Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kejar Target Iklim, Pembangkit Listrik Tenaga Gas dan Minyak Harus Disetop Lebih Cepat

Kompas.com - 27/02/2024, 10:00 WIB
Danur Lambang Pristiandaru

Penulis

KOMPAS.com - Guna mencapai target iklim jangka panjang, pembangkit listrik tenaga gas dan minyak bumi di seluruh dunia harus dihentikan lima kali lebih cepat dalam 12 tahun ke depan.

Hal tersebut mengemuka berdasarkan laporan terbaru dari Global Energy Monitor (GEM) yang berjudul Global Oil and Gas Plant Tracker.

Dalam laporan tersebut, setiap tahunnya, harus ada rata-rata 64 gigawatt (GW) pembangkit listrik tenaga gas dan minyak bumi yang dipensiunkan hingga 2035.

Baca juga: China Tambah Puluhan PLTU Batu Bara, Target Iklim Bakal Meleset

Strategi itu perlu diterapkan agar sejalan dengan skenario yang digariskan Badan Energi Internasional (IEA) dalam peta jalan Net Zero Emissions (NZE) untuk menyetop pembangkit listrik tenaga gas pada 2050.

Dalam peta jalan IEA, kapasitas pembangkit listrik tenaga gas dan minyak harus berkurang sepertiganya pada 2035 dan hampir setengahnya pada 2040.

Pada 2040, pembangkit listrik tenaga gas dan minyak yang sulit dihentikan kapasitasnya harus di bawah 5 persen dari total pembangkit listrik.

Tenggat akhirnya, pada 2050, semua pembangkit listrik tenaga gas dan minyak harus dihapuskan.

Baca juga: Cegah Dampak Buruk Perubahan Iklim, Rehabilitasi Hutan Diperlukan

Data dari GEM memperkirakan, jika seluruh pembangkit listrik minyak dan gas yang sedang dibangun betul-betul dikonstruksi, kelebihan kapasitas global akan mencapai 435 GW pada 2030, 650 GW pada 2035, dan 697 GW pada 2040.

"Hal ini berarti bahwa setiap pembangkit listrik tenaga gas baru yang dibangun di masa depan akan berisiko menjadi aset terbengkalai dan dinonaktifkan sebelum umur ekonomisnya berakhir," tulis Project Manager Global Oil and Gas Plant Tracker Jenny Martos dalam siaran persnya, Minggu (25/2/2024).

Di sisi lain, negara-negara masih terus membangun pembangkit listrik berbahan bakar fosil.

Energi fosil sendiri dianggap menjadi ancaman terbesar untuk mencapai tujuan Perjanjian Paris yang membatasi kenaikan suhu Bumi naik 1,5 derajat celsius.

Baca juga: Perusahaan Asuransi yang Danai Shell, dan BP Bakal Jadi Sasaran Tembak Aktivis Iklim

Saat ini, ada 209 GW pembangkit listrik berbahan bakar minyak dan gas yang sedang dibangun di seluruh dunia.

Sebagai perbandingan, pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) batu bara berkapasitas 578 GW saat ini sedang dikembangkan secara global.

Namun tidak seperti batu bara, yang pengembangannya terkonsentrasi di beberapa negara, ekspansi gas bersifat global dan mencakup hampir semua negara di dunia.

Di tengah rekor pembangkit listrik energi terbarukan dan penambahan kapasitas pada 2023 dan IEA memproyeksikan bahwa permintaan fosil global akan mencapai puncaknya pada 2030, perubahan mendasar dari investasi energi fosil yang berisiko ini sangatlah penting.

Baca juga: AS Ajak Presiden Terpilih RI Atasi Perubahan Iklim

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau