Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Waspada: Saat Bernapas, Partikel Kecil Polusi Plastik Bisa Terhirup

Kompas.com, 11 Mei 2024, 13:00 WIB
Faqihah Muharroroh Itsnaini,
Hilda B Alexander

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Berdasarkan sebuah penelitian terkini, ditemukan bahwa partikel kecil dari polusi plastik dapat masuk ke dalam paru-paru setiap kali kita bernapas. 

Disebut sebagai mikroplastik atau nanoplastik, sebuah penelitian dari University of Technology Sydney telah menggunakan model komputer yang kompleks untuk mengetahui apa yang terjadi saat manusia menghirup partikel-partikel ini. 

“Polusi udara akibat partikel plastik kini tersebar luas dan penghirupan menempati urutan kedua yang paling mungkin menyebabkan paparan pada manusia,” kata penulis utama penelitian tersebut, Dr Suvash Saha.

Baca juga: Dunia Menanti Negosiasi Perjanjian Polusi Plastik di Kanada

Selain itu, asupan oral, atau dengan kata lain makan dan meminumnya, juga merupakan jalur paparan yang paling umum.

Dilansir dari euronews.green, Jumat (10/5/2024), penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa mikroplastik dan nanoplastik tersebar luas di luar maupun di dalam ruangan, sehingga cukup berbahaya. 

Bagaimana plastik masuk ke paru-paru?

Studi tersebut menemukan bahwa pola pernapasan berpengaruh dalam menentukan tujuan berakhirnya partikel plastik tersebut.

Baca juga: Indonesia-UEA Kerja Sama Tangani Sampah Plastik di Laut RI

"Nafas cepat di mana udara bergerak cepat melalui hidung dan tenggorokan dapat menyebabkan partikel yang lebih besar tersangkut di saluran pernapasan bagian atas," terang Saha.

Sementara itu, pernapasan yang lebih lambat membuat partikel yang lebih kecil, terutama nanoplastik, memiliki lebih banyak waktu untuk bergerak lebih jauh ke dalam sistem pernapasan.

"Mereka berpotensi mencapai struktur sensitif dan halus yang ditemukan jauh di dalam paru-paru," ujar Saha.

Bentuk partikel plastik juga berpengaruh dalam menentukan di mana partikel-partikel ini berakhir.

Baca juga: Peringati Hari Bumi, Komunitas Ingatkan Bahaya Sampah Plastik di Lautan

Penelitian menunjukkan bahwa pecahan yang bentuknya tidak beraturan akan bisa lolos lebih baik dari mekanisme penyaringan alami tubuh.

Sementara itu, beberapa area di paru-paru membuat plastik juga lebih mungkin menumpuk dan berpotensi menyebabkan masalah kesehatan.

Masalah kesehatan saat plastik menumpuk di paru-paru

Sebagai informasi, sumber utama plastik ini biasanya diproduksi untuk beragam kosmetik dan produk perawatan tubuh. Sedangkan sumber sekundernya adalah pecahan yang tercipta dari penguraian produk plastik yang lebih besar, seperti misalnya botol air atau pakaian.

Baca juga: Planet vs Plastic Jadi Tema Hari Bumi 2024, Tuntut Pengurangan Plastik

Adapun dari penelitian itu, diketahui bahwa partikel plastik ini meningkatkan kerentanan manusia terhadap berbagai kelainan paru-paru. Termasuk penyakit paru obstruktif kronik, fibrosis, dispnea (sesak napas), asma, dan lesi abnormal di paru-paru. 

Dr Saha pun menekankan bahwa ada banyak bukti mengenai dampak mikroplastik dan nanoplastik terhadap kesehatan pernapasan.

"Studi ini dapat membantu memberikan wawasan penting untuk memerangi potensi risiko dan memastikan intervensi kesehatan yang efektif," pungkas Saha. 

 

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
Guru Besar IPB Sebut Kebun Sawit di Sumatera Bisa Jadi Hutan Kembali
Guru Besar IPB Sebut Kebun Sawit di Sumatera Bisa Jadi Hutan Kembali
Pemerintah
Banjir Sumatera Jadi Pelajaran, Kalimantan Utara Siapkan Regulasi Cegah Ekspansi Sawit
Banjir Sumatera Jadi Pelajaran, Kalimantan Utara Siapkan Regulasi Cegah Ekspansi Sawit
Pemerintah
Panas Ekstrem Ganggu Perkembangan Belajar Anak Usia Dini
Panas Ekstrem Ganggu Perkembangan Belajar Anak Usia Dini
Pemerintah
Implementasi B10 Hemat Rp 100 T Per Tahun, Ini Strategi Pertamina agar Pasokan Stabil
Implementasi B10 Hemat Rp 100 T Per Tahun, Ini Strategi Pertamina agar Pasokan Stabil
BUMN
Genjot Pengumpulan Botol Plastik PET, Coca-Cola Indonesia Luncurkan Program “Recycle Me” 2025
Genjot Pengumpulan Botol Plastik PET, Coca-Cola Indonesia Luncurkan Program “Recycle Me” 2025
Swasta
KLH Janji Tindak Tegas Perusahaan yang Picu Banjir di Sumatera Utara
KLH Janji Tindak Tegas Perusahaan yang Picu Banjir di Sumatera Utara
Pemerintah
27 Harimau Sumatera Terdeteksi di Leuser, Harapan Baru untuk Konservasi
27 Harimau Sumatera Terdeteksi di Leuser, Harapan Baru untuk Konservasi
LSM/Figur
Proyek Bioetanol Kurang Libatkan Petani, Intensifikasi Lahan Perkebunan Belum Optimal
Proyek Bioetanol Kurang Libatkan Petani, Intensifikasi Lahan Perkebunan Belum Optimal
Swasta
Perempuan dan Anak Jadi Korban Ganda dalam Bencana Sumatera, Mengapa?
Perempuan dan Anak Jadi Korban Ganda dalam Bencana Sumatera, Mengapa?
LSM/Figur
4 Gajah Terlatih Bantu Angkut Material akibat Banjir di Aceh
4 Gajah Terlatih Bantu Angkut Material akibat Banjir di Aceh
Pemerintah
BMKG Imbau Waspadai Cuaca Ekstrem Selama Natal 2025 dan Tahun Baru 2026
BMKG Imbau Waspadai Cuaca Ekstrem Selama Natal 2025 dan Tahun Baru 2026
Pemerintah
COP30 Dinilai Gagal Bangkitkan Ambisi Dunia Hadapi Krisis Iklim
COP30 Dinilai Gagal Bangkitkan Ambisi Dunia Hadapi Krisis Iklim
LSM/Figur
Dorong Kesejahteraan Masyarakat, IPB University Perkuat Sosialisasi CIBEST ke Berbagai Pesantren
Dorong Kesejahteraan Masyarakat, IPB University Perkuat Sosialisasi CIBEST ke Berbagai Pesantren
Pemerintah
Menteri LH Sebut Gelondongan Kayu Terseret Banjir Sumatera Bisa Dimanfaatkan
Menteri LH Sebut Gelondongan Kayu Terseret Banjir Sumatera Bisa Dimanfaatkan
Pemerintah
Bioetanol dari Sorgum Disebut Lebih Unggul dari Tebu dan Singkong, tapi..
Bioetanol dari Sorgum Disebut Lebih Unggul dari Tebu dan Singkong, tapi..
LSM/Figur
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau