Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com, 2 Maret 2024, 12:00 WIB
Danur Lambang Pristiandaru

Penulis

KOMPAS.com - Konsep transisi energi yang diusung Pemerintah Indonesia dinilai membingungkan.

Di satu sisi, Indonesia menerima berbagai pendanaan untuk bertransisi energi seperti Energy Transition Mechanism (ETM) dan Just Energy Transition Partnership (JETP).

Namun di sisi lain, Indonesia tampak memberikan izin pada pembangunan pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) batu bara untuk kepentingan industri.

Baca juga: Transisi Energi Hadapi Tantangan, Pemerintah Dinilai Ragu Tinggalkan Bahan Bakar Fosil

Hal tersebut disampaikan Analis Kebijakan Lingkungan Institute for Essential Services Reform (IESR) Ilham Surya dalam webinar bertajuk "Cross-country reflections on coal and just transitions in Colombia, South Africa and Indonesia".

"Indonesia melakukan keadilan distributif terhadap energi fosil dengan keleluasaan akses terhadap listrik dari batu bara dan sejumlah subsidi untuk menjaga keterjangkauan harga," kata Ilham dikutp dari situs web IESR, Kamis (29/2/2024).

Dia menambahkan, pemerintah seharusnya dapat melakukan keadilan distributif untuk mengadopsi energi terbarukan dalam arus transisi energi global ini.

Apalagi, Indonesia telah meratifikasi Persetujuan Paris untuk berkontribusi pada penurunan emisi, termasuk dari sektor energi.

Baca juga: Meneropong Keadilan Transisi Energi PLTS Atap

Menurut Ilham, pendapatan daerah penghasil batu bara di Indonesia sangat bergantung pada industri batu bara.

Minimnya diversifikasi ekonomi di daerah penghasil batu bara akan berdampak pada disrupsi ekonomi jika terjadi penurunan permintaan akibat transisi energi global dan kurangnya mitigasi terhadap perubahan ini.

Sementara itu, Staff Senior National Resource Governance Institute Juliana Pena Nino menyampaikan, kondisi hampir mirip terjadi di Kolombia.

Juliana mengungkapkan, daerah penghasil batu bara di La Guajira dan Cesar di Kolombia sangat bergantung pada royalti dari industri tersebut.

Dia mengatakan, hampir 50 persen pendapatan daerah tersebut berasal dari royalti batu bara dan pada gilirannya memiliki ekonomi yang kurang terdiversifikasi.

Baca juga: SMI Gandeng Eksportir Kanada Akselerasi Transisi Energi

Juliana mendorong pemerintah memanfaatkan royalti ini untuk mengarahkan investasi ke arah diversifikasi ekonomi.

"Tantangannya, pemerintah setempat tidak mempunyai kapasitas untuk mengakses sumber daya ini dan merumuskan proyek ekonomi alternatif," jelasnya.

Sedangkan Ekonom Senior Trade and Industrial Policy Strategies Muhammed Patel menyampaikan kondisi transisi energi di Afria Selatan.

Muhammed memandang pendekatan dari bawah ke atas atau bottom-up merupakan cara yang ideal untuk mendorong partisipasi masyarakat.

Namun, pendekatan tersebut cenderung sulit dilakukan karena umumnya pendekatan di Afrika Selatan bersifat atas ke bawah atau top-down.

Baca juga: SMI dan Tony Blair Institute Bentuk Kerangka Kerja Sosio-ekonomi Demi Transisi Energi Berkeadilan

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
Tekan Emisi, Anak Usaha TAPG Olah Limbah Cair Sawit Jadi Listrik dan Pupuk Organik
Tekan Emisi, Anak Usaha TAPG Olah Limbah Cair Sawit Jadi Listrik dan Pupuk Organik
Swasta
Cegah Greenwashing, OJK Perketat Standar Pengkungkapan Keberlanjutan Perusahaan
Cegah Greenwashing, OJK Perketat Standar Pengkungkapan Keberlanjutan Perusahaan
Pemerintah
Menteri LH Hentikan Operasional Tambang Imbas Banjir Sumatera Barat
Menteri LH Hentikan Operasional Tambang Imbas Banjir Sumatera Barat
Pemerintah
Banjir Sumatera dan Ancaman Sunyi bagi Perempuan, Belajar dari Pengalaman dalam Bencana Likuefaksi di Sulawesi
Banjir Sumatera dan Ancaman Sunyi bagi Perempuan, Belajar dari Pengalaman dalam Bencana Likuefaksi di Sulawesi
LSM/Figur
Warga Bantu Warga, JNE Percepat Distribusi 500 Ton Bantuan ke Sumatera
Warga Bantu Warga, JNE Percepat Distribusi 500 Ton Bantuan ke Sumatera
Swasta
Pasar Software Akuntansi Karbon Diprediksi Meroket sampai 2033
Pasar Software Akuntansi Karbon Diprediksi Meroket sampai 2033
LSM/Figur
Kemenhut Segel Lagi 3 Entitas di Tapanuli Selatan, Diduga Picu Banjir Sumatera
Kemenhut Segel Lagi 3 Entitas di Tapanuli Selatan, Diduga Picu Banjir Sumatera
Pemerintah
Suhu Laut Naik akibat Perubahan Iklim Bikin Siklon di Asia Makin Parah
Suhu Laut Naik akibat Perubahan Iklim Bikin Siklon di Asia Makin Parah
LSM/Figur
Bahan Kimia Sintetis Dalam Pangan Ciptakan Beban Kesehatan 2,2 Triliun Dollar AS Per Tahun
Bahan Kimia Sintetis Dalam Pangan Ciptakan Beban Kesehatan 2,2 Triliun Dollar AS Per Tahun
LSM/Figur
Pendanaan Hijau Diproyeksikan Naik Tahun 2026, Asal..
Pendanaan Hijau Diproyeksikan Naik Tahun 2026, Asal..
Swasta
Longsor di Hulu DAS Padang dan Agam, Kemenhut Lakukan Kajian Mendalam
Longsor di Hulu DAS Padang dan Agam, Kemenhut Lakukan Kajian Mendalam
Pemerintah
BEI Sebut Investasi Berbasis ESG Naik 194 Kali Lipat dalam 1 Dekade Terakhir
BEI Sebut Investasi Berbasis ESG Naik 194 Kali Lipat dalam 1 Dekade Terakhir
Pemerintah
Perkuat Digital Nasional, TIS Kembangkan Kabel Laut TGCS-2 Jakarta–Manado
Perkuat Digital Nasional, TIS Kembangkan Kabel Laut TGCS-2 Jakarta–Manado
Swasta
EIB Global dan Uni Eropa Bersihkan Sampah Laut di Kepulauan Seribu
EIB Global dan Uni Eropa Bersihkan Sampah Laut di Kepulauan Seribu
LSM/Figur
Panas Ekstrem Bikin 8.000 Spesies Terancam Punah, Amfibi dan Reptil Paling Rentan
Panas Ekstrem Bikin 8.000 Spesies Terancam Punah, Amfibi dan Reptil Paling Rentan
LSM/Figur
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau