KOMPAS.com - Gelaran forum air terakbar di dunia, World Water Forum (WWF) ke-10 tinggal menghitung hari.
Forum yang mempertemukan para pemangku kepentingan lintas negara dan organisasi internasional tersebut akan dilansungkan di Bali selama sepekan, mulai 18-25 Mei 2024.
WWF ke-10 akan tema "Water for Shared Prosperity" yang terdiri dari tiga proses utama yaitu proses politik, proses regional, dan proses tematik dengan melibatkan seluruh pemangku kepentingan terkait.
Rangkaian acara akan dibuka dengan Balinese Water Purification dengan konsep kegiatan Rahina Tumpek Uye dan Upacara Segara Kerthi.
Selain itu, ada ritual melukat yang menjadi salah satu agenda lain dalam WWF ke-10 di Bali.
Baca juga: Indonesia Jadi Tuan Rumah WWF ke 10, Apa Manfaatnya?
Dilansir dari pemberitaan Kompas.com, melukat adalah tradisi pembersihan diri yang sudah ada sejak 5.000.
Mantan Ketua Parisadha Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Bali I Gusti Ngurah Sudiana mengatakan, melukat berasal dari kata sulukat.
"Su" artinya baik sedangkan "lukat" artinya penyucian. Dari kedua kata tersebut, didadaptkan arti menyucukan diri untuk memperoleh kebaikan.
Melukat merupakan ritual untuk membuang sifat kotor di dalam diri manusia. Selain itu, melukat juga menjadi bentuk persiapan diri sebagai umat manusia untuk memulai kehidupan baru.
Baca juga: 10 Hotel di Nusa Dua Jadi Tempat Inap Tamu VIP dan VVIP WWF
Ketua Parisadha Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Bali I Nyoman Kenak mengungkapkan, ritual melukat menggunakan air sebagai sarananya.
Air yang digunakan berasal dari air alami atau mata air yang disakralkan dan air yang didoakan.
Dilansir dari Antara, pelaksanaan melukat meliputi dua hal yaitu sebelum upacara agama dilaksanakan dan dilakukan untuk membersihkan diri sendiri.
Ritual melukat sebelum upacara agama dilakukan oleh pemuka agama yang memercikkan air suci terhadap sarana upacara keagamaan.
Baca juga: Siap Layani Delegasi WWF ke-10, 440 Mobil Listrik Tiba di Pelabuhan Benoa
Sedangkan melukat untuk membersihkan diri sendiri ada dua cara yang bisa dilakukan. Pertama, dipimpin oleh sulinggih yakni orang yang disucikan atau pemuka agama Hindu. Kedua, dilakukan diri sendiri.
Melukat yang dipimpin sulinggih bisa dilakukan di gria atau kediaman sulinggih dengan terlebih dahulu diawali ritual menggunakan air yang didoakan dan air kelapa muda dengan kulit berwarna gading yang memiliki simbol Dewa Siwa sebagai pelebur.
Ada beberapa jenis melukat yang dipimpin oleh sulinggih atau pemuka agama Hindu yakni Gni Ngelayang yang diyakini untuk penyembuhan saat sakit.
Ada juga melukat gomana yang berkaitan dengan hari lahir sesuai wuku atau penanggalan kalender Bali hingga melukat semarabeda saat upacara pernikahan.
Sedangkan melukat yang dilakukan mandiri memanfaatkan sumber mata air yang dinilai suci dan disakralkan oleh umat Hindu yang berada di tempat-tempat pemujaan atau pura di Bali.
Baca juga: Polda Bali Siap Kawal Karya Wisata Delegasi WWF ke-10 di Bali
Ada banyak pura di Bali yang memiliki sumber mata air alami yang disakralkan, salah satunya Pura Tirta Empul di Kabupaten Gianyar.
Sebelum melakukan tradisi melukat untuk diri sendiri di pura, terlebih dahulu melakukan doa yang intinya menyatakan tujuan dan harapan.
Sarana upacara yang digunakan umat Hindu yang paling sederhana yakni cukup dengan membawa canang atau rangkaian janur dan bunga.
Air yang mengalir dari sumber yang disakralkan itu kemudian langsung membasahi seluruh tubuh yang dimulai dari kepala dengan didahului dengan doa.
Baca juga: WWF di Bali Jadi Momentum Dorong Pengelolaan Air Dunia Adil dan Merata
Kenak mengungkapkan, doa yang disampaikan menyesuaikan keyakinan disertai harapan sesaat sebelum melukat.
Ada beberapa aturan yang perlu diperhatikan sebelum melukat atau memasuki tempat suci di antaranya untuk perempuan dilarang melakukan melukat ketika dalam keadaan menstruasi.
Selain itu, menggunakan busana adat Bali yakni menggunakan kain dan udeng atau ikat kepala. Untuk laki-laki memakai selendang sedangkan untuk perempuan menggunakan kain dan kebaya serta selendang diikat di pinggang atau busana atasan yang wajar.
"Air suci dalam melukat itu diyakini menghapuskan papa klesa (kekotoran) yakni energi negatif di alam pikiran dan jiwa manusia secara jasmani dan rohani," kata Kenak.
Baca juga: Indonesia Akan Pamerkan Program Pamsimas dalam WWF di Bali
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya