Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 11/01/2024, 14:00 WIB
Danur Lambang Pristiandaru

Penulis

KOMPAS.com - Dampak perubahan iklim, konflik, hingga perpecahan politik dapat menghambat kemajuan pembangunan global.

Berbagai ancaman hambatan pembangunan global tersebut diperparah oleh menyebarnya misinformasi dan disinformasi yang sebagian didorong oleh kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI).

Peringatan tersebut disampaikan dalam laporan Global Risk Report 2024 yang disusun oleh kelompok strategi risiko Marsh McLennan yang bermitra dengan World Economic Forum (WEF).

Baca juga: Indeks Pembangunan Gender Alami Tren Positif, Perempuan Makin Berdaya

Global Risk Report 2024 dirilis menjelang pertemuan tahunan WEF di Davos, Swis, pekan depan.

Dilansir dari Reuters, Rabu (10/1/2024), laporan tersebut memberikan catatan pesimistis mengenai semakin terkikisnya kemampuan lembaga-lembaga global untuk mengatasi permasalahan yang semakin meningkat.

"(Ini) seperti melihat ke dalam semangkuk besar spageti – semuanya saling berhubungan," kata Carolina Klint, dari Marsh McLennan.

Hampir sepertiga dari lebih dari 1.400 analis yang disurvei pada September 2023 mengatakan, mereka melihat adanya peningkatan risiko bencana global dalam dua tahun ke depan.

Baca juga: Pembangunan SDM Jadi Kunci Hilirisasi Sumber Daya Alam

Dua per tiga analis tersebut juga memperkirakan, peningkatan risiko bencana global akibat perubahan iklim akan terjadi dalam kurun waktu 10 tahun.

Selama dua tahun ke depan, disinformasi dan misinformasi dipandang sebagai ancaman terbesar, diikuti oleh peristiwa cuaca ekstrem, polarisasi masyarakat, dan ketidakamanan dunia maya.

Namun pada dekade berikutnya, risiko iklim dan lingkungan, mulai dari hilangnya keanekaragaman hayati hingga kekurangan sumber daya alam, menduduki peringkat teratas.

Baca juga: Perempuan Harus Diberi Ruang Strategis Dalam Pembangunan

Krisis iklim

Diberitakan Kompas.com sebelumnya, layanan pemantau perubahan iklim bentukan Uni Eropa, Copernicus Climate Change Service (C3S) menobatkan 2023 sebagai tahun terpanas sepanjang sejarah sejak pencatatan suhu dilakukan pada 1850-an.

Pada 2023, suhu rata-rata global mencapai 14,98 derajat celsius, hampir mendekati ambang batas kenaikan suhu 1,5 derajat celsius yang disepakati dalam Perjanjian Paris.

Rata-rata suhu sepanjang 2023 lebih tinggi 0,17 derajat celsius dibandingkan rekor tahun terpanas sebelumnya yang terjadi pada 2016.

Suhu pada 2023 juga lebih hangat 0,60 derajat celsius dibandingkan tahun 1991-2020 dan 1,48 derajat celsius lebih hangat dibandingkan tingkat suhu pra-industri pada 1850-1900.

Baca juga: 2 Tahun Berturut-turut Pembangunan PLTU Batu Bara Dunia Menurun

Para ilmuwan mengatakan jika kenaikan suhu di atas 1,5 derajat celsius terus berlanjut, dunia akan mengalami krisis besar dalam sistem Bumi.

Halaman:

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

IESR: Transisi Energi Jadi Kunci Pertumbuhan Ekonomi 8 Persen

IESR: Transisi Energi Jadi Kunci Pertumbuhan Ekonomi 8 Persen

LSM/Figur
Ekonomi Restoratif Dinilai Paling Tepat untuk Indonesia, Mengapa?

Ekonomi Restoratif Dinilai Paling Tepat untuk Indonesia, Mengapa?

LSM/Figur
Populasi Satwa Liar Global Turun Rata-rata 73 Persen dalam 50 Tahun

Populasi Satwa Liar Global Turun Rata-rata 73 Persen dalam 50 Tahun

LSM/Figur
Logam Berat di Lautan Jadi Lebih Beracun akibat Perubahan Iklim

Logam Berat di Lautan Jadi Lebih Beracun akibat Perubahan Iklim

Pemerintah
Tak Hanya Tekan Abrasi, Mangrove juga Turut Dorong Perputaran Ekonomi Masyarakat

Tak Hanya Tekan Abrasi, Mangrove juga Turut Dorong Perputaran Ekonomi Masyarakat

LSM/Figur
Konsumsi Daging Berkontribusi terhadap Kerusakan Lingkungan, Kok Bisa?

Konsumsi Daging Berkontribusi terhadap Kerusakan Lingkungan, Kok Bisa?

Pemerintah
Selenggarakan CSR Berkelanjutan, PT GNI Dapat Penghargaan di PKM CSR Award 2024

Selenggarakan CSR Berkelanjutan, PT GNI Dapat Penghargaan di PKM CSR Award 2024

Swasta
Kisah Warga Desa Mayangan yang Terancam Abrasi dan Inisiatif Kompas.com Tanam Mangrove

Kisah Warga Desa Mayangan yang Terancam Abrasi dan Inisiatif Kompas.com Tanam Mangrove

LSM/Figur
Langkah Hijau Kompas.com, Penanaman Mangrove untuk Selamatkan Pesisir Subang

Langkah Hijau Kompas.com, Penanaman Mangrove untuk Selamatkan Pesisir Subang

Swasta
Konsumen Bingung dengan Klaim Keberlanjutan pada Kemasan Produk

Konsumen Bingung dengan Klaim Keberlanjutan pada Kemasan Produk

Pemerintah
Pemanasan Global Picu Siklon dan Hujan Badai di Seluruh Asia

Pemanasan Global Picu Siklon dan Hujan Badai di Seluruh Asia

Pemerintah
Bank Tetap Biayai Investasi Batu Bara meski Ada Target Iklim

Bank Tetap Biayai Investasi Batu Bara meski Ada Target Iklim

Pemerintah
IEEFA Sebut 'Power Wheeling' Bisa Dorong Investasi Hijau

IEEFA Sebut "Power Wheeling" Bisa Dorong Investasi Hijau

LSM/Figur
Penerapan Karbon Dioksida Tak Lagi Berguna Jika Suhu Bumi Lampaui Batas

Penerapan Karbon Dioksida Tak Lagi Berguna Jika Suhu Bumi Lampaui Batas

Pemerintah
Dosen UI Teliti Limbah Plastik Jadi Penangkap Karbon Dioksida

Dosen UI Teliti Limbah Plastik Jadi Penangkap Karbon Dioksida

LSM/Figur
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Selamat, Kamu Pembaca Terpilih!
Nikmati gratis akses Kompas.com+ selama 3 hari.

Mengapa bergabung dengan membership Kompas.com+?

  • Baca semua berita tanpa iklan
  • Baca artikel tanpa pindah halaman
  • Akses lebih cepat
  • Akses membership dari berbagai platform
Pilihan Tepat!
Kami siap antarkan berita premium, teraktual tanpa iklan.
Masuk untuk aktivasi
atau
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau