Keempat negara tersebut adalah Indonesia, Malaysia, Singapura, dan Vietnam.
Laporan tersebut menyerukan lebih banyak kebijakan dan insentif, kerja sama regional yang lebih besar, dan fokus berkelanjutan pada teknologi yang sudah dapat diterapkan.
Baca juga: PLN dan Perusahaan China Kaji Pengembangan Energi Hijau di Sulawesi
"Kabar baiknya adalah Asia Tenggara masih sangat awal dalam perjalanan dekarbonisasi, sehingga mereka mendapat manfaat dari banyaknya upaya untuk mengurangi emisi saat ini," kata Tan.
Laporan tersebut menyebutkan, ada 13 ide yang dapat diinvestasikan untuk menghasilkan pendapatan sebesar 150 miliar dollar AS pada 2030, termasuk pertanian berkelanjutan dan pembangkit listrik energi terbarukan berskala utilitas.
Asia Tenggara adalah wilayah dengan kinerja terburuk kedua dalam hal investasi energi terbarukan, setelah Afrika Sub-Sahara, menurut laporan pada bulan April oleh Dewan Pembangunan Ekonomi Singapura dan konsultan McKinsey.
Laporan tersebut mengatakan, instalasi pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) tahunan perlu ditingkatkan menjadi 35 gigawatt (GW) selama periode 2030-2050 jika janji net zero emission (NZE) regional ingin dipenuhi.
Baca juga: Tip Makan Bertanggung Jawab untuk Jalani Ramadhan Hijau
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya