Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Penyakit Tidak Menular Penyebab Tertinggi Kematian Anak di Indonesia

Kompas.com, 2 Maret 2024, 10:00 WIB
Danur Lambang Pristiandaru

Penulis

KOMPAS.com - Sakit karena penyakit tidak menular menjadi penyebab tertinggi kematian anak di Indonesia.

Badan Pusat Statistik (BPS) dalam Long Form Sensus Penduduk 2020 menyenutkan ada empat penyebab kematian anak.

Keempat penyebab tersebut adalah sakit karena penyakit tidak menular, sakit karena penyakit menular, sakit karena Covid-19, kecelakaan, dan lainnya.

Baca juga: Angka Kematian Bayi di Papua Tertinggi se-Indonesia

Di antara penyebab tersebut, sakit karena penyakit tidak menular berkontribusi terhadap kematian anak sebesar 69,37 persen.

Menrurut Kementerian Kesehatan, penyebab kematian akibat sakit karena penyakit tidak menular tersebut secara umum dikarenakan infeksi, komplikasi, berat badan lahir rendah (BBLR), dan prematur.

Selain sakit karena penyakit tidak menular, ketiga faktor lainnya hanya berkontribusi di bawah 10 persen kematian anak.

Berikut empat penyebab kematian anak di Indonesia berdasarkan persentasenya menurut BPS.

  • Sakit karena penyakit tidak menular: 69,37 persen
  • Lainnya: 9,52 persen
  • Kecelakaan: 9,15 persen
  • Sakit karena Covid-19: 7,81 persen
  • Sakit karena penyakit menular: 4,15 persen

Baca juga: Angka Kematian Anak di DKI Jakarta Terendah se-Indonesia

Angka kematian anak di Indonesia

Menurut hasil Long Form Sensus Penduduk 2020 dari BPS, secara keseluruhan, rata-rata angka kematian anak di Indonesia adalah 2,98 per 1.000 kelahiran hidup.

Untuk diketahui, angka kematian anak adalah jumlah kematian anak berusia satu sampai empat tahun selama satu tahun tertentu per 1.000 kelahiran hidup.

Itu artinya, ada sekitar tiga anak di Indonesia yang meninggal atau tidak dapat mencapai usia lima tahun.

Di sisi lain, terjadi perbedaan atau ketimpangan mengenai angka kematian anak di Indonesia.

Baca juga: Angka Kematian Ibu di DKI Jakarta Terendah se-Indonesia

Papua menjadi provinsi dengan angka kematian anak terbanyak di Indonesia, mencapai 10,88 per 1.000 kelahiran hidup.

Itu artinya, ada sekitar 11 anak di Papua yang meninggal atau tidak dapat mencapai usia lima tahun.

Bila dibandingkan, Daerah Khusus Ibukota (DKI) Jakarta menjadi provinsi dengan angka kematian anak terendah yakni 1,64 per 1.000 kelahiran hidup.

Ini berarti, ada sekitar satu sampai dua anak di DKI Jakarta yang meninggal atau tidak dapat mencapai usia lima tahun.

Baca juga: Angka Kematian Ibu di Papua Tertinggi di Indonesia

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
Arktik Terdalam Memanas, Krisis Iklim Meluas
Arktik Terdalam Memanas, Krisis Iklim Meluas
Pemerintah
IESR: RI Belum Siap Transisi Energi karena Lembaga Pembayaran Gelontorkan Dana ke Energi Fosil
IESR: RI Belum Siap Transisi Energi karena Lembaga Pembayaran Gelontorkan Dana ke Energi Fosil
LSM/Figur
BMKG Perkirakan Hujan Terjadi di Sejumlah Daerah hingga 27 November
BMKG Perkirakan Hujan Terjadi di Sejumlah Daerah hingga 27 November
Pemerintah
Ancaman Pengasaman Laut di Perairan Paparan Sunda
Ancaman Pengasaman Laut di Perairan Paparan Sunda
Pemerintah
Perubahan Iklim Berisiko Tingkatkan Penyakit Pernapasan hingga Gangguan Mental
Perubahan Iklim Berisiko Tingkatkan Penyakit Pernapasan hingga Gangguan Mental
LSM/Figur
Bentrok dengan Komitmen Iklim, Reklamasi Surabaya Ancam 900 Hektar Mangrove
Bentrok dengan Komitmen Iklim, Reklamasi Surabaya Ancam 900 Hektar Mangrove
LSM/Figur
Satu Dekade RI Gagal Capai Target Bauran Energi Terbarukan, Penasihat Presiden: Memang Kita Negara Berkembang
Satu Dekade RI Gagal Capai Target Bauran Energi Terbarukan, Penasihat Presiden: Memang Kita Negara Berkembang
LSM/Figur
Pemerintah Dinilai Tidak Kompak Dorong Energi Terbarukan
Pemerintah Dinilai Tidak Kompak Dorong Energi Terbarukan
LSM/Figur
Prospek Bagus, Penasehat Presiden Jawab Kritik soal Jualan Karbon di COP30
Prospek Bagus, Penasehat Presiden Jawab Kritik soal Jualan Karbon di COP30
Pemerintah
Angklung Digital, Cara Baru Ajak Dunia Merawat Tradisi Tanah Air
Angklung Digital, Cara Baru Ajak Dunia Merawat Tradisi Tanah Air
Pemerintah
Di COP30, Kemenhut Ungkap Komitmen Rehabilitasi 12,7 Juta Ha Lahan Hutan
Di COP30, Kemenhut Ungkap Komitmen Rehabilitasi 12,7 Juta Ha Lahan Hutan
Pemerintah
Komunitas Medis Global Desak Penghapusan Bahan Bakar Fosil di COP30
Komunitas Medis Global Desak Penghapusan Bahan Bakar Fosil di COP30
Pemerintah
Program Smartani Antar Sido Muncul Jadi Peringkat Pertama Indonesia's SDGs Action Awards 2025
Program Smartani Antar Sido Muncul Jadi Peringkat Pertama Indonesia's SDGs Action Awards 2025
BrandzView
UN Women Peringatkan, Kekerasan Digital Berbasis AI Ancam Perempuan
UN Women Peringatkan, Kekerasan Digital Berbasis AI Ancam Perempuan
Pemerintah
Kelaparan Global Bisa Diatasi dengan Kurang dari 1 Persen Anggaran Militer
Kelaparan Global Bisa Diatasi dengan Kurang dari 1 Persen Anggaran Militer
Pemerintah
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme Jernih KOMPAS.com
Memuat pilihan harga...
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme Jernih KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau