Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Anggrek Langka Terancam Punah, BRIN Lakukan Upaya Konservasi

Kompas.com, 29 Maret 2024, 17:00 WIB
Faqihah Muharroroh Itsnaini,
Hilda B Alexander

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Pulau Jawa memiliki berbagai jenis tumbuhan yang menghadapi ancaman kepunahan akibat kerusakan habitat alami, salah satunya anggrek langka Dendrobium capra J.J. Smith.

Tumbuhan ini ditetapkan sebagai spesies dengan status terancam punah (endangered) berdasarkan evaluasi International Union for Conservation of Nature and Natural Resources (IUCN) Redlist.

Baca juga: Wisata Mangrove Jambi Diapresiasi, Serap Karbon 6 Kali Lipat Tanaman Biasa

Peneliti Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) menyebutkan bahwa kerusakan habitat alami menyebabkan banyak tumbuhan kesulitan bertahan hidup hingga mengalami kepunahan.

"Untuk mencegah kepunahan D. capra, diperlukan penelitian dan perbanyakan tumbuhan sebagai upaya konservasi ex situ yang komprehensif," ujar peneliti Ahli Utama Pusat Riset Biosistematika dan Evolusi BRIN, Destario Metusala, dikutip laman resmi, Jumat (29/3/2024). 

Tentang anggrek D. capra

Sebagai informasi, D. capra merupakan anggrek native dari dataran rendah Jawa Timur dengan nama daerah Anggrek Larat Hijau.

D. capra tumbuh dengan panjang batang mencapai 40 cm dan dapat tumbuh dengan baik jika ditanam di dataran rendah 50–80 meter di atas permukaan laut (mdpl) hingga dataran tinggi di ketinggian 800 mdpl.

Destario menjelaskan, spesies D. capra mempunyai bentuk kehidupan epifit yang beradaptasi dengan habitat kering di dataran rendah perkebunan jati.

Sehingga kerusakan habitat alaminya terjadi karena kegiatan pemanenan kayu pohon jati secara berkala.

Baca juga: Indonesia Simpan Potensi Obat Herbal Hewan dari 30.000 Spesies Tanaman

D. capra berbunga pada akhir musim kemarau, yakni pada kurun waktu bulan Agustus dan Desember.

Masa mekar bunga adalah sekitar 12–14 hari, di mana bunga sudah mekar sempurna dan matang secara fisiologis.

Adapun proses perkembangan buah membutuhkan waktu 75 hari sejak proses pembuahan sampai dengan buah matang dan siap dipanen. Buah sebaiknya dipanen sebelum pecah, hal tersebut untuk menjaga agar bijinya tetap utuh.

"Biji tersebut yang kemudian digunakan sebagai benih perbanyakan D. capra secara kultur in vitro," imbuh Destario.

Jumlah sedikit

Peneliti Ahli Muda Pusat Riset Biosistematika dan Evolusi BRIN, Ina Erlinawati menyebutkan jumlah individu D. capra terbanyak terdapat di RPH Dodol dengan jumlah 155 individu, di mana sebanyak 23 dikategorikan sebagai individu dewasa.

Ia menambahkan, di RPH Sukun ditemukan 43 individu, tanpa satupun individu yang dikategorikan sebagai individu dewasa.

Baca juga: Tanaman Hias Bisa Bantu Redam Panas Ekstrem, Ini Pilihannya

Sedangkan di RPH Sugihan, untuk pertama kalinya dilaporkan bahwa D. capra ditemukan dengan jumlah spesies yang sangat sedikit, yakni 17 individu, dan hanya 8 yang dikategorikan individu dewasa.

Halaman:

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
CIMB Niaga Salurkan 'Green Financing' Syariah ke IKPT untuk Dukung Transisi Energi
CIMB Niaga Salurkan "Green Financing" Syariah ke IKPT untuk Dukung Transisi Energi
Swasta
Permintaan Batu Bara Dunia Capai Puncak Tahun Ini, Tapi Melandai 2030
Permintaan Batu Bara Dunia Capai Puncak Tahun Ini, Tapi Melandai 2030
Pemerintah
Pulihkan Ekosistem Sungai, Jagat Satwa Nusantara Lepasliarkan Ikan Kancra di Bogor
Pulihkan Ekosistem Sungai, Jagat Satwa Nusantara Lepasliarkan Ikan Kancra di Bogor
LSM/Figur
Riau dan Kalimantan Tengah, Provinsi dengan Masalah Kebun Sawit Masuk Hutan Paling Rumit
Riau dan Kalimantan Tengah, Provinsi dengan Masalah Kebun Sawit Masuk Hutan Paling Rumit
LSM/Figur
366.955 Hektar Hutan Adat Ditetapkan hingga November 2025
366.955 Hektar Hutan Adat Ditetapkan hingga November 2025
Pemerintah
Suhu Arktik Pecahkan Rekor Terpanas Sepanjang Sejarah, Apa Dampaknya?
Suhu Arktik Pecahkan Rekor Terpanas Sepanjang Sejarah, Apa Dampaknya?
LSM/Figur
Pembelian Produk Ramah Lingkungan Meningkat, tapi Pesan Keberlanjutan Meredup
Pembelian Produk Ramah Lingkungan Meningkat, tapi Pesan Keberlanjutan Meredup
LSM/Figur
Menjaga Napas Terakhir Orangutan Tapanuli dari Ancaman Banjir dan Hilangnya Rimba
Menjaga Napas Terakhir Orangutan Tapanuli dari Ancaman Banjir dan Hilangnya Rimba
LSM/Figur
FWI Soroti Celah Pelanggaran Skema Keterlanjuran Kebun Sawit di Kawasan Hutan
FWI Soroti Celah Pelanggaran Skema Keterlanjuran Kebun Sawit di Kawasan Hutan
LSM/Figur
Menhut Raja Juli Soroti Lemahnya Pengawasan Hutan di Daerah, Anggaran dan Personel Terbatas
Menhut Raja Juli Soroti Lemahnya Pengawasan Hutan di Daerah, Anggaran dan Personel Terbatas
Pemerintah
Menhut Raja Juli Sebut Tak Pernah Beri Izin Pelepasan Kawasan Hutan Setahun Terakhir
Menhut Raja Juli Sebut Tak Pernah Beri Izin Pelepasan Kawasan Hutan Setahun Terakhir
Pemerintah
Krisis Iklim Picu Berbagai Jenis Penyakit, Ancam Kesehatan Global
Krisis Iklim Picu Berbagai Jenis Penyakit, Ancam Kesehatan Global
Pemerintah
Petani Rumput Laut di Indonesia Belum Ramah Lingkungan, Masih Terhalang Biaya
Petani Rumput Laut di Indonesia Belum Ramah Lingkungan, Masih Terhalang Biaya
Pemerintah
Kemenhut Musnahkan 98,8 Hektar Kebun Sawit Ilegal di TN Berbak Sembilang Jambi
Kemenhut Musnahkan 98,8 Hektar Kebun Sawit Ilegal di TN Berbak Sembilang Jambi
Pemerintah
Indonesia Bisa Contoh India, Ini 4 Strategi Kembangkan EBT
Indonesia Bisa Contoh India, Ini 4 Strategi Kembangkan EBT
LSM/Figur
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau