Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com, 4 Juni 2024, 12:00 WIB
Danur Lambang Pristiandaru

Penulis

POSO, KOMPAS.com - Medio 2022, Abdul Hasan Polohe (41) mencoba mempraktikkan metode pertanian jagung yang didapatkannya dari pelatihan yang diselenggarakan Wahana Visi Indonesia (WVI).

Ketika waktu panen tiba, dia tak menyangka 20 bibit jagung hibrida yang dia tanam menghasilkan 10 ton di ladangnya yang terletak di Desa Rompo, Kecamatan Lore Tengah, Kabupaten Poso, Provinsi Sulawesi Tengah.

Padahal, selama puluhan tahun menjadi petani jagung, belum pernah dia mendapat panen sebanyak itu.

Baca juga: Intervensi Inklusif dan Berkelanjutan Tingkatkan Produktivitas Petani Rentan di Poso

Penyandang disabilitas daksa ini pun lantas menyadari bahwa selama ini hasil pertaniannya tidak maksimal karena tak menerapkan teknik pertanian yang tepat.

"Dari mulai pemilihan benih, pemupukan awal dihambur-hamburkan saja, sebelumnya tidak tidak jadi apa-apa," kata Hasan di kiosnya yang terletak di Desa Rompo, Minggu (2/6/2024).

Selain bertani jagung, Hasan turut mencari tambahan penghasilan dengan membuka kios kecil-kecilan di dekat rumahnya.

Ketika produktivitasnya meningkat, dia didorong untuk menjadi retailer benih serta pengendali hama di kiosnya.

Bermodal nekat, dia menerima tawaran tersebut. Rupanya, bibit hibrida semakin menjadi incaran banyak orang karena produktivitasnya yang tinggi dibanding benih lokal. 

Usahanya semakin berkembang dan kepercayaan dirinya semakin terpupuk. Ketika itulah dia memberanikan diri untuk menjadi pengepul dengan margin keuntungan tipis, semata-mata demi membantu petani lain.

Baca juga: Patogen Tular Tanah Jadi Masalah bagi Jagung, Bisa Pengaruhi Ketahanan Pangan

Sukarela

Hasan adalah salah satu petani disabilitas yang mendapat pendampingan WVI melalui program Increasing the Leverage of iMSD Across Indonesia (Inclusion).

Melalui program tersebut, WVI melakukan intervensi kepada petani rentan dengan pelatihan dan pendampingan mulai dari pemilihan bibit, perawatan, pemupukan, pasca-panen, hingga pengelolaan keuangan yang inklusif.

Petani rentan tersebut meliputi perempuan, petani lanjut usia (lansia), dan difabel.

Selain Hasan, kelompok difabel di Desa Rompo yang bernama Petani Istimewa (Pastiwa) turut diberdayakan untuk bertani jagung.

Pada 2023, kelompok beranggotakan 15 orang tersebut diajak mengolah ladang. Lahan yang mereka garap pun disediakan oleh warga secara sukarela, tanpa dibebani biaya sewa.

Baca juga: Selain Padi dan Jagung, Krisis Iklim Kini Mengancam Gula

Hamparan tanaman jagung di Desa Rompo, Kecamatan Lore Tengah, Kabupaten Poso, Minggu (2/6/2024).KOMPAS.com/DANUR LAMBANG PRISTIANDARU Hamparan tanaman jagung di Desa Rompo, Kecamatan Lore Tengah, Kabupaten Poso, Minggu (2/6/2024).

Ragam penyandang disabilitas di kelompok tersebut berbagai macam, mulai dari fisik hingga difabel intelektual.

Salah satu pendamping kelompok tersebut, Yulla Martayanti Tombo mengatakan, upaya tersebut dilakukan agar para penyandang disabilitas tak melulu dikasihani dan selalu diberikan bantuan.

Meski banyak tantangan, terbukti mereka bisa menggarap ladang jagung hingga panen. Sistem bagi hasilnya ditentukan berdasarkan masa kerja dan dibagi ketika hasil panen jagung terjual semua.

"Kalau hasil memang (produk) kami belum bisa bersaing. Tapi paling tidak, kami tidak rugi (dari hasil penjualan panenan jagung)," kata Yulla.

Yulla menuturkan, melibatkan kelompok difabel dalam keseluruhan proses penanaman, perawatan dan pemanenan jagung memberikan arti yang sangat besar.

Pemberdayaan tersebut sama saja memberikan kepercayaan bahwa mereka bisa mengelola ladang sendiri, meski dilakukan secara berkelompok. Dan terbukti mereka mampu melakukannya.

"Mereka (juga) mendapatkan upah dari hasil keringatnya sendiri," kata Yulla.

Baca juga: Produksi Jagung Manis Melimpah, Petani Brebes Siap Penuhi Lonjakan Permintaan Jelang Akhir Tahun

Gerbang masuk

Kepala Desa Rompo Alpius R Tamaripi mengatakan, pemberdayaan difabel untuk bertani jagung sekaligus menjadi pintu masuk untuk mengajak warga lain menerapkan metode pertanian yang memiliki produktivitas jagung.

Selama ini, Pius merasa produktivitas pertanian di desa tersebut masih kurang optimal, terutama jagung.

Padahal, jagung merupakan salah satu komoditas pertanian andalan di desa tersebut, selain kakao, dengan total luas ladang sekitar 200-an hektare.

Menurut Pius, peningkatan produktivitas jagung menjadi salah satu upaya untuk mengerek perekonomian desa tersebut. Salah satunya dengan menerapkan metode pertanian yang tepat dengan menggandeng WVI dan sejumlah mitra.

Pius menyampaikan, guna mendukung target tersebut, Pemerintah Desa Doda menggelontorkan 20 persen dari Dana Desa untuk dialokasikan ke ketahanan pangan, salah satunya pengadaan bibit hibrida yang memiliki produktivitas tinggi.

Baca juga: Ubah Limbah Tongkol Jagung Jadi Energi, Pabrik Biogas Dibangun di Lombok

"Mengubah karakter ini tidak semudah membalikkan telapak tangan. Namun perlahan, selama dua tahun ini, produktivitas kami bisa meningkat," tutur Pius.

Team Leader Inclusion Project Sulawesi Tengah WVI Kristian Edi Suseno mengatakan, program tersebut menyasar petani rentan yang susah mendapatkan akses infrastruktur, informasi, dan pasar.

Program tersebut disebar di 208 desa di sembilan kabupaten di Sulawesi Tengah yang jauh dari akses-akses tersebut.

Selain memberikan pelatihan dan pendampingan, sistem dalam program Inclusion memiliki mata rantai yang saling berkelanjutan.

Awalnya, petani rentan diberdayakan agar lebih mandiri. Jika sudah, petani rentan yang potensial bisa menjadi offtaker atau pengepul agar serapan panenan lebih beragam dan harga jagungnya semakin naik.

Baca juga: Realisasikan Ketahanan Pangan, Bayer Luncurkan Jagung Bioteknologi

Kepala Desa Rompo Alpius R Tamaripi berfoto di Kantor Desa Rompo, Kecamatan Lore Tengah, Kabupaten Poso, Sulawesi Tengah, Minggu (2/6/2024).KOMPAS.com/DANUR LAMBANG PRISTIANDARU Kepala Desa Rompo Alpius R Tamaripi berfoto di Kantor Desa Rompo, Kecamatan Lore Tengah, Kabupaten Poso, Sulawesi Tengah, Minggu (2/6/2024).

Sedangkan limbah pertanian dapat dimanfaatkan sebagai bahan pakan hewan. Sambil bertani, petani dapat sembari mengurus ternak.

Limbah peternakan berupa kotoran ternak dapat dimanfaatkan juga sebagai pupuk untuk mendukung pemumpukan ladang milik petani.

Sehingga selain dapat memberdayakan petani rentan yang bersifat inklusif, sistem tersebut juga dapat mewujudkan pertanian yang berkelanjutan.

Khusus kelompok difabel, tahun ini program tersebut menyasar empat kelompok difabel di wilayah tersebut.

Baca juga: Intervensi Inklusif dan Berkelanjutan Tingkatkan Produktivitas Petani Rentan di Poso

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
Saat Hutan Hilang, SDGs Tak Lagi Relevan
Saat Hutan Hilang, SDGs Tak Lagi Relevan
Pemerintah
Ekspansi Sawit Picu Banjir Sumatera, Mandatori B50 Perlu Dikaji Ulang
Ekspansi Sawit Picu Banjir Sumatera, Mandatori B50 Perlu Dikaji Ulang
LSM/Figur
SBTi Rilis Peta Jalan untuk Industri Kimia Global
SBTi Rilis Peta Jalan untuk Industri Kimia Global
Pemerintah
Bukan Murka Alam: Melacak Jejak Ecological Tech Crime di Balik Tenggelamnya Sumatra
Bukan Murka Alam: Melacak Jejak Ecological Tech Crime di Balik Tenggelamnya Sumatra
Pemerintah
Agroforestri Sawit: Jalan Tengah di Tengah Ancaman Banjir dan Krisis Ekosistem
Agroforestri Sawit: Jalan Tengah di Tengah Ancaman Banjir dan Krisis Ekosistem
Pemerintah
Survei FTSE Russell: Risiko Iklim Jadi Kekhawatiran Mayoritas Investor
Survei FTSE Russell: Risiko Iklim Jadi Kekhawatiran Mayoritas Investor
Swasta
Tuntaskan Program KMG-SMK, BNET Academy Dorong Penguatan Kompetensi Guru Vokasi
Tuntaskan Program KMG-SMK, BNET Academy Dorong Penguatan Kompetensi Guru Vokasi
Swasta
Harapan Baru, Peneliti Temukan Cara Hutan Tropis Beradaptasi dengan Iklim
Harapan Baru, Peneliti Temukan Cara Hutan Tropis Beradaptasi dengan Iklim
Pemerintah
Jutaan Hektare Lahan Sawit di Sumatera Berada di Wilayah yang Tak Layak untuk Monokultur
Jutaan Hektare Lahan Sawit di Sumatera Berada di Wilayah yang Tak Layak untuk Monokultur
LSM/Figur
Industri Olahraga Global Bisa Jadi Penggerak Konservasi Satwa Liar
Industri Olahraga Global Bisa Jadi Penggerak Konservasi Satwa Liar
Swasta
FAO: Perluasan Lahan Pertanian Tidak Lagi Memungkinkan
FAO: Perluasan Lahan Pertanian Tidak Lagi Memungkinkan
Pemerintah
Banjir Sumatera Disebabkan Kerusakan Hutan, Anggota DPR Ini Minta HGU Ditiadakan
Banjir Sumatera Disebabkan Kerusakan Hutan, Anggota DPR Ini Minta HGU Ditiadakan
Pemerintah
Pupuk Indonesia: Jangan Pertentangkan antara Pupuk Organik dan Kimia
Pupuk Indonesia: Jangan Pertentangkan antara Pupuk Organik dan Kimia
BUMN
PLN Kelebihan Pasokan, Proyek WtE Dikhawatirkan Hanya Bakar Uang
PLN Kelebihan Pasokan, Proyek WtE Dikhawatirkan Hanya Bakar Uang
LSM/Figur
Ekonomi Hijau Diprediksi Capai 7 Triliun Dolar AS per Tahun pada 2030
Ekonomi Hijau Diprediksi Capai 7 Triliun Dolar AS per Tahun pada 2030
Pemerintah
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau