Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 15/02/2024, 14:00 WIB
Danur Lambang Pristiandaru

Penulis

Ketika permintaan energi meningkat, kebutuhan lahan untuk menyediakan bioenergi juga ikut meningkat. Hal tersebut berpotensi membabat hutan lebih luas lagi.

Baca juga: Potensi Bioenergi Indonesia Melimpah, Sumber Alternatif Pembangkit Listrik

Selain itu, ketika permintaan energi dari bioenergi meningkat, kebutuhan bahan baku nabati untuk bioenergi akan berebut dengan sektor pangan.

"Kita harus mengecek dan memperhatikan sejauh mana penggunaan bioenergi, kalau bisa dikurangi," kata Tommy dalam diskusi bertajuk Meneropong Bioenergi di Tangan Calon Presiden dan Wakil Presiden 2024-2029 yang diikuti secara daring, Rabu (10/1/2024).

Di samping itu, ada miskonsepsi yang keliru mengenai rendahnya emisi dari bioenergi. Padahal, penghitungan jejak karbon seharusnya dihitung dari daur hidup sumber energi tersebut.

Tommy mengungkapkan, dalam pembuatan BBN dari minyak sawit mentah, dua emisi terbesarnya berasal dari pembukaan lahan dan oksidasi lahan gambut.

Baca juga: Gibran Bakal Genjot Pengembangan Bioenergi Buat Tekan Ketergantungan Energi Fosil

Faktor lainnya seperti emisi N20, penggunaan pupuk, dan emisi metana dari limbah cair pabrik kelapa sawit.

Dalam produksi setiap 1 ton minyak sawit mentah, rentang emisi yang dihasilkan antara 0,5 ton karbon dioksida ekuivalen sampai 16,04 ton karbon dioksida ekuivalen.

Sedangkan untuk membuat 1 liter biodiesel misalnya, membutuhkan 0,832 kilogram (kg) minyak sawit mentah.

Dari berbagai faktor tersebut, total emisi dari pengolahan minyak sawit mentah melepaskan emisi 0,21 kilogram karbon dioksida ekuivalen per 1 liter biodoesel.

Baca juga: Dorong Energi Terbarukan, Anies-Cak Imin Ingin Bioenergi Tak Sebatas pada Sawit

Tommy menyebutkan, emisi dari bioenergi tidak boleh hanya dihitung dari penggunaannya sebagai bahan bakar, akan tetapi harus dari seluruh prosesnya mulai dari pembukaan lahan sampai ke tangan konsumen.

Di satu sisi, Tommy mengakui pengembangan bioenergi masih tetap perlu dilakukan dalam konteks transisi energi.

Akan tetapi, harus ditetapkan tenggat waktu kapan berhenti penggunaan bioenergi sambil mengembangkan sumber energi terbarukan lain seperti surya, panas bumi, angin, arus laut, dan lain-lain.

"Bionergi adalah strategi transisi Amerika Serikat (AS) dan Eropa. Jangan sampai kita mengekor mereka padahal kita punya potensi energi bersih lainnya," tutur Tommy.

Baca juga: Politani Payakumbuh Inovasi Bioenergi dari Tanaman Kaliandra

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Halaman:

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com