KOMPAS.com - Pulau Jawa memiliki berbagai jenis tumbuhan yang menghadapi ancaman kepunahan akibat kerusakan habitat alami, salah satunya anggrek langka Dendrobium capra J.J. Smith.
Tumbuhan ini ditetapkan sebagai spesies dengan status terancam punah (endangered) berdasarkan evaluasi International Union for Conservation of Nature and Natural Resources (IUCN) Redlist.
Baca juga: Wisata Mangrove Jambi Diapresiasi, Serap Karbon 6 Kali Lipat Tanaman Biasa
Peneliti Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) menyebutkan bahwa kerusakan habitat alami menyebabkan banyak tumbuhan kesulitan bertahan hidup hingga mengalami kepunahan.
"Untuk mencegah kepunahan D. capra, diperlukan penelitian dan perbanyakan tumbuhan sebagai upaya konservasi ex situ yang komprehensif," ujar peneliti Ahli Utama Pusat Riset Biosistematika dan Evolusi BRIN, Destario Metusala, dikutip laman resmi, Jumat (29/3/2024).
Sebagai informasi, D. capra merupakan anggrek native dari dataran rendah Jawa Timur dengan nama daerah Anggrek Larat Hijau.
D. capra tumbuh dengan panjang batang mencapai 40 cm dan dapat tumbuh dengan baik jika ditanam di dataran rendah 50–80 meter di atas permukaan laut (mdpl) hingga dataran tinggi di ketinggian 800 mdpl.
Destario menjelaskan, spesies D. capra mempunyai bentuk kehidupan epifit yang beradaptasi dengan habitat kering di dataran rendah perkebunan jati.
Sehingga kerusakan habitat alaminya terjadi karena kegiatan pemanenan kayu pohon jati secara berkala.
Baca juga: Indonesia Simpan Potensi Obat Herbal Hewan dari 30.000 Spesies Tanaman
D. capra berbunga pada akhir musim kemarau, yakni pada kurun waktu bulan Agustus dan Desember.
Masa mekar bunga adalah sekitar 12–14 hari, di mana bunga sudah mekar sempurna dan matang secara fisiologis.
Adapun proses perkembangan buah membutuhkan waktu 75 hari sejak proses pembuahan sampai dengan buah matang dan siap dipanen. Buah sebaiknya dipanen sebelum pecah, hal tersebut untuk menjaga agar bijinya tetap utuh.
"Biji tersebut yang kemudian digunakan sebagai benih perbanyakan D. capra secara kultur in vitro," imbuh Destario.
Peneliti Ahli Muda Pusat Riset Biosistematika dan Evolusi BRIN, Ina Erlinawati menyebutkan jumlah individu D. capra terbanyak terdapat di RPH Dodol dengan jumlah 155 individu, di mana sebanyak 23 dikategorikan sebagai individu dewasa.
Ia menambahkan, di RPH Sukun ditemukan 43 individu, tanpa satupun individu yang dikategorikan sebagai individu dewasa.
Baca juga: Tanaman Hias Bisa Bantu Redam Panas Ekstrem, Ini Pilihannya
Sedangkan di RPH Sugihan, untuk pertama kalinya dilaporkan bahwa D. capra ditemukan dengan jumlah spesies yang sangat sedikit, yakni 17 individu, dan hanya 8 yang dikategorikan individu dewasa.
"Keberadaan individu dewasa D. capra yang jumlahnya di bawah 50 individu inilah yang menjadi faktor utama D. capra dapat dikategorikan sebagai spesies sangat terancam (Critically Endangered)," tutur Ina.
Hal tersebut juga terlihat dari menurunnya jumlah populasi spesies ini dari tahun ke tahun.
Menurutnya, selain penebangan pohon jati sebagai tempat hidup anggrek, penurunan populasi spesies tersebut juga disebabkan oleh adanya eksploitasi anggrek sebagai anggrek komersial yang diperjualbelikan, tanpa dibarengi upaya budidaya dan konservasi.
Sementara, Peneliti Ahli Muda Pusat Riset Botani Terapan BRIN, Melisnawati H. Angio menyimpulkan D. capra hanya tersebar di Jawa Timur dengan jangkauan terbatas.
Populasi D. capra di Pulau Jawa mengalami penurunan berdasarkan observasi lapangan. Oleh karena itu, pelestarian D. capra dari kepunahan alami memerlukan program konservasi yang komprehensif.
”Sebagai bagian dari program konservasi anggrek terancam punah dataran rendah Pulau Jawa, tanaman ini telah dikumpulkan sebagai koleksi ex-situ di Kawasan Konservasi Ilmiah (KKI) Kebun Raya Purwodadi BRIN,” ujar Melis.
Baca juga: Tanaman Tumbuh Lebih Cepat di Antarktika, Tanda Bahaya Bagi Bumi
Anggrek diaklimatisasi di rumah kaca, setelah aklimatisasi berhasil, tanaman dapat tumbuh dengan baik ketika dipindah pada media arang atau media lempengan kayu.
Peneliti Ahli Utama Pusat Riset Hortikultura BRIN, Kurniawan Budiarto menambahkan bahwa hasil perbanyakan D. Capra tidak hanya ditanam sebagai koleksi ex situ tumbuhan di KKI Kebun Raya Purwodadi BRIN.
"Sesimen herbariumnya juga telah dibuat dan diserahkan sebagai koleksi di Herbarium Bogoriense sebagai bukti dari hasil penelitian serta repositori dan database ilmiah keanekaragaman hayati Indonesia," ujar dia.
Sebagai informasi, konservasi ex-situ merupakan kesempatan terakhir untuk menyelamatkan anggrek termasuk D. Capra dari kepunahan.
Ketika spesies di alam mengalami degradasi dan kepunahan, koleksi ex-situ berfungsi sebagai bahan cadangan perbanyakan tumbuhan dan penelitian.
"Penelitian mengenai perbanyakan anggrek D. capra pun terus dilakukan untuk mendukung program konservasi anggrek," pungkasnya.
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.
Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya