Di samping bertujuan ramah lingkungan, Hadjar menegaskan bahwa konstruksi berkelanjutan juga menguntungkan perusahaan dari segi cost efficiency (efisiensi biaya) dan operasional jangka panjang, meski ada biaya lebih besar di awal.
"Jadi sekarang mindset-nya harus dibalik. Bahwasanya kalau perusahaan melakukan green construction itu sebenarnya kita mendorong cost efficiency dan kompetisi," ujarnya.
Ia melanjutkan, WIKA telah menerapkan prinsip-prinsip ESG, salah satunya pada pusat kepemimpinan berbasis kearifan lokal bernama Wikasatrian, yang berlokasi di antara tiga gunung, yaitu Gunung Salak, Gunung Pangrango, dan Gunung Geulis.
Pelestarian hayati di kawasan yang semula hanya didasarkan pada niat baik dan kepedulian terhadap alam, kata Hadjar, justru kemudian menjadi suatu nilai tambah.
"WIKA telah menjadikan Wikasatrian sebagai representasi implementasi nilai ESG di perusahaan sehingga target menjadi pioneer sekaligus terdepan dalam penerapan ESG di sektor konstruksi dapat diwujudkan," tuturnya.
Saat ini, hutan seluas 14 hektar yang dikelola oleh Wikasatrian telah menjadi rumah bagi 703 jenis flora dan fauna, termasuk 26 spesies flora endemik Jawa Barat yang dibiarkan tumbuh dan berkembang secara alami.
Dengan keanekaragaman hayati tersebut, Wikasatrian berpotensi dalam mengurangi emisi karbon sebesar hingga 800 ton CO2 per tahun.
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.
Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya