Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Devin Nugraha
Praktisi Komunikasi

Praktisi komunikasi dengan fokus area Sustainability. Saat ini menjadi Kepala Departement Komunikasi di UNDP

WWF: Bukan Hanya Diskusi, tapi Rencana Aksi dan Integrasi

Kompas.com - 20/05/2024, 15:09 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

MINGGU ini akan menjadi minggu yang sibuk untuk Indonesia, lebih tepatnya Bali sebagai tuan rumah puncak perhelatan ajang tiga tahunan, World Water Forum (WWF).

Situs resmi Dinas Pariwisata Provinsi Bali menyebutkan sekitar 50.000 peserta dari 173 negara akan hadir di ajang yang telah diadakan dari tahun 1997 tersebut.

Indonesia bukan menjadi tuan rumah dengan memenangkan undian. Langkah persiapannya telah dimulai sejak pertengahan tahun 2022, hingga satu tahun berselang Presiden Joko Widodo menerbitkan Kepres Nomor 1 Tahun 2023 tentang Panitia Nasional penyelenggara WWF ke-10.

Ibarat pujasera, selama satu minggu ke depan peserta akan disuguhkan menu beragam; termasuk di antaranya 230 forum tematik, 55 acara sampingan, dan 10 acara spesial dari pelbagai institusi dan organisasi internasional.

Semuanya akan fokus pada bagaimana masyarakat internasional merespons permasalahan air yang telah terjadi di sekeliling kita.

Mengapa hajatan air terbesar di dunia ini perlu diadakan? Menjawab pertanyaan ini, tidak sah rasanya tanpa mengetahui apa saja permasalahan seputar air.

Air bukan sekadar komoditas, ia adalah kehidupan itu sendiri. Sepanjang peradaban, air telah menjadi bagian yang tak terpisahkan dari sejarah hidup manusia.

Dalam konteks yang lebih luas seperti krisis iklim, air secara jelas berada di jantung permasalahannya.

UN Water menyebutkan bahwa perubahan iklim sebagian besar terkait dengan air. Jika dihubungkan, 80 persen permasalahan krisis iklim sangat erat hubungannya dengan isu air.

Banjir yang semakin parah, naiknya permukaan air laut, kebakaran hutan, dan kekeringan adalah beberapa contoh nyata dari dampak miss management air.

Lantas, sebegitu genting isu ini? Ada banyak dimensi yang dapat dibahas. Bagi penulis, perhatian dan fokus kita harus langsung ke akar persoalannya: Air kita sangat terbatas.

Mengesampingkan air laut yang tidak bisa manusia konsumsi secara langsung, air yang terperangkap jauh di dalam tanah yang tidak bisa terakses, dan semua air yang tersimpan di gletser maupun es; jumlah air yang dapat kita manfaatkan hanya 0,03 persen.

Jika diibaratkan semua sumber daya air di dunia ini merupakan tubuh manusia, 0,03 persen hanya sebesar ujung ibu jari kita.

Semuanya untuk memenuhi kebutuhan aktivitas manusia termasuk agrikultur, industri, sanitasi dan lain-lain. Jumlah yang sangat tidak sepadan.

Hal ini yang membuat isu air genting, namun di saat yang bersamaan sangat mendasar dan dekat dengan kehidupan kita sehari-hari.

Halaman Berikutnya
Halaman:

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau