Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bukan "Food Estate", Intensifikasi Lahan Lebih Penting demi Pangan Nasional

Kompas.com, 28 Januari 2024, 12:56 WIB
Hilda B Alexander

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Mengingat semakin terbatasnya lahan serta perlunya mempertahankan kawasan hutan dan gambut, Indonesia harus memprioritaskan intensifikasi ketimbang ekstensifikasi lahan dalam usahanya meningkatkan produksi pangan nasional.

Head of Research Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Aditya Alta mengatakan, intensifikasi lahan bisa dilakukan melalui benih unggul hingga akses pupuk.

"Melihat lagi kesenjangan produktivitas pertanian antara pulau Jawa dengan luar Jawa masih cenderung besar, maka, optimalisasi lahan pertanian yang ada perlu terus digenjot," jelas Aditya.

Berbicara dalam sebuah media briefing mengenai ketahanan pangan di Jakarta Rabu (24/1/2024), Aditya melanjutkan, selain menelan biaya yang besar untuk lingkungan, ekstensifikasi lahan atau menambah areal baru juga akan menghasilkan emisi karbon yang akan memperparah kerusakan alam.

Mendesaknya upaya peningkatan produktivitas dapat dilihat dari melandainya produktivitas per hektare beberapa komoditas seperti padi dan kedelai dalam beberapa tahun terakhir. Ketimpangan produktivitas yang terjadi antar daerah juga belum bisa diatasi.

Baca juga: Cak Imin dan Mahfud Cecar Food Estate, Gibran Membela

Penelitian CIPS berjudul ‘Beralih dari Subsidi Pupuk dan Benih: Mengkaji Ulang Bantuan untuk Mendorong Produktivitas dan Persaingan di Pasar Input Pertanian’ menunjukkan, produktivitas pertanian padi di Jawa mencapai 5,64 ton per hektar atau 23 persen lebih tinggi daripada produktivitas padi di luar Jawa yang 4,58 ton per hektar.

Luas panen padi di luar Jawa mencakup sekitar 50 persen dari luas panen padi nasional, namun kontribusinya pada produksi padi nasional hanya 44 persen.

Penelitian ini juga menjabarkan faktor-faktor yang berkontribusi pada kurang optimalnya produktivitas padi di luar Jawa seperti akses pada irigasi, penggunaan pupuk, dan penerapan pola tanam 'jajar legowo' yang mengatur jarak antar benih.

Potensi hasil pertanian di luar Jawa masih bisa meningkat signifikan jika faktor-faktor ini lebih ditingkatkan, sehingga perluasan lahan tidak lagi menjadi satu-satunya cara meningkatkan produktivitas.

Salah satu bentuk ekstensifikasi lahan pertanian adalah food estate yang menjadi program unggulan salah satu pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden 2024 namun juga menuai kritik karena dianggap membahayakan lingkungan.

Baca juga: Mahfud MD Tegaskan Proyek Food Estate Gagal dan Merusak Lingkungan

Program ini, yang untuk pertama kalinya dikembangkan pemerintahan di Kalimantan Tengah, belum terbukti mampu memenuhi kebutuhan pangan nasional.

Food Estate seluas 60.000 hektar di Kalimantan Tengah ini setengahnya dibangun tahun 2020, sementara sisanya dibangun bertahap tahun 2021.

Namun pada tahun 2022, Green Peace Indonesia menemukan bahwa lahan tersebut justru sudah terbengkalai dan telah menyebabkan perubahan iklim di kawasan sekitarnya.

Dibutuhkan upaya kolektif dari hulu ke hilir untuk mewujudkan ketahanan pangan. Beberapa hal yang CIPS rekomendasikan untuk hal ini antara lain adalah mengedepankan dan mendukung investasi pertanian dan presiden terpilih nanti perlu mengevaluasi prosedur investasi dan mengkaji strategi untuk meningkatkan akses pasar bagi petani.

Tidak kalah penting, nilai tambah dan efisiensi di sektor pertanian perlu ditingkatkan melalui penggunaan inovasi pertanian untuk meningkatkan kualitas dan mengurangi susut panen.

Halaman:

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
IPB Latih Relawan dan Akademisi di Aceh Produksi Nasi Steril Siap Makan
IPB Latih Relawan dan Akademisi di Aceh Produksi Nasi Steril Siap Makan
Pemerintah
Bencana Hidrometeorologi Meningkat, Sistem Transportasi dan Logistik Dinilai Perlu Berubah
Bencana Hidrometeorologi Meningkat, Sistem Transportasi dan Logistik Dinilai Perlu Berubah
LSM/Figur
SMBC Indonesia Tanam 1.971 Pohon melalui Program BerDaya untuk Bumi di Garut
SMBC Indonesia Tanam 1.971 Pohon melalui Program BerDaya untuk Bumi di Garut
Swasta
Tempat Penyimpanan Karbon Dioksida Pertama di Dunia Bakal Beroperasi di Denmark
Tempat Penyimpanan Karbon Dioksida Pertama di Dunia Bakal Beroperasi di Denmark
Swasta
Bencana Makin Parah, Kebijakan Energi Indonesia Dinilai Tak Menjawab Krisis Iklim
Bencana Makin Parah, Kebijakan Energi Indonesia Dinilai Tak Menjawab Krisis Iklim
LSM/Figur
Banjir dan Longsor Tapanuli Tengah, WVI Jangkau 5.000 Warga Terdampak
Banjir dan Longsor Tapanuli Tengah, WVI Jangkau 5.000 Warga Terdampak
LSM/Figur
Distribusi Cadangan Beras untuk Banjir Sumatera Belum Optimal, Baru 10.000 Ton Tersalurkan
Distribusi Cadangan Beras untuk Banjir Sumatera Belum Optimal, Baru 10.000 Ton Tersalurkan
LSM/Figur
Menteri LH Ancam Pidanakan Perusahaan yang Terbukti Sebabkan Banjir Sumatera
Menteri LH Ancam Pidanakan Perusahaan yang Terbukti Sebabkan Banjir Sumatera
Pemerintah
KLH Bakal Periksa 100 Unit Usaha Imbas Banjir Sumatera
KLH Bakal Periksa 100 Unit Usaha Imbas Banjir Sumatera
Pemerintah
Tambang Energi Terbarukan Picu Deforestasi Global, Indonesia Terdampak
Tambang Energi Terbarukan Picu Deforestasi Global, Indonesia Terdampak
LSM/Figur
Food Estate di Papua Jangan Sampai Ganggu Ekosistem
Food Estate di Papua Jangan Sampai Ganggu Ekosistem
LSM/Figur
Perjanjian Plastik Global Dinilai Mandek, Ilmuwan Minta Negara Lakukan Aksi Nyata
Perjanjian Plastik Global Dinilai Mandek, Ilmuwan Minta Negara Lakukan Aksi Nyata
LSM/Figur
Cegah Kematian Gajah akibat Virus, Kemenhut Datangkan Dokter dari India
Cegah Kematian Gajah akibat Virus, Kemenhut Datangkan Dokter dari India
Pemerintah
Indonesia Rawan Bencana, Penanaman Pohon Rakus Air Jadi Langkah Mitigasi
Indonesia Rawan Bencana, Penanaman Pohon Rakus Air Jadi Langkah Mitigasi
LSM/Figur
Hujan Lebat Diprediksi Terjadi hingga 29 Desember 2025, Ini Penjelasan BMKG
Hujan Lebat Diprediksi Terjadi hingga 29 Desember 2025, Ini Penjelasan BMKG
Pemerintah
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau