green building, pada sektor properti komersial, khususnya sektor perkantoran di CBD Jakarta. Pada paruh pertama tahun ini, setidaknya terdapat peningkatan stok gedung kantor hijau atau green office sekitar 15 persen dibandingkan dengan semester satu tahun lalu.

Peningkatan stok tersebut menunjukkan hal yang signifikan, mengingat dalam 3 tahun terakhir rerata peningkatan ruang kantor berbasis hijau tidak lebih dari 10 persen dari populasi gedung hijau yang ada saat ini di CBD Jakarta.

Sementara itu, keterisian ruang pada ruang kantor berbasis hijau relatif stabil di angka 74 persen dalam 3 tahun terakhir.

Baca juga: Risiko Bisnis BSDE Paling Rendah di Antara Emiten Properti

Berdasarkan informasi dari para pelaku pasar properti terungkap bahwa bangunan hijau saat ini memang menjadi pembicaraan dan diperhitungkan oleh para penyewa.

Namun, sepertinya baru penyewa global yang serius mempertimbangkan portofolio aset hijau. Sementara itu, occupier lokal masih fokus pada keterjangkauan dan keberlanjutan bisnis.

ESG memang menjadi perhatian global saat ini, perlahan mulai terlihat indikasi kesadaran yang di pasar properti lokal, khususnya di pasar properti komersial.

Indeks ESG setidaknya menjadi salah satu ukuran yang dapat digunakan bahwa, upaya mencapai net zero emissions pada sektor properti di Indonesia juga diperhitungkan oleh investor dalam upaya pengembangan bisnisnya ke depan.

Pengujung tahun 2023, di tengah kondisi konflik global menyiratkan perspektif lokal yang terus bergerak dan optimis terkait investasi properti berbasis pembangunan berkelanjutan.

Kesadaran kolektif memang membutuhkan waktu yang tidak singkat, terutama untuk mencapai pergeseran paradigma pada seluruh lini kegiatan pembangunan, sehingga memiliki derap yang sama mencapai pembangunan berkelanjutan.

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com