KOMPAS.com – Masifnya pertambangan nikel yang beroperasi di Sulawesi Tengah disebut telah meningkatkan laju deforestasi di provinsi tersebut.
Direktur Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Sulawesi Tengah Sunardi Katili menyampaikan, lebih dari 200.000 hektare lahan di sana dijadikan konsesi untuk pertambangan nikel.
Di satu sisi, selama 18 tahun terakhir, sejak 2001 sampai 2019, deforestasi di Sulawesi Tengah telah mencapai 722.624,05 hektare.
Baca juga: Hilirisasi Nikel Akselerasi Perekonomian Indonesia
Dia menambahkan, ekspansi tambang nikel semakin memperburuk laju defeorestasi di sana.
Hal tersebut disampaikan Sunardi dalam peluncuran kertas kebijakan “Neo-ekstraktivisme di Epicentrum Nikel Indonesia: Kerapuhan Tata Kelola Pertambangan, Kerusakan Ekologis, dan Pelanggaran Hak Asasi Manusia di Bumi Celebes” yang digelar di Hotel Ibis Tamarin, Jakarta, pada Senin (9/10/2023).
Tingginya deforestasi di sana diduga memicu berupa banjir bandang yang sempat merendam 362 hektare sawah di 8 desa di Kecamatan Bungku Utara, Kabupaten Morowali, Utara pada 2020 silam
"Kejadian serupa terjadi pada 2022, banjir merendam dua desa di Kecamatan Bahodopi, Kabupaten Morowali, berdampak kepada 500 keluarga. Sebanyak 350 keluarga di antaranya harus mengungsi," ucap Sunardi sebagaimana rilis yang diterima dari Satya Bumi.
Pada 2023, banjir merendam tujuh desa, dua kecamatan di Kabupaten Morowali Utara, intensitas hujan tinggi mengakibatkan sungai Laa meluap dan berdampak pada 1.833 keluarga.
Baca juga: Jika Terbukti Melanggar, Perusahaan Nikel Bakal Dilaporkan ke Pemerintah
Sementara itu, di Sulawesi Selatan, salah satu konsesi perusahaan tambang nikel terbesar mengancam keberadaan lumbung merica nusantara.
Lumbung merica tersebut berada di Blok anamalia atau Pegunungan Lumereo-Lengkona, tepatnya di Desa Loeha dan Desa Rante Angin dengan total luasan konsesi mencapai 17.776,78 hektare.
Di wilayah konsesi tersebut juga terdapat perkebunan merica milik ribuan masyarakat yang telah diolah sejak dulu di Loeha Raya seluas 4.239,8 hektare.
Selain tu, Direktur Walhi Sulawesi Tenggara Andi Rahman menyampaikan, salah satu dampak masifnya pertambangan nikel adalah perubahan bentang alam akibat teknik pertambangan open pit.
Perubahan tersebut berupa bukit-bukit yang menjadi rata dan terputusnya aliran sungai bahkan menjadi kering.
Baca juga: Hilirisasi Nikel Jadi Harta Karun Baru, Telapak Kaji 5 Perusahaan Besar
Selain itu, Andi menuturkan aktivitas tambang nikel menyebabkan kekeringan lahan pertanian karena sumber air dikuasai oleh perusahaan tambang.
Peneliti Satya Bumi Sayyidatiihayaa Afra memaparkan, berbagai kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah belakangan menunjukkan kecenderungan untuk menyokong tumbuhnya praktik neo-ekstraktivisme.
Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya