Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Moh Samsul Arifin
Broadcaster Journalist

Sejak 2006 berkecimpung di dunia broadcast journalism, dari Liputan6 SCTV, ANTV dan Beritasatu TV. Terakhir menjadi produser eksekutif untuk program Indepth, NewsBuzz, Green Talk dan Fakta Data

Jejak Karbon dan Pola Makan

Kompas.com - 30/01/2024, 09:10 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

"Revolusi pertanian adalah tipuan terbesar dalam sejarah”.

SAYA tersentak dan terguncang ketika membaca kalimat Yuval Noah Harari dalam magnum opus-nya, “Sapiens” di atas.

Menurut Harari, revolusi pertanian memperbesar total makanan yang bisa dimanfaatkan manusia. Namun, makanan berlebih bukan berarti gizi yang lebih baik atau waktu santai yang lebih banyak.

Makanan berlebih justru berdampak atau menghasilkan ledakan populasi di bumi.

Lebih jauh Harari mengatakan, bercocok tanam bahan pangan telah menyediakan jauh lebih banyak makanan per satuan wilayah sehingga memungkinkan Homo Sapiens memperbanyak diri secara eksponensial.

Domestikasi atau penjinakan atas berbagai macam tumbuhan dan binatang liar, sistem bercocok tanam (pertanian), dan hidup menetap (bermukim) tak ayal menjadi segitiga penopang yang membuat total populasi penduduk dunia meloncat jadi 7,94 miliar jiwa per Juli 2022 lalu.

Apakah revolusi pertanian adalah tipuan terbesar dalam sejarah?

Mungkin iya jika manusia berpikir regresif, ingin kembali ke masa jutaan tahun silam, tatkala nenek moyang kita mencari makanan dengan mengumpulkan tumbuhan serta berburu hewan di alam liar.

Di kala itu, manusia hidup nomaden atau berpindah-pindah, punya sumber pangan beragam karena setiap hari terus hidup nomaden dan tak punya tanaman yang dibudidayakan (tak ada pula monokultur), populasi penduduk terkendali, dan mungkin keadaan iklim tidak mencemaskan seperti sekarang.

Namun, faktanya sistem bertani ditemukan dan mengubah secara telak peradaban manusia.

Bukan dongeng jika revolusi pertanian menyelamatkan bangsa manusia dari bencana kelaparan meskipun tidak absolut. Sebab kemiskinan dan kelaparan masih bertahan di sebagian pojok bumi.

Tengoklah tayangan semacam Hotel Hell, Restaurant Redemption, Restaurant Make Over, Master Chef, Top Chef, Man Food Fire, French Food at Home, Exploring China: A Culinary Adventure, May’s Kitchen atau Back to the Streets: Jakarta.

Seabrek program kuliner televisi itu membuktikan dengan cukup sahih bahwa manusia tidak perlu cemas dengan sumber pangan. Bahkan berlimpah dan pusparagam.

Namun, di balik “panggung depan” tadi, ada kabar muram di “layar belakang”. Pada 2019, contohnya warga dunia memproduksi 931 juta ton sampah makanan. Itu berarti 17 persen makanan yang diproduksi dunia tahun itu berakhir sia-sia.

Kondisi di Indonesia sama saja. Antara 2009-2019, produksi sampah makanan—alias makanan yang hilang dan terbuang (food loss & food waste)—di negeri kita menembus 23-48 juta ton. Ini setara 115-184 kilogram per kapita. Kalau dinominalkan setara Rp 213 triliun sampai Rp 515 triliun. (Lebih dari cukup untuk membiayai Ibu Kota Negara/IKN baru).

Kehilangan makanan terbesar terjadi karena masyarakat kita tidak bijak dalam mengonsumsi makanan. Alhasil total makanan yang terbuang (food waste) dalam tahap konsumsi mencapai 5 juta ton-19 juta ton per tahun.

Kata Kepala Bappenas, Suharso Monoarfa, sampah makanan tadi memuncratkan emisi gas rumah kaca sebesar 1.702,9 mega ton CO2-ekuivalen.

Secara global sepertiga dari emisi gas rumah kaca (GRK) yang dibuat manusia terkait dengan makanan. Jejak karbonnya terlacak sejak dari ladang, produksi makanan, meja makan hingga tempat pembuangan sampah.

Halaman:

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya

Rentokil Initial Indonesia dan IPB Berkolaborasi, Cetak Generasi Siap Bersaing

Rentokil Initial Indonesia dan IPB Berkolaborasi, Cetak Generasi Siap Bersaing

Swasta
Pengetahuan Masyarakat Adat Perlu Diarusutamakan untuk Restorasi Lahan

Pengetahuan Masyarakat Adat Perlu Diarusutamakan untuk Restorasi Lahan

LSM/Figur
HUT Ke-18 Paramount Enterprise, Rangkul Komunitas untuk Masa Depan Berkelanjutan

HUT Ke-18 Paramount Enterprise, Rangkul Komunitas untuk Masa Depan Berkelanjutan

Swasta
COP16 Riyadh: Masyarakat Adat Desak Pengakuan hingga Pembiayaan Langsung

COP16 Riyadh: Masyarakat Adat Desak Pengakuan hingga Pembiayaan Langsung

LSM/Figur
Menteri Lingkungan Hidup Berencana Rehabilitasi 600.000 Hektar Habitat Mangrove

Menteri Lingkungan Hidup Berencana Rehabilitasi 600.000 Hektar Habitat Mangrove

Pemerintah
Aktivitas Manusia Harus Berkelanjutan untuk Lawan Degradasi Lahan

Aktivitas Manusia Harus Berkelanjutan untuk Lawan Degradasi Lahan

LSM/Figur
Perubahan Iklim Ancam Pasokan Pangan Global

Perubahan Iklim Ancam Pasokan Pangan Global

LSM/Figur
China Bikin Pembangkit Listrik Tenaga Surya Lepas Pantai Terbesar di Dunia

China Bikin Pembangkit Listrik Tenaga Surya Lepas Pantai Terbesar di Dunia

Pemerintah
Tunda Atasi Perubahan Iklim Butuh Biaya 4 Kali Lebih Banyak

Tunda Atasi Perubahan Iklim Butuh Biaya 4 Kali Lebih Banyak

Pemerintah
Para Pemuda Gaungkan Pertanian Berkelanjutan dalam COP16 Riyadh

Para Pemuda Gaungkan Pertanian Berkelanjutan dalam COP16 Riyadh

LSM/Figur
Pemerintah Upayakan Cegah Kepunahan Kura-kura Leher Ular Rote

Pemerintah Upayakan Cegah Kepunahan Kura-kura Leher Ular Rote

Pemerintah
Mengengok Upaya Pemimpin Daerah Melawan Degradasi Lahan dan Penggurunan

Mengengok Upaya Pemimpin Daerah Melawan Degradasi Lahan dan Penggurunan

Pemerintah
Peneliti dari Ocean Gardener Temukan Koloni Karang Raksasa di Nusa Penida

Peneliti dari Ocean Gardener Temukan Koloni Karang Raksasa di Nusa Penida

LSM/Figur
WWF Indonesia Bikin Kampanye untuk Ajak Masyarakat Jaga Warisan Alam Tanah Air

WWF Indonesia Bikin Kampanye untuk Ajak Masyarakat Jaga Warisan Alam Tanah Air

LSM/Figur
Komisi UE Investasikan 4,6 Miliar Euro untuk Proyek Teknologi Bersih

Komisi UE Investasikan 4,6 Miliar Euro untuk Proyek Teknologi Bersih

Pemerintah
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau