Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com, 2 Maret 2024, 14:00 WIB
Danur Lambang Pristiandaru

Penulis

KOMPAS.com - Berkat transisi energi dan pengembangan energi terbarukan yang masif, emisi karbon dioksida dari sektor energi pada 2023 meningkat lebih sedikit dibandingkan 2022.

Laporan tersebut disampaikan Badan Energi Internasional atau International Energy Agency dalam laporan terbarunya, CO2 Emission in 2023.

Pada 2023, emisi karbon dioksida naik 1,1 persen atau 410 juta ton dibanding 2022.

Baca juga: Metana dari Danau Turut Berkontribusi terhadap Emisi GRK

Sedangkan pada 2022, emisi karbon dioksida karbon dioksida naik 490 juta ton dibandingkan 2021. Tahun 2022 juga mencatatkan rekor tertinggi pelepasan emisi karbon dioksida yang mencapai 37,4 miliar ton.

Pada 2023, produksi listrik dari pembangkit listrik tenaga air (PLTA) di sejumlah negara mengalami penurunan karena kekeringan.

Apabila produksi listrik dari PLTA tidak mengalami penurunan, IEA memperkirakan emisi karbon dioksida dari sektor pembangkitan listrik pada 2023 lebih rendah dibandingkan 2022.

Negara-negara maju bahkan mengalami rekor penurunan emisi karbon dioksida pada 2023 bahkan ketika produk domestik bruto (PDB) mereka meningkat.

Emisi dari negara-negara maju turun ke titik terendahnya dalam 50 tahun sementara permintaan batu bara juga mengalami penurunan.

Baca juga: Kendaraan Listrik Pangkas Emisi GRK Lebih Banyak Dibanding Lainnya

Penurunan emisi di negara-negara maju didorong oleh kombinasi penggunaan energi terbarukan yang kuat, peralihan batu bara ke gas, peningkatan efisiensi energi, dan penurunan produksi industri.

Direktur Eksekutif IEA Fatih Birol mengatakan, transisi energi telah membuktikan bahwa beralih ke energi bersih bisa mengekang emisi.

"Pandemi, krisis energi, dan ketidakstabilan geopolitik berpotensi menggagalkan upaya membangun sistem energi yang lebih bersih dan aman. Sebaliknya, kita melihat hal sebaliknya terjadi di banyak negara," kata Birol dalam siaran persnya, Jumat (1/3/2024).

Dia menambahkan, transisi energi terus berlanjut dengan cepat dan mengekang emisi bahkan ketika permintaan energi global tumbuh lebih kuat pada 2023 dibandingkan 2022.

Baca juga: Pemerintah Optimistis Penurunan Emisi GRK Sesuai Target

Dia menambahkan, dunia masih perlu meningkatkan energi terbarukan hingga tiga kali lipat, sesuai komitmen yang dibuat oleh hampir 200 negara pada COP28 di Dubai pada Desember 2023.

"Yang paling penting, kita memerlukan upaya yang jauh lebih besar untuk memungkinkan negara-negara berkembang meningkatkan investasi energi ramah lingkungan," ujar Birol.

Dari 2019 hingga 2023, pertumbuhan energi bersih dua kali lebih besar dibandingkan pertumbuhan bahan bakar fosil.

Halaman:

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
Riau dan Kalimantan Tengah, Provinsi dengan Masalah Kebun Sawit Masuk Hutan Paling Rumit
Riau dan Kalimantan Tengah, Provinsi dengan Masalah Kebun Sawit Masuk Hutan Paling Rumit
LSM/Figur
366.955 Hektar Hutan Adat Ditetapkan hingga November 2025
366.955 Hektar Hutan Adat Ditetapkan hingga November 2025
Pemerintah
Suhu Arktik Pecahkan Rekor Terpanas Sepanjang Sejarah, Apa Dampaknya?
Suhu Arktik Pecahkan Rekor Terpanas Sepanjang Sejarah, Apa Dampaknya?
LSM/Figur
Pembelian Produk Ramah Lingkungan Meningkat, tapi Pesan Keberlanjutan Meredup
Pembelian Produk Ramah Lingkungan Meningkat, tapi Pesan Keberlanjutan Meredup
LSM/Figur
Menjaga Napas Terakhir Orangutan Tapanuli dari Ancaman Banjir dan Hilangnya Rimba
Menjaga Napas Terakhir Orangutan Tapanuli dari Ancaman Banjir dan Hilangnya Rimba
LSM/Figur
FWI Soroti Celah Pelanggaran Skema Keterlanjuran Kebun Sawit di Kawasan Hutan
FWI Soroti Celah Pelanggaran Skema Keterlanjuran Kebun Sawit di Kawasan Hutan
LSM/Figur
Menhut Raja Juli Soroti Lemahnya Pengawasan Hutan di Daerah, Anggaran dan Personel Terbatas
Menhut Raja Juli Soroti Lemahnya Pengawasan Hutan di Daerah, Anggaran dan Personel Terbatas
Pemerintah
Menhut Raja Juli Sebut Tak Pernah Beri Izin Pelepasan Kawasan Hutan Setahun Terakhir
Menhut Raja Juli Sebut Tak Pernah Beri Izin Pelepasan Kawasan Hutan Setahun Terakhir
Pemerintah
Krisis Iklim Picu Berbagai Jenis Penyakit, Ancam Kesehatan Global
Krisis Iklim Picu Berbagai Jenis Penyakit, Ancam Kesehatan Global
Pemerintah
Petani Rumput Laut di Indonesia Belum Ramah Lingkungan, Masih Terhalang Biaya
Petani Rumput Laut di Indonesia Belum Ramah Lingkungan, Masih Terhalang Biaya
Pemerintah
Kemenhut Musnahkan 98,8 Hektar Kebun Sawit Ilegal di TN Berbak Sembilang Jambi
Kemenhut Musnahkan 98,8 Hektar Kebun Sawit Ilegal di TN Berbak Sembilang Jambi
Pemerintah
Indonesia Bisa Contoh India, Ini 4 Strategi Kembangkan EBT
Indonesia Bisa Contoh India, Ini 4 Strategi Kembangkan EBT
LSM/Figur
Waspada Hujan Lebat hingga 22 Desember, BMKG Pantau 3 Siklon Tropis
Waspada Hujan Lebat hingga 22 Desember, BMKG Pantau 3 Siklon Tropis
Pemerintah
Walhi NTB Desak Pemerintah Moratorium IPR di 60 Titik
Walhi NTB Desak Pemerintah Moratorium IPR di 60 Titik
LSM/Figur
Banjir Rob Kian Meluas, Akademisi Unair Peringatkan Dampak Jangka Panjang bagi Pesisir Indonesia
Banjir Rob Kian Meluas, Akademisi Unair Peringatkan Dampak Jangka Panjang bagi Pesisir Indonesia
Pemerintah
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau