Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Muhammad Irvan Mahmud Asia
Pengamat dan Penulis

Direktur Eksekutif Pusat Pengkajian Agraria dan Sumber Daya Alam (PPASDA); Wasekjen DPP Pemuda Tani HKTI

Kedaulatan Pangan dan Harga Diri Bangsa

Kompas.com - 02/02/2024, 14:22 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Kedaulatan suatu negara ditentukan oleh kemampuannya untuk memenuhi kebutuhan pangan seluruh masyarakat secara aman, sehat, terjangkau, dan secara berkelanjutan.

Dalam artian, bukan saja produksi yang bertumbuh, tetapi memastikan secara ekologi aman; aspek ekonomi--petani sebagai produsen terjamin kesejahteraannya, distribusi pangan lancar; dan merata di seluruh wilayah.

Potensi Indonesia untuk berdaulat pangan sangat besar. Bandulnya ada pada Presiden terpilih hasil pemilu 2024.

Ide dan gagasan adalah awal sumbu penerang, kemana pembangunan pangan kita akan dibawa. Agar pemenuhan hak atas pangan (hak asasi) dapat diwujudkan maka ihwal perubahan ini dimulai dengan paradigma kekuasaan melihat masalah dan tantangan sektor pangan.

Paradigma ketahanan pangan telah terbukti gagal. Saatnya ditinggalkan, beralih pada “kedaulatan pangan” dengan strategi diversifikasi, baik produk maupun konsumsi.

Dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan dijelaskan “Kedaulatan Pangan adalah hak negara dan bangsa yang secara mandiri menentukan kebijakan pangan yang menjamin hak atas pangan bagi rakyat dan yang memberikan hak bagi masyarakat untuk menentukan sistem pangan yang sesuai dengan potensi sumber daya lokal”.

Pemerintahan baru mesti memastikan UU Nomor 18 Tahun 2012 khususnya bagian diversifikasi dijalankan.

Ada dua hal penting yang perlu dipenuhi: usaha memproduksi bahan pangan serta pengadaan dan distribusi bahan pangan baik secara kuantitas maupun kualitas.

Dua hal tersebut menjadi hak rakyat dalam upaya memenuhi kebutuhan pangan; mulai skala rumah tangga, regional hingga nasional.

Usaha memproduksi pangan harus dilihat sebagai hak rakyat. Hak rakyat untuk menunjukan kemandirian memenuhi kebutuhan pangan dengan dukungan penuh dari negara. Bukan sekadar “strategi” pemenuhan hak asasi, tetapi bagian penting pertahanan suatu negara.

Kemudian memastikan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B) terimplementasi.

Pasal 1 ayat (3) disebutkan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan adalah bidang lahan pertanian yang ditetapkan untuk dilindungi dan dikembangkan secara konsisten guna menghasilkan pangan pokok bagi kemandirian, ketahanan, dan kedaulatan pangan nasional.

Tantangan bagi Presiden mendatang adalah apakah akan mengubah klausul dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja, yang menghendaki dalam hal untuk kepentingan umum dan/atau Proyek Strategis Nasional LP2B dapat dialihfungsikan.

Artinya Lahan Sawah Dilindungi (LSD) sewaktu-waktu akan berubah ke non-pertanian.

Implikasi peraturan ini meliputi: pertama, penurunan produksi pangan. Alih fungsi lahan sawah dapat mengurangi luas lahan yang digunakan untuk pertanian dan sudah pasti penurunan produksi pangan. Dampaknya ketergantungan pada impor pangan terus berlanjut.

Halaman:

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com