JAKARTA, KOMPAS.com - Ekstensifikasi atau perluasan lahan tidak menjamin tercapainya ketahanan pangan. Ekstensifikasi lahan hanya akan merusak ekosistem lingkungan serta berkontribusi pada krisis iklim.
Proyek food estate yang merupakan bentuk dari ekstensifikasi lahan, malah mengambil 900.000 hektar di kawasan eks-pengembangan lahan gambut di Kalimantan Tengah.
Padahal, menurut Head of Research Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Aditya Alta alih guna lahan, terutama lahan gambut merupakan salah satu penyumbang terbesar emisi gas rumah kaca Indonesia.
"Food estatesudah sering dikritik karena dianggap membahayakan kelestarian lingkungan. Program ini juga disebut tidak mampu berkontribusi dalam memenuhi kebutuhan pangan nasional," kata Aditya, di Jakarta, Selasa (9/1/2023).
Program yang juga mendapatkan kritikan dari beberapa calon Presiden ini digarap oleh Kementerian Pertahanan dan Kementerian Pertanian. Lahannya tersebar di Sumatera, Kalimantan, Nusa Tenggara Timur dan Papua.
Baca juga: Food Estate di Antara Pusaran Pilpres 2024
Program ini belum terbukti mampu memenuhi kebutuhan pangan nasional. Kementerian Pertanian pertama kali mengembangkan food estate di Kalimantan Tengah sekitar 60.000 hektar lahan dengan pembagian tahun 2020 seluas 30.000 hektar, tahun 2021 sebesar 14.000 hektar, dan ekstensifikasi seluas 16.000 hektar.
Kenyataannya, pada tahun 2022, Green Peace Indonesia menemukan bahwa lahan tersebut justru terbelangkai dan menyebabkan perubahan iklim di lokasi sekitar.
Food estate yang juga disebut lumbung pangan ini dibuat untuk meningkatkan produksi domestik. Namun pengembangannya terbatas pada beberapa komoditas tertentu, seperti beras, singkong untuk tepung mocaf, kentang bahan baku industri, serta bawang merah dan bawang putih.
Aditya melanjutkan, jika meninjau permasalahan ketahanan pangan yang dijadikan justifikasi kedua program tersebut, maka keterjangkauan dan keragamanlah yang selama ini menjadi permasalahan, bukan ketersediaan.
Indonesia sebetulnya sudah mencapai swasembada dalam pengadaan beras dengan memenuhi sebagian besar kebutuhannya dari produksi dalam negeri.
Baca juga: Food Estate Gagal, Pemerintah Diminta Belajar ke Rutan Tanjungpinang
Dibutuhkan upaya kolektif dari hulu ke hilir untuk mewujudkan ketahanan pangan. Beberapa hal direkomendasikan CIPS antara lain adalah dengan mengedepankan dan mendukung investasi pertanian.
Investasi pertanian juga sangat dibutuhkan untuk meningkatkan adopsi mekanisasi dan teknologi pertanian, teknik budidaya yang baik, perluasan jaringan irigasi, serta mitigasi perubahan iklim dengan modifikasi cuaca.
Pemerintah juga perlu memberikan dukungan untuk riset dan inovasi, serta peningkatan kapasitas sumber daya manusia sektor pertanian agar lebih produktif, termasuk melakukan kerja sama pihak swasta.
Reformasi sistem pertanian juga perlu masuk ke dalam program kerja prioritas Presiden yang akan terpilih pada masa depan.
Presiden terpilih perlu mengevaluasi prosedur investasi di sektor pertanian untuk menarik minat investor dalam menanamkan uangnya di sub sektor pertanian.
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya