Di sisi lain, kenaikan gaji periset UI/UX hingga 7,8 persen serta perancang UI/UX hingga 3,4 persen merupakan bukti bahwa peran UI/UX semakin diakui di Indonesia, sementara gaji analis produk terlihat stagnan.
Namun, sebagian besar posisi senior engineering mengalami pertumbuhan yang cukup stabil dari tahun ke tahun, dimana ada peningkatan sekitar 2-3 persen untuk posisi ini.
Meski terjadi PHK dan penurunan gaji, permintaan terhadap talenta teknologi masih tinggi.
Akibat dari PHK di bidang teknologi membuat peran junior di sektor ini mengalami peningkatan yang signifikan di pasar SDM, khususnya di sektor teknik yang menyebabkan tingginya pasokan kandidat. Sehingga hal ini mengakibatkan penyesuaian gaji yang lebih rendah di berbagai posisi.
Baca juga: Survei: Perempuan Indonesia Wajib Berhenti dari Pekerjaan demi Perawatan
Akan tetapi, beberapa posisi di jenjang karir menengah hingga senior seperti VP Teknik masih kompetitif dan banyak dicari. Hal ini menunjukkan tingginya permintaan terhadap individu dengan keterampilan tinggi.
Di antara talenta-talenta teknologi tersebut, talenta Artificial Intelligence (AI) atau kecerdasan buatan khususnya menjadi primadona di Indonesia dan Vietnam.
Penggunaan teknologi AI yang semakin meningkat juga telah mendorong permintaan terhadap talenta AI dengan berbagai tingkat pengalaman.
Di Indonesia misalnya, gaji untuk posisi AI di tingkat junior melebihi pekerjaan lainnya dengan pengalaman setara, sementara prompt engineer dan trainer yang berbekal lebih dari 10 tahun pengalaman tercatat mendapatkan gaji tertinggi di angka 4.000 dolar AS setiap bulannya.
Ke depannya, seluruh pekerjaan terkait AI pun diperkirakan akan semakin dibayar mahal.
Baca juga: Mayoritas Mahasiswa Kurang Familiar Dampak Pekerjaan Hijau, Butuh Sosialisasi Masif
Peningkatan efisiensi jadi alasan pendiri startup di kawasan ASEAN SEA mengadopsi AI dalam jangka waktu dekat.
Penggunaan AI fokus untuk mengotomatisasikan pekerjaan administratif, pembuatan konten, serta customer service yang menitikberatkan kepada penyederhanaan operasional.
Kemampuan berpikir kritis dan kreatif semakin penting pada era AI. Soft skills seperti berpikir kritis, berpikir kreatif, serta pemecahan masalah semakin menjadi prioritas di kalangan startup di tengah maraknya penggunaan AI.
Selain itu, banyak para pendiri perusahaan yang mengakui bahwa kemahiran dalam pengoperasian alat AI menjadi persyaratan dasar untuk beberapa posisi di bidang teknologi dan non-teknologi, seperti penggunaan email atau excel.
AI meningkatkan produktivitas di tempat kerja, tetapi pekerjaan manusia tetap aman. Para pendiri startup memahami betul bahwa salah satu hambatan terbesar dalam adopsi AI adalah kekhawatiran para karyawannya terkait kehilangan pekerjaan.
Baca juga: Daftar Indikator Tujuan 8 SDGs Pekerjaan Layak dan Pertumbuhan Ekonomi
Co Founder dan CEO Glints Oswald Yeo menuturkan, selama satu tahun ke belakang, kondisi pasar yang kurang optimal telah mengungkap kebutuhan yang lebih besar terhadap kemampuan bertahan dan beradaptasi.
Ke depannya, akan terlihat pergeseran besar menuju angkatan kerja yang bukan hanya fleksibel, tetapi juga cakap AI.
"Meningkatnya perekrutan karyawan lintas batas negara mencerminkan respons yang strategis terhadap kondisi dan dunia kerja yang dinamis, memperluas kumpulan bakat, dan memelihara keberagaman dalam tim, sekaligus meningkatkan efektivitas biaya serta profitabilitas," tuntas Oswald.
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.
Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya