KOMPAS.com - Air yang tercemar dapat menimbulkan dampak yang signifikan terhadap kesehatan seperti menyebabkan stunting hingga kanker.
Hal tersebut disampaikan peneliti dari Southeast Asian Ministers of Education Organization-Regional Centre for Food and Nutrition (SEAMEO RECFON) Umi Fahmida, Minggu (26/5/2025).
"Air yang tercemar kemudian kita konsumsi dapat menyebabkan timbulnya berbagai penyakit, baik yang sifatnya akut seperti diare maupun kronis seperti stunting dan kanker,” ujar Umi di Jakarta, sebagaimana dilansir Antara.
Baca juga: 10 Provinsi dengan Prevalensi Stunting Terendah
Umi yang juga Country Lead Study Action Against Stunting Hub (AASH) Indonesia tersebut menekankan, penting untuk memperhatikan kondisi air yang dikonsumsi oleh masyarakat.
Dia menambahkan, air merupakan kebutuhan fundamental bagi setiap aspek kehidupan manusia, termasuk anak-anak.
Studi AASH yang didanai Pemerintah Inggris melalui UK Research Innovation Global Challenges Research Fund (UKRI GCRF) melakukan pendekatan anak secara utuh baik aspek fisik maupun lingkungan pengasuhan termasuk sistem pangan dan kualitas air minum.
Dalam studi tersebut, pihaknya mengambil sampel pangan dan air minum pada kohor dengan anak usia bawah dua tahun di Lombok Timur untuk dilihat kualitasnya, termasuk melihat cemaran mikrobiologis, cemaran kimia, dan mikroplastik.
"Kualitas air ini akan kami analisa lebih lanjut kaitannya dengan stunting bersama dengan faktor determinan lain dalam studi ini," ujar dia.
Baca juga: Digitalisasi Bantu Desa Atasi Stunting hingga Mitigasi Bencana
Umi mewakili tim peneliti berharap, hasil penelitian AASH dapat menghasilkan informasi yang bisa dimanfaatkan oleh kementerian atau lembaga terkait dalam meningkatkan kualitas air dan kesehatan masyarakat, termasuk dalam pencegahan stunting yang lebih komprehensif di Indonesia.
Sebelumnya, Indonesia menjadi tuan rumah World Water Forum (WWF) pada 18 Mei hingga 25 Mei 2024.
Forum tersebut ditujukan untuk membahas tentang isu-isu air secara global, khususnya membahas sekaligus merumuskan kebijakan tata kelola air dan sanitasi dunia.
Direktur Pengendalian Pencemaran Air, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) CH Nety Widayati mengatakan, sumber pencemaran air terbesar di Indonesia berasal dari rumah tangga.
"Masih banyak air limbah domestik yang tidak diolah, di pinggir-pinggir sungai masih banyak black water (air buangan kloset) dibuang ke sungai, bahkan masih banyak jamban apung," ujar Nety.
Baca juga: Baru 3 Provinsi Punya Prevalensi Stunting di Bawah 14 Persen
Untuk perbaikan kualitas air, perlu kolaborasi dengan semua pihak, termasuk masyarakat. Salah satunya dengan tidak membuang sampah di sembarang tempat dan ke sungai.
Perwakilan Deputi Rehabilitasi dan Rekonstruksi Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Asep Supriatna menekankan pentingnya peran kepala daerah dalam pengelolaan air bersih dan limbah yang berkelanjutan.
Dia menyampaikan, pemerintah melakukan upaya dalam pengelolaan sumber daya air bersih untuk memastikan ketersediaan air yang cukup bagi masyarakat.
"Namun, tentu saja yang tidak kalah penting adalah peran dari kepala daerah. Kepemimpinan kepala daerah terkait dengan perizinan pembuangan limbah, yang mana pemerintah daerah menjadi ujung tombak, mulai dari perencanaan dan pengawasannya," kata Asep.
Baca juga: 23 Provinsi Punya Prevalensi Stunting di Atas Nasional
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya