KOMPAS.com - Plastik telah menjadi bagian yang tak terpisahkan dalam kehidupan manusia hari ini karena kemudahan dan harganya yang murah.
Akan tetapi, pemakaian plastik yang masif telah menimbulkan salah satu masalah lingkungan terbesar dalam kehidupan umat manusia.
Setiap tahunnya, jutaan ton sampah plastik terbuang, sebagian besar dibuang ke laut, sehingga mengganggu kehidupan satwa liar dan ekosistem.
Di sisi lain, 91 persen dari seluruh plastik yang diproduksi tidak dapat didaur ulang. Dilansir dari Earth.org, berikut tujuh fakta berbahaya dari plastik.
Baca juga: Tanpa Pencegahan, Sampah Plastik Bisa Meningkat 3 Kali Lipat pada 2040
Produk plastik pertama yang tersedia secara komersial diluncurkan pada 1907, namun produksi massal baru dimulai pada 1952.
Sejak saat itu, produksi plastik tahunan telah meningkat hampir 200 kali lipat.
Penggunaan plastik yang sembrono menghasilkan sekitar 400 juta ton sampah plastik setiap tahunnya untuk memenuhi permintaan.
60 persen di antaranya berakhir begitu saja di lingkungan alam atau tempat pembuangan sampah.
Amerika Serikat (AS) menjadi negara penghasil sampah plastik terbesar di dunia yakni sekitar 42 juta metrik ton setiap tahunnya.
Angka tersebut setara dengan 130 kilogram (kg) sampah plastik yang dihasilkan per orang.
Sebagai perbandingan, sampah plastik dari AS hampir dua kali lipat dari China dan lebih banyak dari gabungan seluruh negara di Uni Eropa.
Diperkirakan 1,13-2,24 juta metrik ton limbah tersebut bocor ke lautan dan lingkungan setiap tahunnya.
Baca juga: Sampah Plastik Lokal Bisa Lintas Samudera, Terbawa sampai Madagaskar
Ketika sampah plastik dibuang ke tempat pembuangan sampah atau dibuang secara tidak bertanggung jawab, sejumlah besar sampah plastik tersebut berakhir di lautan.
Kini, setidaknya ada 8 juta ton plastik berakhir di perairan laut setiap tahunnya. Diperkirakan sekitar 40 persen permukaan laut tertutup sampah plastik.
Jika konsumsi dan perilaku manusia terhadap plastik terus berlanjut, para ilmuwan memperingatkan bahwa akan ada lebih banyak plastik daripada ikan di lautan pada 2030.
Seperti disebutkan, delapan juta ton sampah plastik berakhir lautan dunia setiap tahunnya, sehingga berdampak buruk pada satwa laut dan kesehatan ekosistem.
Akibatnya, hewan-hewan dapat menelan plastik, terjerat di dalamnya, dan sampah plastik meningkatkan risiko spesies invasif.
Jika tidak ada tindakan yang diambil, polusi plastik akan meningkat menjadi 29 juta metrik ton per tahun dalam waktu kurang dari 20 tahun dari sekarang.
Manusia dapat mengurangi sampah plastik dengan mengurangi produksi plastik murni, meningkatkan sistem pengumpulan sampah, dan berinvestasi pada plastik yang dapat didaur ulang.
Baca juga: Kurangi Sampah Plastik, Perlu Pengenaan Tarif Cukai
Selain sampah plastik dari daratan seperti kantong plastik, botol plastik, wadah, dan bahkan masker wajah, pencemaran plastik di laut juga diperparah oleh peralatan penangkapan ikan yang hilang atau dibuang oleh nelayan setiap tahunnya.
Peralatan ini dibuang dari perahu nelayan atau terhanyut dari kapal dan garis pantai.
Akibatnya, setidaknya 100.000 hewan laut mati karena terjerat sampah plastik karena sesak napas atau terjebak dalam perjalanan mencari makan dan mati kelaparan.
Banyak hewan laut yang secara tidak sengaja menelan sampah plastik atau mikroplastik.
Mikroplastik adalah sampah plastik yang terurai menjadi partikel plastik yang lebih kecil yang tidak terlihat oleh mata manusia.
Ketika plastik naik ke rantai makanan, tidak dapat dihindari bahwa manusia akan mengonsumsi plastik.
Menurut laporan Reuters pada 2019, manusia menelan sekitar lima gram plastik setiap pekannya.
Jika digabungkan sepanjang tahun, jumlah plastik yang dikonsumsi sama dengan satu piring makan penuh.
Polusi plastik lebih dari sekadar sampah yang dibuang dan dibiarkan mencemari lingkungan.
Akan tetapi, produksi plastik juga berkontribusi terhadap polusi udara dan pemanasan global.
Di AS, produksi plastik saat ini bertanggung jawab atas 232 juta metrik ton gas rumah kaca (GRK) setiap tahunnya. Angka tersebut setara dengan 116,5 gigawatt pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) batu bara.
Diprediksi, emisi dari produksi plastik akan melampaui PLTU batu bara di AS pada 2030.
Baca juga: Waspada: Saat Bernapas, Partikel Kecil Polusi Plastik Bisa Terhirup
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya