JAKARTA, KOMPAS.com - Perubahan iklim memperparah dampak El Nino. Musim kemarau pun makin panjang, sebaliknya musim hujan kian pendek.
Akhir-akhir ini cuaca memang tak menentu. Hari ini bisa hujan deras, besoknya gantian panas terik. Atau, mendung berhari-hari tapi gerahnya bukan main.
Di ibu kota Jakarta, bulan November lalu sudah sempat turun hujan. Namun berjalan sebentar. Gantinya, panas terik hingga beberapa minggu.
Kini, Senin 25 Desember 2023, tepat Hari Natal, mulai mendung dan hujan lagi. Di beberapa wilayah lain di nusantara justru mengalami banjir.
Pakar meteorologi Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Edvin Aldrian mengatakan, puncak musim kemarau saat ini masih berlangsung antara September sampai Januari 2024. Hal ini disebabkan fenomena El Nino yang dampaknya makin parah akibat perubahan iklim.
Menurutnya, hawa panas masih sangat terasa. Saat ini belum musim hujan. Indonesia masih berada di tengah musim kemarau yang memanjang, dari September sampai Januari 2024.
Baca juga: Tahukah Anda? Gajah Afrika Berperan Penting Lawan Perubahan Iklim
Bagi masyarakat, suhu sebenarnya lebih tinggi dari yang dirasakan. Jika kita merasa suhu 36°, tetapi karena dampak El Nino, suhu sesungguhnya adalah 38-39°.
"Kalau kita ke Arab Saudi, terasa seperti 31°, suhu aslinya bisa 36°-37°. Jadi lebih panas dari yang terasa,” ucap Edvin, seperti dikutip dari keterangan tertulis, Senin (25/12/2023).
Fenomena El Nino bisa dilihat dari kenaikan rata-rata suhu air laut Samudra Pasifik yang berada di atas normal. Hal ini mengakibatkan curah hujan berkurang dan musim kemarau memanjang.
Di Indonesia, hal ini sudah terjadi sejak beberapa tahun yang lalu dan terus bertransisi. Musim hujan diperkirakan baru akan terjadi di sekitar Januari sampai Februari 2024 saja, sebelum masuk lagi ke musim panas.
Musim hujan yang pendek ini menimbulkan kekhawatiran karena curah hujan yang tumpah bisa lebih intens. Bencana yang terkait dengan air seperti banjir dan longsor bisa semakin di depan mata.
Memang betul, dunia kini sedang panas-panasnya, yang basah semakin basah. Sementara yang kering akan menjadi lebih kering.
"Tapi yang dikhawatirkan di Indonesia itu adalah yang basah semakin basah. Seperti yang terjadi di Sumatera Barat yang kena banjir bandang,” cetus Edvin.
Dia menguraikan dampak perubahan iklim terhadap kenaikan curah hujan. Pertama, pemanasan iklim menyebabkan peningkatan curah hujan ekstrem di sebagian besar dunia.
Baca juga: Malang Raya Butuh Pemimpin Pro-Iklim
Peningkatan ini terjadi karena pemanasan udara, yang terkait dengan peningkatan kapasitas penampungan air dan kelembaban air.
Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya