Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

23 Provinsi Punya Prevalensi Stunting di Atas Nasional

Kompas.com, 10 Mei 2024, 14:00 WIB
Danur Lambang Pristiandaru

Penulis

KOMPAS.com - Lebih dari separuh dari total provinsi di Indonesia memiliki angka prevalensi stunting di atas rata-rata nasional.

Untuk diketahui, prevalensi stunting alias tengkes pada bayi di bawah lima tahun (balita) di Indonesia pada 2023 menurun 0,1 persen dibandingkan 2022.

Menurut Survei Kesehatan Indonesia (SKI) 2023 yang dirilis Kementerian Kesehatan (Kemkes), prevalensi stunting tahun 2023 sebanyak 21,5 persen.

Baca juga: Perubahan Iklim Berkaitan Erat dengan Kasus Stunting

Itu berarti, sekitar satu dari lima balita di Indonesia mengalami tengkes. Sedangkan pada 2022 prevalensi stuntingnya 21,6 persen.

Dari 38 provinsi di Indonesia, lebih dari setengahnya atau tepatnya 23 provinsi memiliki prevalensi stunting di atas rata-rata nasional.

Dengan kata lain, ada 15 provinsi yang memiliki prevalensi stunting di bawah angka nasional atau 21,5 persen.

Capaian tersebut menurun bila dibandingkan tahun 2022.

Baca juga: 10 Provinsi dengan Prevalensi Stunting Tertinggi 2023

Pasalnya, dalam Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) 2022, ada 18 provinsi yang memiliki prevalensi stunting di atas rata-rata nasional.

Jumlah provinsi yang tercatat dalam SSGI 2022 juga lebih sedikit bila dibandingkan SKI 2023 yakni 34 provinsi.

Empat provinsi yang tercatat dalam SKI 2023 adalah Papua Selatan, Papua Tengah, dan Papua Pegunungan yang merupakan pemekaran di wilayah Papua.

Dilansir dari SKI 2023, berikut 23 provinsi dengan prevalensi stunting balita di atas rata-rata nasional.

Baca juga: Prevalensi Stunting RI Hanya Turun 0,1 Persen, Menkes Ungkap Sebabnya

  1. Papua Tengah: 39,2 persen
  2. Nusa Tenggara Timur: 37,9 persen
  3. Papua Pegunungan: 37,3 persen
  4. Papua Barat Daya: 31,0 persen
  5. Sulawesi Barat: 30,3 persen
  6. Sulawesi Tenggara: 30,0 persen
  7. Aceh: 29,4 persen
  8. Papua: 28,6 persen
  9. Maluku: 28,4 persen
  10. Sulawesi Selatan: 27,4 persen
  11. Sulawesi Tengah: 27,2 persen
  12. Gorontalo: 26,9 persen
  13. Papua Selatan: 25,0 persen
  14. Papua Barat: 24,8 persen
  15. Kalimantan Selatan: 24,7 persen
  16. Nusa Tenggara Barat: 24,6 persen
  17. Kalimantan Barat: 24,5 persen
  18. Banten: 24,0 persen
  19. Maluku Utara: 23,7 persen
  20. Sumatera Barat: 23,6 persen
  21. Kalimantan Tengah: 23,5 persen
  22. Kalimantan Timur: 22,9 persen
  23. Jawa Barat: 21,7 persen

Baca juga: Partisipasi Masyarakat di Posyandu Jadi Kunci Penurunan Stunting

Dalam SKI 2023, prevalensi stunting di Indonesia dipengaruhi dalam tiga periode kehamilan, periode kelahiran, hingga periode pasca kelahiran.

Dibandingkan tahun 2022, pada 2023 proporsi ibu hamil yang memiliki risiko kekurangan energi kronik (KEK) meningkat, sedangkan pemeriksaan kehamilan (K4) menurun.

Ibu hamil dengan risiko KEK dan K4 menjadi determinan status gizi yang penting diperhatina sebelum bayi lahir dan perlu mendapat perhatian.

Faktor lain yang tidak kalah penting yang memicu stunting adalah kehadiran akses air bersih dan sanitasi yang layak.

Baca juga: Hasilkan Data Stunting Sesuai, Pengukuran Balita di Posyandu Harus Seragam

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
COP30: 300 Juta Dollar AS Dialokasikan untuk Riset Kesehatan Iklim
COP30: 300 Juta Dollar AS Dialokasikan untuk Riset Kesehatan Iklim
Pemerintah
Startup Indonesia Perkuat Ekosistem Inovasi Berkelanjutan lewat Nusantara Innovation Hub
Startup Indonesia Perkuat Ekosistem Inovasi Berkelanjutan lewat Nusantara Innovation Hub
Swasta
WEF: Transisi Hijau Ciptakan 9,6 Juta Lapangan Kerja Baru pada 2030
WEF: Transisi Hijau Ciptakan 9,6 Juta Lapangan Kerja Baru pada 2030
Pemerintah
Celios: Banyak Negara Maju Belum Bayar Utang Ekologis ke Negara Berkembang
Celios: Banyak Negara Maju Belum Bayar Utang Ekologis ke Negara Berkembang
Pemerintah
Skandal Sawit Kalteng: 108 Perusahaan Masuk Kawasan Hutan, Ogah Bangun Kebun Plasma
Skandal Sawit Kalteng: 108 Perusahaan Masuk Kawasan Hutan, Ogah Bangun Kebun Plasma
LSM/Figur
Tantangan Menggeser Paradigma Bisnis Sawit dari Produktivitas ke Keberlanjutan
Tantangan Menggeser Paradigma Bisnis Sawit dari Produktivitas ke Keberlanjutan
Swasta
Masyarakat Adat Jaga Ekosistem, tapi Hanya Terima 2,9 Persen Pendanaan Iklim
Masyarakat Adat Jaga Ekosistem, tapi Hanya Terima 2,9 Persen Pendanaan Iklim
LSM/Figur
Laporan Mengejutkan: Cuma 19 Persen Perusahaan Sawit di Kalteng Lolos Administrasi
Laporan Mengejutkan: Cuma 19 Persen Perusahaan Sawit di Kalteng Lolos Administrasi
LSM/Figur
Laporan Ceres: Kemajuan Keberlanjutan Air Korporat Terlalu Lambat
Laporan Ceres: Kemajuan Keberlanjutan Air Korporat Terlalu Lambat
Pemerintah
Konsumsi Air Dunia Melonjak 25 Persen, Bank Dunia Ungkap Bumi Menuju Kekeringan
Konsumsi Air Dunia Melonjak 25 Persen, Bank Dunia Ungkap Bumi Menuju Kekeringan
Pemerintah
COP30: 70 Organisasi Dunia Desak Kawasan Bebas Energi Fosil di Hutan Tropis
COP30: 70 Organisasi Dunia Desak Kawasan Bebas Energi Fosil di Hutan Tropis
LSM/Figur
Perkuat Ketahanan Lingkungan dan Ekonomi Warga, Bakti BCA Restorasi Mata Air dan Tanam 21.000 Pohon
Perkuat Ketahanan Lingkungan dan Ekonomi Warga, Bakti BCA Restorasi Mata Air dan Tanam 21.000 Pohon
Swasta
Koalisi Masyarakat Sipil: Program MBG Harus Dihentikan dan Dievaluasi
Koalisi Masyarakat Sipil: Program MBG Harus Dihentikan dan Dievaluasi
LSM/Figur
5,2 Ha Lahan Hutan di Karawang Jadi Tempat Sampah Ilegal
5,2 Ha Lahan Hutan di Karawang Jadi Tempat Sampah Ilegal
Pemerintah
BMKG Prediksi Cuaca Ekstrem Landa Sejumlah Daerah Sepekan ke Depan
BMKG Prediksi Cuaca Ekstrem Landa Sejumlah Daerah Sepekan ke Depan
Pemerintah
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme Jernih KOMPAS.com
Memuat pilihan harga...
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme Jernih KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau