KOMPAS.com - Direktur Biomassa PLN Energi Primer Indonesia (EPI) Antonius Aris Sudjatmiko mengatakan, biomassa yang dipakai untuk campuran pembakaran batu bara atau co-firing di pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) berasal dari limbah.
Limbah biomassa tersebut berasal dari berbagai macam sumber seperti limbah gergaji, sekam padi, limbah tebu, batang singkong, cangkang sawit, cacahan kayu dari replanting karet, dan lain sebagainya.
Sebelumnya, sejumlah organisasi mengkhawatirkan penggunaan biomassa sebagai bahan co-firing PLTU batu bara dapat memicu deforestasi yang lebih besar sehingga menimbulkan emisi yang lebh tinggi.
Baca juga: Studi: Co-firing PLTU Batu Bara Bikin Emisi Tambah 26,5 Juta Ton
Aris menyampaikan, dari semua biomassa yang dipakai untuk co-firing di PLTU, tidak ada yang berbasis hutan tanaman industri.
"Tidak sejumput pun biomasa yang kami pakai untuk co-firing berasal dari hutan tanaman industri," kata Aris saat dihubungi Kompas.com, Jumat (10/5/2024).
Dengan demikian, kata Aris, tidak ada tanaman di hutan tanaman energi yang ditebang untuk dipakai sebagai campuran co-firing PLTU selama ini.
Sepanjang 2023, serapan biomassa untuk co-firing di 43 PLTU mencapai 1 juta ton untuk campuran batu bara dengan rasio antara 1-3 persen.
Baca juga: Co-firing EBTKE di 43 PLTU Sukses Kurangi Emisi Karbon 1,1 Juta Ton
Penggunaan biomassa tersebt dapat mereduksi emisi hingga 1,05 juta ton karbon dioksida pada dari pembakaran PLTU sepanjang 2023.
Dengan memanfaatkan limbah sebagai biomassa, Aris menyampaikan emisi yang dapat dicegah lepas ke atmosfer sebenarnya jauh lebih besar.
Jika dinilai dari daur hidupnya, membakar limbah biomassa dapat mencegah lepasnya emisi metana dan dinitrogen oksida ke atmosfer.
"Limbah gergaji atau sekam padi misalnya. Bila didiamkan atau ditimbun begitu saja, limbah itu akan terfermentasi sehingga mengeluarkan emisi metana. Itu yang kami kejar, berbasis limbah bukan berbais hutan tanaman industri," ucap Aris.
Baca juga: Penelitian: Co-firing Bukan Solusi Efektif Pangkas Emisi dan Polusi PLTU Batu Bara
Bila dibandingkan lagi dengan batu bara, emisi dari siklus hidup limbah biomassa jauh lebih kecil.
Aris berujar, dari 100 persen emisi batu bara sepanjang siklus hidupnya, emisi dari limbah biomassa hanya 5 persen.
"Kalau batu bara pertama-tama pasti menebang pohon, lalu mengupas pemukaan bumi, jadi keluar emisinya. Lalu dibuka lapisan pertama. Itu belum dibakar (batu baranya), baru membuka tambang," tutur Aris.
Diberitakan Kompas.com sebelumnya, konsumsi biomassa ditarget mencapai 10,2 juta ton dengan implementasi co-firing di 52 PLTU PLN.
Aris menjamin kebutuhan tersebut dapat dipasok dengan limbah biomassa tanpa mengambil dari hutan tanaman industri.
Baca juga: Mengenal Penggunaan Woodchips dalam Sistem Co-Firing PLTU Bangka
Potensi limbah biomassa sebagai campuran batu bara untuk PLTU dinilai Aris sangat melimpah ruah di Indonesia.
Selain itu, ada beberapa jenis limbah biomassa yang berpotensi untuk diserap seperti limbah sagu dan aren.
Dia menambahkan, PLN EPI juga menginisiasi penanaman tanaman energi di lahan kritis di Gunung Kidul, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY).
Dalam inisiasi tersebut, kayu-kayu dari tanaman energi dapat dipakai sebagai bahan biomassa. Sedangkan dedaunannya bisa dimanfaatkan untuk pakan ternak.
"Masyarakat butuh tanaman ternak, kami beri tanaman yang daunnya buat pakan ternak. Lalu rantingnya nanti dipakai untuk biomassa," ucap Aris.
Baca juga: Ini Tiga Upaya Pengembangan Biomassa untuk Co-firing PLTU
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya