KOMPAS.com - Dampak perubahan iklim, konflik, hingga perpecahan politik dapat menghambat kemajuan pembangunan global.
Berbagai ancaman hambatan pembangunan global tersebut diperparah oleh menyebarnya misinformasi dan disinformasi yang sebagian didorong oleh kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI).
Peringatan tersebut disampaikan dalam laporan Global Risk Report 2024 yang disusun oleh kelompok strategi risiko Marsh McLennan yang bermitra dengan World Economic Forum (WEF).
Baca juga: Indeks Pembangunan Gender Alami Tren Positif, Perempuan Makin Berdaya
Global Risk Report 2024 dirilis menjelang pertemuan tahunan WEF di Davos, Swis, pekan depan.
Dilansir dari Reuters, Rabu (10/1/2024), laporan tersebut memberikan catatan pesimistis mengenai semakin terkikisnya kemampuan lembaga-lembaga global untuk mengatasi permasalahan yang semakin meningkat.
"(Ini) seperti melihat ke dalam semangkuk besar spageti – semuanya saling berhubungan," kata Carolina Klint, dari Marsh McLennan.
Hampir sepertiga dari lebih dari 1.400 analis yang disurvei pada September 2023 mengatakan, mereka melihat adanya peningkatan risiko bencana global dalam dua tahun ke depan.
Baca juga: Pembangunan SDM Jadi Kunci Hilirisasi Sumber Daya Alam
Dua per tiga analis tersebut juga memperkirakan, peningkatan risiko bencana global akibat perubahan iklim akan terjadi dalam kurun waktu 10 tahun.
Selama dua tahun ke depan, disinformasi dan misinformasi dipandang sebagai ancaman terbesar, diikuti oleh peristiwa cuaca ekstrem, polarisasi masyarakat, dan ketidakamanan dunia maya.
Namun pada dekade berikutnya, risiko iklim dan lingkungan, mulai dari hilangnya keanekaragaman hayati hingga kekurangan sumber daya alam, menduduki peringkat teratas.
Baca juga: Perempuan Harus Diberi Ruang Strategis Dalam Pembangunan
Diberitakan Kompas.com sebelumnya, layanan pemantau perubahan iklim bentukan Uni Eropa, Copernicus Climate Change Service (C3S) menobatkan 2023 sebagai tahun terpanas sepanjang sejarah sejak pencatatan suhu dilakukan pada 1850-an.
Pada 2023, suhu rata-rata global mencapai 14,98 derajat celsius, hampir mendekati ambang batas kenaikan suhu 1,5 derajat celsius yang disepakati dalam Perjanjian Paris.
Rata-rata suhu sepanjang 2023 lebih tinggi 0,17 derajat celsius dibandingkan rekor tahun terpanas sebelumnya yang terjadi pada 2016.
Suhu pada 2023 juga lebih hangat 0,60 derajat celsius dibandingkan tahun 1991-2020 dan 1,48 derajat celsius lebih hangat dibandingkan tingkat suhu pra-industri pada 1850-1900.
Baca juga: 2 Tahun Berturut-turut Pembangunan PLTU Batu Bara Dunia Menurun
Para ilmuwan mengatakan jika kenaikan suhu di atas 1,5 derajat celsius terus berlanjut, dunia akan mengalami krisis besar dalam sistem Bumi.
Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya