Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com, 10 Januari 2024, 16:00 WIB
Faqihah Muharroroh Itsnaini,
Hilda B Alexander

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Bukan rahasia lagi jika industri nikel di Indonesia banyak dibiayai oleh investor asal China. Namun demikian, tak banyak yang mengetahui, perbankan Eropa juga gencar mengucurkan dana jumbo untuk pertambangan dan smelter di Tanah Air. 

Menurut hasil riset Lembaga Penelitian dan Advokasi Kebijakan The Prakarsa, secara umum industri nikel di Indonesia masih bergantung pada pinjaman, obligasi, dan ekuitas, dengan sebagian besar sumber pendanaan berasal dari institusi keuangan asing.

Jumlah pinjaman terbesar mengalir dari bank-bank di China, namun terdapat sindikasi pembiayaan pinjaman yang berasal dari perbankan nasional yaitu dari Bank Mandiri dan BRI. Selain itu, bank dari Singapura seperti DBS juga terlibat dalam berbagai pembiayaan proyek smelter.

Ironisnya, dalam temuan tahun 2023 tersebut, lembaga keuangan asal Eropa juga turut membiayai perusahaan nikel Indonesia. Termasuk pembiayaan PLTU batu bara captive yang diperlukan pada smelter nikel.

Baca juga: Kecelakaan Kerja Berulang di Smelter Nikel, Walhi: Pemerintah Abai

"Selain dari China, kita petakan institusi keuangan dari bank Eropa yang juga berkontribusi dalam pembiayaan itu ada HCBC, kemudian ING, Standard Chartered dan sebagainya," ujar Peneliti The Prakarsa Ricko Nurmansyah, dalam Diskusi Publik Transisi Energi yang Berkeadilan, di Jakarta, Selasa (9/1/2024).

Rinciannya, paling besar pembiayaan ke proyek nikel disalurkan oleh HSBC senilai 1,09 miliar dollar AS berupa pinjaman sindikasi untuk pembangunan smelter, kawasan industri baterai.

Lalu, diikuti oleh Santander dengan 711 juta dolar AS dalam bentuk pinjaman sindikasi, dan Standard Chartered Bank dengan 650 juta dollar AS dalam bentuk yang sama.

Dalam data tersebut, beberapa perusahaan Eropa lainnya termasuk BNP Paribas, Barclays Bank PIc, HSBC, Credit Agricole, ING Bank, dan Natixis. Bentuk keterlibatan bank-bank Eropa itu cukup beragam, paling banyak dalam bentuk pinjaman sindikasi dan obligasi.

Ironi dukungan keberlanjutan

Artinya, kata Ricko, hal tersebut patut dipertanyakan. Sebab, sebelumnya sudah ada komitmen hijau dari lembaga jasa keuangan Eropa untuk mengurangi dan bahkan menghentikan pendanaan proyek batubara. 

"Bank-bank Eropa itu ternyata sudah memiliki komitmen untuk melakukan pembiayaan berkelanjutan, yang harusnya terbebas dari pelanggaran HAM, bebas dari dampak lingkungan, mereka harusnya terbebas dari pembiayaan-pembiayaan itu," tegasnya.

Baca juga: Masifnya Tambang Nikel di Sulawesi Picu Deforestasi dan Dampak Lingkungan

Namun, faktanya, dalam pembiayaan bank-bank Eropa tersebut masih tercantum industri nikel dan smelter lainnya di Indonesia. 

Ricko menilai, pembiayaan yang dialirkan oleh Lembaga Jasa Keuangan (LJK) kepada industri nikel masih belum memperhatikan prinsip-prinsip bisnis berkelanjutan yang berlandaskan aspek Lingkungan, Sosial, dan Tata Kelola (LST).

Penyebabnya adalah industrialisasi dan hilirisasi nikel masih banyak meninggalkan jejak kerugian terhadap degradasi lingkungan dan pelanggaran HAM.

"Hal ini seharusya menjadi catatan serius bagi LJK sebagai pengalir dana, serta pemangku kebijakan yang mengawasi proses berjalannya industri ini," tuntas Ricko.

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
Perjanjian Plastik Global Dinilai Mandek, Ilmuwan Minta Negara Lakukan Aksi Nyata
Perjanjian Plastik Global Dinilai Mandek, Ilmuwan Minta Negara Lakukan Aksi Nyata
LSM/Figur
Cegah Kematian Gajah akibat Virus, Kemenhut Datangkan Dokter dari India
Cegah Kematian Gajah akibat Virus, Kemenhut Datangkan Dokter dari India
Pemerintah
Indonesia Rawan Bencana, Penanaman Pohon Rakus Air Jadi Langkah Mitigasi
Indonesia Rawan Bencana, Penanaman Pohon Rakus Air Jadi Langkah Mitigasi
LSM/Figur
Hujan Lebat Diprediksi Terjadi hingga 29 Desember 2025, Ini Penjelasan BMKG
Hujan Lebat Diprediksi Terjadi hingga 29 Desember 2025, Ini Penjelasan BMKG
Pemerintah
Kebakaran, Banjir, dan Panas Ekstrem Warnai 2025 akibat Krisis Iklim
Kebakaran, Banjir, dan Panas Ekstrem Warnai 2025 akibat Krisis Iklim
LSM/Figur
Perdagangan Ikan Global Berpotensi Sebarkan Bahan Kimia Berbahaya, Apa Itu?
Perdagangan Ikan Global Berpotensi Sebarkan Bahan Kimia Berbahaya, Apa Itu?
LSM/Figur
Katak Langka Dilaporkan Menghilang di India, Diduga Korban Fotografi Tak Bertanggungjawab
Katak Langka Dilaporkan Menghilang di India, Diduga Korban Fotografi Tak Bertanggungjawab
LSM/Figur
Belajar dari Banjir Sumatera, Daerah Harus Siap Hadapi Siklon Tropis Saat Nataru 2026
Belajar dari Banjir Sumatera, Daerah Harus Siap Hadapi Siklon Tropis Saat Nataru 2026
LSM/Figur
KUR UMKM Korban Banjir Sumatera Akan Diputihkan, tapi Ada Syaratnya
KUR UMKM Korban Banjir Sumatera Akan Diputihkan, tapi Ada Syaratnya
Pemerintah
Kementerian UMKM Sebut Produk China Lebih Disukai Dibanding Produk Indonesia, Ini Sebabnya
Kementerian UMKM Sebut Produk China Lebih Disukai Dibanding Produk Indonesia, Ini Sebabnya
Pemerintah
Walhi Sebut Banjir Sumatera Bencana yang Direncanakan, Soroti Izin Tambang dan Sawit
Walhi Sebut Banjir Sumatera Bencana yang Direncanakan, Soroti Izin Tambang dan Sawit
LSM/Figur
Perubahan Iklim Berpotensi Mengancam Kupu-kupu dan Tanaman
Perubahan Iklim Berpotensi Mengancam Kupu-kupu dan Tanaman
LSM/Figur
Sepanjang 2025, Bencana Iklim Sebabkan Kerugian hingga Rp 1.800 Triliun
Sepanjang 2025, Bencana Iklim Sebabkan Kerugian hingga Rp 1.800 Triliun
Pemerintah
Industri Finansial Dituding Berkontribusi terhadap Bencana di Sumatera
Industri Finansial Dituding Berkontribusi terhadap Bencana di Sumatera
LSM/Figur
Solusi Tas Spunbond Menumpuk, Jangan Diperlakukan Seperti Kantong Plastik
Solusi Tas Spunbond Menumpuk, Jangan Diperlakukan Seperti Kantong Plastik
LSM/Figur
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau