Salah satu pendamping kelompok tersebut, Yulla Martayanti Tombo mengatakan, upaya tersebut dilakukan agar para penyandang disabilitas tak melulu dikasihani dan selalu diberikan bantuan.
Meski banyak tantangan, terbukti mereka bisa menggarap ladang jagung hingga panen. Sistem bagi hasilnya ditentukan berdasarkan masa kerja dan dibagi ketika hasil panen jagung terjual semua.
"Kalau hasil memang (produk) kami belum bisa bersaing. Tapi paling tidak, kami tidak rugi (dari hasil penjualan panenan jagung)," kata Yulla.
Yulla menuturkan, melibatkan kelompok difabel dalam keseluruhan proses penanaman, perawatan dan pemanenan jagung memberikan arti yang sangat besar.
Pemberdayaan tersebut sama saja memberikan kepercayaan bahwa mereka bisa mengelola ladang sendiri, meski dilakukan secara berkelompok. Dan terbukti mereka mampu melakukannya.
"Mereka (juga) mendapatkan upah dari hasil keringatnya sendiri," kata Yulla.
Baca juga: Produksi Jagung Manis Melimpah, Petani Brebes Siap Penuhi Lonjakan Permintaan Jelang Akhir Tahun
Kepala Desa Rompo Alpius R Tamaripi mengatakan, pemberdayaan difabel untuk bertani jagung sekaligus menjadi pintu masuk untuk mengajak warga lain menerapkan metode pertanian yang memiliki produktivitas jagung.
Selama ini, Pius merasa produktivitas pertanian di desa tersebut masih kurang optimal, terutama jagung.
Padahal, jagung merupakan salah satu komoditas pertanian andalan di desa tersebut, selain kakao, dengan total luas ladang sekitar 200-an hektare.
Menurut Pius, peningkatan produktivitas jagung menjadi salah satu upaya untuk mengerek perekonomian desa tersebut. Salah satunya dengan menerapkan metode pertanian yang tepat dengan menggandeng WVI dan sejumlah mitra.
Pius menyampaikan, guna mendukung target tersebut, Pemerintah Desa Doda menggelontorkan 20 persen dari Dana Desa untuk dialokasikan ke ketahanan pangan, salah satunya pengadaan bibit hibrida yang memiliki produktivitas tinggi.
Baca juga: Ubah Limbah Tongkol Jagung Jadi Energi, Pabrik Biogas Dibangun di Lombok
"Mengubah karakter ini tidak semudah membalikkan telapak tangan. Namun perlahan, selama dua tahun ini, produktivitas kami bisa meningkat," tutur Pius.
Team Leader Inclusion Project Sulawesi Tengah WVI Kristian Edi Suseno mengatakan, program tersebut menyasar petani rentan yang susah mendapatkan akses infrastruktur, informasi, dan pasar.
Program tersebut disebar di 208 desa di sembilan kabupaten di Sulawesi Tengah yang jauh dari akses-akses tersebut.
Selain memberikan pelatihan dan pendampingan, sistem dalam program Inclusion memiliki mata rantai yang saling berkelanjutan.
Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya