Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Indonesia Alami Januari Terpanas Sejak 1981, Suhu Cetak Rekor Tertinggi

Kompas.com, 7 Februari 2024, 10:00 WIB
Danur Lambang Pristiandaru

Penulis

KOMPAS.com - Kali pertama sejak 1981, suhu udara rata-rata Bulan Januari 2024 di Indonesia mencapai rekor tertingginya untuk bulan yang sama.

Dikutip dari Fakta Perubahan Iklim Badan Meteorologi dan Klimatologi (BMKG), suhu udara rata-rata Januari 2024 di Indonesia mencapai 27,2 derajat celsius.

Itu berarti, warga Indonesia mengalami Januari 2024 sebagai Januari terpanas sejak 1981.

Baca juga: Resmi, 2023 Dinobatkan Sebagai Tahun Terpanas Sepanjang Sejarah

Dalam Fakta Perubahan Iklim, BMKG menyebutkan sepanjang Januari 2024, rata-rata Indonesia mengalami kenaikan suhu 0,8 derajat celsius dibandingkyan kondisi normal.

"Kenaikan suhu udara tertinggi terjadi di Stasiun Meteorologi Umbu Mehang Kunda, di Sumba Timur (Nusa Tenggara Timur)," tulis BMKG di situs webnya.

Di Stasiun Meteorologi Umbu Mehang Kunda, kenaikan suhu mencapai 2 derajat celsius pada Januari.

Pada November 2023, Kepala BMKG Dwikorita Karnawati menuturkan badan tersebut menemukan adanya kenaikan konsentrasi emisi gas rumah kaca (GRK) di atmosfer.

Baca juga: 2023 Jadi Tahun Terpanas Kedua di Inggris

Emisi GRK adalah penyebab utama dari pemanasan global yang menyebabkan perubahan iklim.

Lonjakan peningkatan emisi GRK didasarkan pengukuran pada Mei 2020-2022 di kawasan hutan Bukit Kototabang, Palu, dan Sorong yang secara umum mengalami kenaikan setiap tahunnya.

Dalam dua tahun, laju peningkatan rata-rata paling tinggi terjadi di Bukit Kototabang dengan nilai 3,12 part per million (ppm) per tahun.

Sedangkan laju peningkatan rata-rata di Palu dan Sorong berturut-turut sebesar 2,2 ppm per tahun dan 1,8 ppm per tahun.

Diketahui, setiap tahun konsentrasi emisi GRK di atmosfer meningkat 3,12 ppm per juta.

Baca juga: 10 Kota Terpanas di Indonesia Hari Ini, Tangsel 37,6 Derajat Celsius

1 ppm adalah satu bagian dari sesuatu yang terkandung dalam satu juta bagian lainnya. Itu berarti ada 3,12 bagian emisi GRK dalam satu juta bagian atmosfer.

Terlepas dari fenomena El Nino, kenaikan suhu tersebut sudah semakin memperparah kekeringan ekstrem yang sedang melanda Indonesia saat ini.

Kekeringan yang terjadi menimbulkan dampak luar biasa, seperti menyebabkan kesulitan air bersih dan penurunan produktivitas pertanian di berbagai wilayah, termasuk di Sumatera, Jawa, Nusa Tenggara, dan Sulawesi.

"Faktanya ancaman kekeringan di Indonesia yang diprakirakan berlangsung hingga Januari-Maret 2024 ini baru sebagian pendahuluan," papar Dwikorita, sebagaimana dilansir dari pemberitaan Kompas.com.

"Jika kenaikan suhu global tidak dikendalikan, maka ancaman kekeringan akan semakin parah di masa depan," sambungnya.

Baca juga: 10 Kota Terpanas di Indonesia Hari Ini, Tangsel 37,2 Derajat Celsius

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
Riset CELIOS: Lapangan Kerja dari Program MBG Terbatas dan Tak Merata
Riset CELIOS: Lapangan Kerja dari Program MBG Terbatas dan Tak Merata
LSM/Figur
Presiden Prabowo Beri 20.000 Hektar Lahan di Aceh untuk Gajah
Presiden Prabowo Beri 20.000 Hektar Lahan di Aceh untuk Gajah
Pemerintah
IWGFF: Bank Tak Ikut Tren Investasi Hijau, Risiko Reputasi akan Tinggi
IWGFF: Bank Tak Ikut Tren Investasi Hijau, Risiko Reputasi akan Tinggi
LSM/Figur
MBG Bikin Anak Lebih Aktif, Fokus, dan Rajin Belajar di Sekolah?, Riset Ini Ungkap Persepsi Orang Tua
MBG Bikin Anak Lebih Aktif, Fokus, dan Rajin Belajar di Sekolah?, Riset Ini Ungkap Persepsi Orang Tua
LSM/Figur
Mikroplastik Bisa Sebarkan Patogen Berbahaya, Ini Dampaknya untuk Kesehatan
Mikroplastik Bisa Sebarkan Patogen Berbahaya, Ini Dampaknya untuk Kesehatan
LSM/Figur
Greenpeace Soroti Krisis Iklim di Tengah Minimnya Ruang Aman Warga Jakarta
Greenpeace Soroti Krisis Iklim di Tengah Minimnya Ruang Aman Warga Jakarta
LSM/Figur
Interpol Sita 30.000 Satwa dan Tanaman Ilegal di 134 Negara, Perdagangan Daging Meningkat
Interpol Sita 30.000 Satwa dan Tanaman Ilegal di 134 Negara, Perdagangan Daging Meningkat
Pemerintah
PHE Konsisten Lestarikan Elang Jawa di Kamojang Jawa Barat
PHE Konsisten Lestarikan Elang Jawa di Kamojang Jawa Barat
Pemerintah
Indeks Investasi Hijau Ungkap Bank Nasional di Posisi Teratas Jalankan ESG
Indeks Investasi Hijau Ungkap Bank Nasional di Posisi Teratas Jalankan ESG
LSM/Figur
Korea Selatan Larang Label Plastik di Botol Air Minum per Januari 2026
Korea Selatan Larang Label Plastik di Botol Air Minum per Januari 2026
Pemerintah
Aturan Baru Uni Eropa, Wajibkan 25 Persen Plastik Daur Ulang di Mobil Baru
Aturan Baru Uni Eropa, Wajibkan 25 Persen Plastik Daur Ulang di Mobil Baru
Pemerintah
BRIN Soroti Banjir Sumatera, Indonesia Dinilai Tak Belajar dari Sejarah
BRIN Soroti Banjir Sumatera, Indonesia Dinilai Tak Belajar dari Sejarah
Pemerintah
KLH Periksa 8 Perusahaan Diduga Picu Banjir di Sumatera Utara
KLH Periksa 8 Perusahaan Diduga Picu Banjir di Sumatera Utara
Pemerintah
Banjir Sumatera, BMKG Dinilai Belum Serius Beri Peringatan Dini dan Dampaknya
Banjir Sumatera, BMKG Dinilai Belum Serius Beri Peringatan Dini dan Dampaknya
LSM/Figur
Mengenal Kemitraan Satu Atap Anak Usaha TAPG di Kalimantan Tengah, Apa Itu?
Mengenal Kemitraan Satu Atap Anak Usaha TAPG di Kalimantan Tengah, Apa Itu?
Swasta
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau