KOMPAS.com - Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) menyebutkan bahwa 10 persen sampah yang berasal dari muara sungai akhirnya mencapai Samudera hindia.
Dengan pola arus pesisir utara Jawa, sebagian besar sampah ini terbawa ke arah timur daya, dan mengganggu wilayah negara kepulauan Madagaskar, Seychelles, dan Maladewa yang berada di sepanjang pantai Afrika Selatan.
"Sekitar 10 persen (sampah plastik) dalam jangka waktu setahun atau bahkan 6 bulan, sudah masuk ke wilayah Samudra Hindia. Terutama Samudra Hindia yang berada di antara Afrika dengan Indonesia," ujar Peneliti Pusat Riset Oceanografi BRIN, Prof Muhammad Reza Cordova, dalam siaran Youtube BRIN, Jumat (24/5/2024).
Baca juga: Kurangi Sampah Plastik, Perlu Pengenaan Tarif Cukai
Beberapa faktor penyebab sampah plastik dapat menyeberangi batas geografis, antara lain tergantung banyaknya jumlah sampah, pola arus, dan penanganan sampah.
"Sampah plastik dari selatan Jawa cenderung terakumulasi di wilayah lokal terlebih dahulu. Sebagian kecil mencapai Samudra Hindia melalui pulau kecil di sepanjang jalur perjalanan, dan sebagian besar menimbulkan resiko lebih lanjut bagi lingkungan laut global," paparnya.
Sekitar 50 persen dari 10 persen sampah yang dihasilkan dari pesisir utara Jawa, akan melintasi samudra.
Kumpulan sampah plastik yang lintas samudra tersebut tentunya mengancam ekosistem dan laut yang kaya dengan keanekaragaman hayati.
Keberadaan sampah yang dianggap sebagai makanan oleh biota laut, menyebabkan masalah pada organ pencernaan, pernafasan, maupun reproduksi mereka.
"Selain dampak ekologis, dampak ekonomi juga signifikan. Kerugian ekonomi akibat sampah plastik yang masuk ke pesisir dan laut mencapai 3.300-33.000 dollar AS per ton," ujar Reza.
Baca juga: Negosiasi Perjanjian Polusi Plastik Berjalan Alot, Tersisa 7 Bulan Capai Kesepakatan Akhir
Apalagi, wilayah perairan Indonesia mencapai 70 persen dari total keseluruhan, sehingga kondisi laut sangat berpengaruh.
Ia menjelaskan, sampah plastik yang tidak dikelola dengan baik dapat menyebar ke berbagai negara lintas batas. Kemudian mengancam stabilitas perairan, sumber daya alam, hingga ekonomi global.
"Ke biota, sama seperti makan sesuatu yang tidak nyaman. Mungkin plastik bisa keluar, tapi bisa melukai organ-organ pencernaan dari organisme laut tersebut," terangnya.
Selain itu, saluran pernafasan juga akan ikut terganggu. Sebab, saluran respirasi yang kemasukan plastik ukuran kecil maupun besar, akan tetap bisa masuk ke dalam saluran pernafasan.
"Di balik itu akan ada gangguan lain, seperti gangguan hormon, reproduksi, dan gangguan pelepasan enzim," imbuh Reza.
Oleh karena potensi sampah plastik lokal bisa melintasi samudera, perlu adanya pengolahan sampah yang tepat agar tidak mencemari lingkungan laut.
"Mitigasi terkait dengan pencemaran aampah di luar yang kita lakukan sebenarnya mudah untuk diucapkan, tapi sulit diimplementasikan," ujar Reza.
Baca juga: RI Bisa Rugi Rp 250 Triliun akibat Sampah Plastik di Laut
Solusi pengolahan dan pengelolaan sampah secara efektif menjadi tantangan terbesar, karena kurangnya edukasi masyarakat terkait pemilahan sampah. Selain itu, penanganannya tergantung pada pemerintah daerah, dengan anggaran yang masih kurang.
Pembangunan infrastruktur sepertit tempat pengolahan sampah berbasis 3R serta Refuse derived fuel (RDF), dan pembersihan rutin penggunaan jaringan sampah, memiliki kebutuhan biaya Rp 16 triliun-Rp 30 triliun.
Oleh karena itu, Reza berpesan agar masyarakat senantiasa dapat mengurangi konsumsi atau penggunaan plastik sekali pakai
"Artinya harus kita tahan, konsumsi sampah plastik yang tidak bijak. Kemudian setelah kita gunakan, pengelolaannya juga harus dioptimalkan. Terutama minimal dari kegiatan di darat yang kita lakukan sehari-hari," pungkasnya.
Pengelolaan limbah dan konsumsi bertanggung jawab menjadi salah satu isu dunia yang diangkat dalam tujuan pembangunan berkelanjutan (TPB) atau sustainable development goals (SDGs) dari PBB.
Kompas.com mengundang berbagai perusahaan yang memiliki program berkelanjutan dalam rangka mengakselerasi pencapaian SDGs di Indonesia, untuk ikut serta menginspirasi publik. Kunjungi lestari.kgmedia.id/award untuk informasi lebih lebih lanjut tentang Lestari Awards.
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.
Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya