Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mendekati Debat Cawapres, Para Kandidat Diminta Terbuka Soal Hilirisasi Nikel

Kompas.com - 18/01/2024, 09:30 WIB
Faqihah Muharroroh Itsnaini,
Hilda B Alexander

Tim Redaksi

 

KOMPAS.com - Menjelang agenda debat pilpres 2024, Manajer Riset Trend Asia Zakki Amali mengatakan capres-cawapres 2024 harus dapat terbuka dan berani bicara fakta soal hilirisasi nikel di Indonesia. 

"Pemerintah menggunakan narasi hilirisasi ini sebagai bagian transisi energi. Ketika itu digaungkan terus menerus dan capres-cawapres mengamini, hal utama yang harus dilakukan adalah mengakui hal itu (hilirisasi) berjalan baik atau buruk," ujar Zakki di Jakarta, Rabu (17/1/2024). 

Ia meminta para kandidat untuk melihat kembali situasi dan kenyataan mengenai hilirisasi terutama nikel yang terjadi saat ini di lapangan. 

Baca juga: Masifnya Tambang Nikel di Sulawesi Picu Deforestasi dan Dampak Lingkungan

"Harus lihat situasi," imbuhnya. 

Adapun gelar debat cawapres 2024 akan digelar akhir pekan ini, Minggu (21/1/2024). Sesi kedua debat untuk cawapres mengangkat tema energi, sumber daya alam, sumber daya manusia, pajak karbon, lingkungan hidup dan agraria, serta masyarakat adat.

Hilirisasi nikel gagal

Alasannya, sejumlah hasil riset lembaga menunjukkan bahwa hilirisasi nikel di Indonesia gagal dalam menjalankan amanat transisi energi. Hal ini terjadi karena industri hilirisasi nikel justru masih banyak menghasilkan emisi.

Penyebabnya, karena industri yang awalnya bertujuan mengurangi batu bara tersebut, malah menggunakan pembangkit batu bara yang lebih besar. 

Kenyataan itu, kata Saksi, bertolak belakang dengan narasi hilirisasi nikel yang digadang-gadang sebagai transisi energi karena nikel menjadi bahan baku baterai kendaraan listrik.

Baca juga: Ironis, Bank Eropa Danai Industri Nikel yang Dianggap Merusak Lingkungan

"Kemudian, masalah ketenagakerjaan," imbuh Zakki.

Selama ini, pemerintah mengklaim industri nikel dapat menciptakan banyak lapangan pekerjaan. Namun, pemerintah tidak jujur bahwa ada risiko besar di balik penyerapan tenaga kerja tersebut.

Ia mengambil contoh banyaknya kasus kecelakaan kerja di industri smelter nikel. Insiden itu terjadi berulang kali dan tak jarang menimbulkan korban jiwa.

Kasus terbaru, ledakan tungku smelter di PT Indonesia Tsingshan Stainless Steel (ITSS) setelah insiden ledakan tungku smelter di kawasan PT Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP) pada Minggu, 24 Desember 2023. Kecelakaan kerja tersebut menyebabkan 21 pekerja meninggal dan puluhan lainnya luka-luka.

Terkait hal tersebut, ia meminta para kandidat Pilpres 2024 untuk menjawab fakta terkait hilirisasi nikel berhasil atau tidak. 

“Kalau nyatanya tidak berhasil, harus evaluasi menyeluruh terhadap praktik industri nikel di Indonesia. Karena selama ini tidak pernah ada evaluasi. Jika terjadi pelanggaran, tidak pernah ada sanksi. Ini harus dijawab oleh ketiga kandidat,” ujar Zakki. 

Sikap para capres-cawapres

Para capres-cawapres 2024 memiliki pandangan yang berbeda terhadap hilirisasi nikel di Indonesia. Pasangan capres-cawapres nomor urut 02 Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka menyatakan bakal melanjutkan program hilirisasi era Presiden Jokowi jika terpilih dalam Pilpres 2024.

Menurut Prabowo, hilirisasi menjadi modal penting untuk mencapai kesejahteraan negara. Sebab, dengan konsep tersebut, Indonesia mampu meningkatkan nilai ekonomi yang berlipat karena bisa mengekspor barang jadi.

“Kita harus kembangkan konsep hilirisasi dan industrialisasi. Kita harus kembangkan yang sudah dirintis Pak Jokowi," ujar Prabowo, dikutip dari Antara (3/12/2023). 

Baca juga: Nikel Sulteng dan Maluku Terbesar di Dunia, RI Belum Bisa Produksi Sendiri

Senada dengan Prabowo-Gibran, pasangan capres-cawapres no 03 Ganjar Pranowo-Mahfud Md akan melakukan hal serupa. Bahkan, Ganjar menyebut pihaknya tidak hanya akan berfokus pada nikel, melainkan sejumlah sektor potensial lainnya. 

Tim pemenangan sekaligus Deputi Politik 5.0 TPN Ganjar-Mahfud, Andi Widjajanto mengatakan, hilirisasi dan investor dalam visi misi Ganjar-Mahfud merupakan sesuatu yang akan dipercepat dengan kompleksitas yang lebih dalam.

"Kami memikirkan hilirisasi harus merupakan satu kesatuan ekosistem dari yang pertama konektivitas global dan rantai pasok global," kata Andi, dikutip dari Kompas.com. 

Calon presiden Ganjar Pranowo juga memastikan akan menuntaskan program hilirisasi yang digagas Presiden Joko Widodo (Jokowi) jika terpilih di 2024. Menurutnya, industri pertanian, perkebunan hingga kelautan mesti dilakukan hilirisasi.

"Tugas saya adalah menuntaskan hilirisasi sampe end to end. Maka berikutnya adalah industri pertanian, perkebunan, kelautan digital mesti dihilirisasi semuanya," kata Ganjar, dikutip dari Tribunnews.com (23/11/2023).

Baca juga: Walhi: PLTU Captive di Smelter Nikel Jadi Ironi Transisi Energi

Sikap berbeda disampaikan pasangan capres-cawapres nomor urut 1 Anies Baswedan-Muhaimin Iskanar (Amin).

Wakil Kapten Tim Nasional AMIN, Thomas Lembong, menyebut kebijakan hilirisasi memiliki sejarah yang suram di Indonesia.

Oleh karena itu, ia menyebut Amin bakal membiarkan industri nikel berkembang sesuai tren. Hanya saja, sektor itu tidak perlu lagi diberi subsidi atau perhatian khusus dari pemerintah.

Menurut Thomas, kebijakan pemerintah terlalu sempit. Padahal, ada sektor lain yang bisa dijadikan fokus pemerintah. Misalnya, industri tekstil, meubel, dan sektor jasa. Kebijakan hilirisasi menurutnya dilihat hanya berfokus kepada sektor nikel khususnya sektor baterai.

"Perlu kebijakan pemerintah sektor industri dan tambang yang jauh lebih luas, yang jauh lebih komprehensif daripada hanya nikel saja, baterai saja, dan mobil listrik saja," terang Thomas.

 

 

 

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com