KOMPAS.com - Wacana pengurangan target energi baru terbarukan (EBT) dalam bauran energi nasional dinilai dapat menurunkan penyerapan tenaga kerja hijau atau green jobs.
Untuk diketahui, Dewan Energi Nasional (DEN) tengah menyusun pembaruan atau revisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 79 Tahun 2014 tentang Kebijakan Energi Nasional (KEN).
Dalam revisi PP KEN tersebut, target bauran EBT diturunkan, dari 23 persen menjadi antara 17 sampai 19 persen pada 2025.
Baca juga: Rencana Turunkan Target EBT Dinilai Berdampak Negatif pada Investor
Direktur Program Koaksi Indonesia Verena Puspawardani mengatakan, potensi penyerapan green jobs dari sektor EBT di Indonesia sangatlah besar.
Prospek ketersediaan lapangan kerja bidang teknik dapat mencapai 432.000 pada 2030 jika pemerintah konsisten dengan target bauran EBT 23 pada 2025 dan 31 persen pada 2050.
Potensi lapangan kerja ini tercatat 10 kali lipat dari 2019 dan melebihi jumlah tenaga kerja di sektor energi fosil pada saat ini.
"Ketika target ini diturunkan, maka prospek penciptaan green jobs dari sektor energi terbarukan akan ikut menurun," kata Verena dikutip dari keterangan tertulis, Senin (29/1/2024).
Baca juga: Rencana Penurunan Target EBT Bikin Niat Investor Goyah
Padahal, kata Verena, potensi green jobs yang meningkat akan berkontribusi pada pencapaian target Indonesia mendapatkan investasi untuk pengembangan industri hijau.
Selain itu, potensi tersebut dapat menjawab kebutuhan pekerjaan di masa depan, dan dukungan masyarakat pada energi terbarukan.
Deputi Direktur Indonesian Center for Environmental Law (ICEL) Grita Anindarini menuturkan, draf revisi PP KEN seharusnya dijadikan peluang untuk memastikan target bauran energi nasional sejalan dengan target iklim yang aman.
Karenanya, revisi yang disusun seharusnya menetapkan target ketat pengakhiran ketergantungan pada energi fosil dan mengutamakan pengembangan energi terbarukan.
Grita juga mengkritik rencana pengembangan pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN) dalam draf revisi RPP KEN.
Baca juga: Target Bauran EBT Harusnya Ditambah, Bukan Dikurangi
"Memasukkan PLTN membawa risiko besar terhadap perlindungan hak asasi manusia berupa risiko toksik serius dan sangat sulit dipulihkan. Hal ini membawa risiko terhadap perlindungan hak hidup maupun hak atas kesehatan," ujar Grita.
Sementara itu Divisi Kajian Indonesian Parliamentary Center (IPC) Arif Adiputro menyampaikan, revisi target EBT bertentangan dengan upaya mencapai netral karbon 2060 dan komitmen pengurangan emisi gas rumah kaca 29 persen sampai 31 persen.
Pasalnya, untuk mencapai kedua target ini, Indonesia seharusnya meningkatkan target bauran energi terbarukan menjadi 45 persen pada 2030.
Dia berujar, penurunan target bauran EBT menghambat upaya mendorong pengembangan energi terbarukan.
"Hal ini dapat berdampak negatif pada upaya transisi energi di Indonesia, yang bertujuan untuk mengurangi ketergantungan terhadap energi fosil dan mengurangi emisi gas rumah kaca," kata Arif.
Baca juga: PLTU Pensiun Dini, EBT Digenjot Ciptakan 600.000 Green Jobs
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya