KOMPAS.com - Hutan hujan Amazon, Brasil, sedang mendekati titik kritis yang dapat menimbulkan konsekuensi buruk bagi sistem iklim dunia.
Penelitian terbaru dari the Potsdam Institute for Climate Impact research (PIK) yang berbasis di Jerman mengungkapkan, 47 persen dari ‘paru-paru bumi’ ini terancam kenaikan suhu, kekeringan, penggundulan hutan, dan kebakaran pada tahun 2050 mendatang.
Hal ini terjadi pada Amazon bagian tenggara yang telah berubah dari penyerap karbon menjadi sumber karbon.
Ini artinya, wilayah Amazon mengeluarkan lebih banyak gas rumah kaca daripada yang diserapnya.
Seperti yang dijelaskan oleh ilmuwan PIK Boris Sakschewski, tekanan manusia saat ini terlalu tinggi bagi kawasan ini untuk mempertahankan statusnya sebagai hutan hujan dalam jangka panjang.
Baca juga: AS Ajak Presiden Terpilih RI Atasi Perubahan Iklim
Namun masalahnya tidak berhenti di situ. Hutan hujan memperkaya udara dengan banyak kelembapan yang menjadi dasar curah hujan di bagian barat dan selatan benua ini.
"Kemudian hilangnya hutan di satu tempat dapat menyebabkan hilangnya hutan di tempat lain dalam putaran umpan balik yang terjadi dengan sendirinya atau sekadar 'terguling'," cetus Boris, dilansir dari euronews, Minggu (18/2/2024).
Menurut para peneliti yang dikutip dari Nature, Bumi mempunyai sejumlah batasan alami yang, jika dilanggar, dapat menyebabkan suhu menjadi tidak terkendali dan memicu efek domino yang merusak ekosistem dan manusia.
Kematian Amazon adalah salah satunya, bersamaan dengan runtuhnya lapisan es besar di Greenland dan Antartika Barat, matinya terumbu karang di lautan yang lebih hangat, dan runtuhnya arus penting samudera Atlantik.
Dampak hilangnya hutan tidak berhenti di perbatasan Amazon. Mirip dengan sungainya yang besar, pepohonan di Amazon menyedot air dan memompa miliaran ton uap air setiap hari ke flying rivers yang sangat besar.
Kelembapan yang terbawa ke angkasa ini merupakan bagian penting dari Monsun Amerika Selatan, dan sangat penting bagi curah hujan di sebagian besar benua ini.
Baca juga: Tantangan Asia Hadapi Krisis Iklim: Greenwashing hingga Inkonsistensi Kebijakan
Dan karena Amazon secara keseluruhan masih menyimpan karbon setara dengan emisi CO2 manusia saat ini selama 15-20 tahun, melepaskan karbon melalui hilangnya hutan akan meningkatkan pemanasan global secara signifikan.
Dalam studi PIK, teridentifikasi lima ambang batas iklim dan penggunaan lahan yang tidak boleh dilanggar untuk menjaga ketahanan Amazon.
Kelimanya adalah pemanasan global, jumlah curah hujan tahunan, intensitas curah hujan musiman, lamanya musim kemarau, dan akumulasi deforestasi.
Untuk masing-masing faktor pendorong ini, para ilmuwan menyarankan batas-batas aman untuk menghentikan Amazon melintasi titik kritisnya.
Misalnya, hutan hujan tidak akan ada jika rata-rata curah hujan tahunan turun di bawah 1.000 mm.
Namun, di bawah 1.800 mm per tahun, akan ada transisi mendadak dari hutan hujan ke vegetasi mirip sabana yang kemungkinan bisa saja terjadi.
“Hal ini dapat dipicu oleh kekeringan atau kebakaran hutan, yang semakin sering terjadi dan semakin parah dalam beberapa tahun terakhir," kata para peneliti.
Baca juga: Dampak Perubahan Iklim Dirasakan Indonesia, Kekeringan dan Hujan Ekstrem Meningkat
Mengingat tren pemanasan global saat ini, dan serangan langsung terhadap hutan akibat penebangan dan kebakaran, studi ini menemukan bahwa 10-47 persen hutan Amazon akan terancam oleh meningkatnya gangguan, sehingga mendorong ekosistem yang berharga ini hingga mencapai batasnya.
Studi ini juga menganalisis contoh-contoh hutan yang terganggu di berbagai wilayah Amazon untuk memahami apa yang bisa terjadi pada ekosistem.
Dalam beberapa kasus, hutan mungkin akan pulih di masa depan, namun masih terjebak dalam kondisi terdegradasi, yang didominasi oleh tanaman oportunistik seperti liana atau bambu.
Dalam kasus lain, hutan tidak pulih lagi, dan tetap terjebak dalam kondisi kanopi terbuka dan mudah terbakar.
Baca juga: Kebijakan dan Aksi Iklim Indonesia Dinilai Sama Sekali Tidak Memadai
Perluasan ekosistem terbuka dan mudah terbakar di seluruh inti hutan Amazon sangat memprihatinkan karena dapat menyebarkan kebakaran ke hutan di sekitarnya.
Para ilmuwan menyerukan diakhirinya deforestasi dan emisi gas rumah kaca.
Titik kritis iklim seperti hilangnya Amazon sulit dipahami karena kompleksitas dan besarnya dampaknya. Namun seruan untuk bertindak dari peneliti ini sudah familiar dan jelas.
“Untuk menjaga hutan Amazon dalam batas-batas yang aman, upaya lokal dan global harus digabungkan,” kata Niklas Boers, pemimpin Future Lab 'Artificial Intelligence in the Anthropocene' di PIK dan profesor Pemodelan Sistem Bumi di Universitas Teknik dari Munich.
Menurutnya, deforestasi dan degradasi hutan harus diakhiri dan restorasi harus diperluas.
Selain itu, masih banyak yang perlu dilakukan untuk menghentikan emisi gas rumah kaca di seluruh dunia.
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya