Sementara itu, praktisi ekopedagogi dan pendiri Bank Sampah Mengajar Berto Sitompul mengatakan, aksi anak muda masih kurang terhadap lingkungan.
Dijelaskan Berto, walaupun sebagian besar siswa memahami fakta dan menyatakan peduli terhadap isu lingkungan, tetapi mereka tidak menghubungkan fakta itu dengan aksi dan perilaku mereka.
"Hal itu disebabkan oleh pendidikan lingkungan secara tradisional masih mengarah pada pendidikan alam," terangnya.
Di samping itu, kata Berto, pendidikan lingkungan juga masih lebih banyak di ruangan kelas tanpa dihubungkan dengan isu lingkungan dan sosial.
Lebih lanjut, ia menyampaikan empat sistem pengajaran ekopedagogi. Pertama, pengajaran tentang lingkungan sosial dan alam, yakni menyiapkan teks-teks terkait lingkungan hidup bagi anak-anak.
Baca juga: Hyundai Engineering Dukung Pendidikan Digital Balikpapan lewat Hello, E-Dream Project
"Dengan itu, mereka mampu menyingkapkan isu-isu lingkungan terkini, akar dari isu, serta strategi untuk menanggapi isu, baik secara individu dan kolektif," tuturnya.
Kedua, pengajaran melalui lingkungan sosial dan alam, yakni menuntun para pelajar kepada kesadaran akan relasi mereka dengan lingkungan, baik sosial maupun alam.
Ketiga, pengajaran melalui lingkungan sosial dan alam. Yaitu, mengadaptasi tugas-tugas kelas, latihan menulis, kerja kelompok, pengalaman, perjanjian dengan masyarakat, untuk menjelmakan pengetahuan ke dalam aksi sosial, keadilan lingkungan, kesejahteraan, dan keberlanjutan.
"Keempat, pengajaran tentang saling keterkaitan antar mahluk yang berkelanjutan," pungkas Berto.
Baca juga: Tingginya Kekerasan di Lembaga Pendidikan Jadi Persoalan Serius
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya