Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tetap Optimistis Lawan Krisis Iklim, Ini 5 Perubahan Besar yang Terjadi

Kompas.com - 28/12/2023, 16:00 WIB
Danur Lambang Pristiandaru

Penulis

Seiring dengan semakin kuatnya wacana perubahan iklim dan gerakan sosial, tekanan terhadap pemerintah dan dunia usaha untuk mengambil tindakan menjadi semakin meningkat.

Baca juga: Siapa Capres-Cawapres yang Fokus Bahas Perubahan Iklim dan Transisi Energi?

4. Sebagian besar negara menargetkan netralitas karbon

Mulai dari pemerintah hingga perusahaan besar menargetkan netralitas karbon atau net zero emission (NZE). Sebelumnya, hanya ada satu negara yang menetapkan target NZE pada 2015 yaitu Bhutan.

Kini lebih dari 90 negara, yang berkontribusi hampir 80 persen emisi global, telah menetapkan target NZE.

Di masa lalu, perdebatan kebijakan berpusat pada pengurangan emisi bertahap dan trade-off antarsektor dan negara.

Kini, perekonomian yang sepenuhnya terdekarbonisasi menjadi visi utama, termasuk di negara-negara Selatan.

Baca juga: Dukung Mitigasi Perubahan Iklim, Pemerintah Perkuat Ekosistem Karbon Biru

3. Investor dan perusahaan ditekan

Sebelum Perjanjian Paris, perubahan iklim merupakan topik yang jarang dibahas di kalangan investor dan dunia usaha. Kini, ada tekanan untuk mengakui perubahan iklim sebagai ancaman serius.

Peluang rendah karbon semakin populer dan inovasi ramah lingkungan mendorong perubahan dalam model bisnis tradisional.

Permintaan akan investasi berkelanjutan sedang meningkat. Pada 2021, 84 persen pemilik aset secara global dilaporkan menerapkan atau mengevaluasi strategi investasi berkelanjutan dibandingkan dengan sekitar 53 persen pada tiga tahun sebelumnya.

Kesepakatan transisi dari bahan bakar fosil dalam COP28 juga mendorong pendanaan menjauh dari sumber energi yang mencemari lingkungan menuju energi terbarukan.

Dan dengan semakin pahamnya masyarakat dan pemerintah terhadap kampanye greenwashing, semakin sulit bagi perusahaan untuk mengabaikannya.

Baca juga: Kanada Kucurkan Dana Perubahan Iklim untuk NTT Rp 195 Miliar

2. Energi terbarukan lebih murah dibandingkan bahan bakar fosil

Di masa lalu, energi terbarukan tidak dapat bersaing dengan bahan bakar fosil dalam hal biaya dan pasokan. Semuanya berubah dalam beberapa tahun terakhir.

Sistem tenaga listrik beralih ke model yang fleksibel dan terdesentralisasi yang mencakup tenaga angin, tenaga surya, dan tenaga air.

Kecepatan transisi ini telah melampaui ekspektasi. Terjadi penurunan biaya pembangkitan listrik dari PLTS dan pembangkit listrik netaga bayu (PLTB) antara 60 hingga 90 persen dalam 10 tahun terakhir.

Energi baru kini lebih murah dibandingkan bahan bakar fosil di 90 persen negara di dunia.

Baca juga: Kanada Kucurkan Dana Perubahan Iklim untuk NTT Rp 195 Miliar

Halaman:

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau