Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 17/10/2023, 10:00 WIB
Danur Lambang Pristiandaru

Penulis

KOMPAS.com - Suhu Bumi semakin meningkat dan memperparah perubahan iklim. Transisi energi dari fosil ke energi terbarukan mendesak dilakukan secara menyeluruh.

Hal tersebut disampaikan Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati dalam diskusi daring Forum Merdeka Barat 9, Senin (16/10/2023).

Menurut Dwikorita, sejak 2000 sampai 2023 terjadi kenaikan suhu Bumi rata-rata 0,3 derajat celsius.

Baca juga: Pangan Lokal Jadi Solusi Krisis Pangan, tapi Ada Hambatan

Peningkatan suhu Bumi disebabkan oleh emisi gas rumah kaca (GRK) dari pembakaran bahan bakar energi fosil seperti batu bara dan sejenisnya.

Berdasarkan data Food and Agriculture Organization (FAO), jika kenaikan suhu global mencapai 3,5 derajat celsius, maka akan terjadi krisis pangan global.

Hal ini akan berdampak pada 500 juta petani skala kecil yang memproduksi 80 persen pangan dunia, tak terkecuali Indonesia.

"Krisis ini nyata bila tidak ada perubahan dalam sepuluh tahun ke depan atau kurang dari itu, suhu permukaan diprediksi bisa lebih panas lagi dengan peningkatan rata-rata mencapai 3,5 derajat celcius," kata Dwikorita.

Dwikorita menjelaskan, BMKG menemukan adanya kenaikan konsentrasi emisi GRK di atmosfer yang luar biasa sebagai penyebab kenaikan suhu Bumi.

Baca juga: Pemerintah Harus Jamin Akses Masyarakat Beli Beras saat Harga Pangan Naik

Lonjakan peningkatan emisi GRK didasarkan pengukuran pada Mei 2020 - 2022 di kawasan hutan Bukit Kototabang, Palu, dan Sorong yang secara umum mengalami kenaikan setiap tahunnya.

Dalam dua tahun, laju peningkatan rata-rata paling tinggi terjadi di Bukit Kototabang dengan nilai 3,12 ppm per tahun.

Sedangkan laju peningkatan rata-rata di Palu dan Sorong berturut-turut sebesar 2,2 ppm per tahun dan 1,8 ppm per tahun.

Diketahui, setiap tahun konsentrasi emisi GRK di atmosfer meningkat 3,12 ppm per juta.

1 ppm (part per million) adalah satu bagian dari sesuatu yang terkandung dalam satu juta bagian lainnya. Jadi, berarti ada 3,12 bagian emisi GRK dalam satu juta bagian atmosfer.

Baca juga: Tantangan Food Estate Indonesia Wujudkan Ketahanan Pangan Global

Terlepas dari fenomena El Nino, kenaikan suhu tersebut sudah semakin memperparah kekeringan ekstrem yang sedang melanda Indonesia saat ini.

Kekeringan yang terjadi menimbulkan dampak luar biasa, seperti menyebabkan kesulitan air bersih dan penurunan produktivitas pertanian di berbagai wilayah, termasuk di Sumatera, Jawa, Nusa Tenggara, dan Sulawesi.

"Faktanya ancaman kekeringan di Indonesia yang diprakirakan berlangsung hingga Januari-Maret 2024 ini baru sebagian pendahuluan," papar Dwikorita.

"Jika kenaikan suhu global tidak dikendalikan, maka ancaman kekeringan akan semakin parah di masa depan," sambungnya.

Untuk mengurangi risiko kekeringan dan krisis pangan, maka perlu ada perubahan gaya hidup dengan mulai beralih menggunakan energi hijau yang ramah lingkungan dan tak menghasilkan emisi GRK.

Baca juga: Irjen Kementan: 20 Persen Dana Desa untuk Sektor Pangan

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya

Pedoman Penurunan Emisi Cakupan 3 Baru untuk Industri Kimia Dirilis

Pedoman Penurunan Emisi Cakupan 3 Baru untuk Industri Kimia Dirilis

Swasta
Resmi, Utang Indonesia ke AS Rp 573 Miliar Ditukar untuk Konservasi Terumbu Karang

Resmi, Utang Indonesia ke AS Rp 573 Miliar Ditukar untuk Konservasi Terumbu Karang

LSM/Figur
Rektor IPB: Masih Ada Kesenjangan Pembiayaan SDGs, Perlu Inovasi

Rektor IPB: Masih Ada Kesenjangan Pembiayaan SDGs, Perlu Inovasi

LSM/Figur
Karbon Indonesia Dijual ke Luar Negeri, Pengamat: Pembeli Cari yang Berkualitas

Karbon Indonesia Dijual ke Luar Negeri, Pengamat: Pembeli Cari yang Berkualitas

LSM/Figur
Produksi Listrik dari PLTU China Naik, Ekspektasi Puncak Emisi Jadi Lemah

Produksi Listrik dari PLTU China Naik, Ekspektasi Puncak Emisi Jadi Lemah

Pemerintah
Tak Cukup 5 Tahun, Indonesia Perlu Rencana 25 Tahun untuk Capai NZE

Tak Cukup 5 Tahun, Indonesia Perlu Rencana 25 Tahun untuk Capai NZE

LSM/Figur
Tantowi Yahya Sebut Indonesia Diposisikan Pimpin Masa Depan Berkelanjutan

Tantowi Yahya Sebut Indonesia Diposisikan Pimpin Masa Depan Berkelanjutan

LSM/Figur
Berdampak Buruk ke Lingkungan, Pagar Laut Tangerang Harus Segera Dibongkar

Berdampak Buruk ke Lingkungan, Pagar Laut Tangerang Harus Segera Dibongkar

LSM/Figur
Ternyata Semut Bisa Bantu Lindungi Tanaman dari Perubahan Iklim

Ternyata Semut Bisa Bantu Lindungi Tanaman dari Perubahan Iklim

LSM/Figur
Dukung Pelestarian Lingkungan, Pertamina Tanam Pohon di Hulu Sungai Ciliwung

Dukung Pelestarian Lingkungan, Pertamina Tanam Pohon di Hulu Sungai Ciliwung

BUMN
Rendahnya Efisiensi Investasi Masih Bayangi Indonesia

Rendahnya Efisiensi Investasi Masih Bayangi Indonesia

Pemerintah
Jakarta Jadi Percontohan Pengelolaan Sampah lewat Pungutan Retribusi

Jakarta Jadi Percontohan Pengelolaan Sampah lewat Pungutan Retribusi

Pemerintah
Shell dan Microsoft Masuk 10 Pembeli Kredit Karbon Terbesar 2024

Shell dan Microsoft Masuk 10 Pembeli Kredit Karbon Terbesar 2024

Swasta
Google Beli 100.000 Sertifikat Karbon dari Proyek 'Biochar' di India

Google Beli 100.000 Sertifikat Karbon dari Proyek "Biochar" di India

Swasta
Bencana Hidrometeorologi Ekstrem Risiko Terbesar 10 Tahun ke Depan

Bencana Hidrometeorologi Ekstrem Risiko Terbesar 10 Tahun ke Depan

LSM/Figur
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau