Keterbatasan anggaran dan sumber daya untuk pemantauan dan penegakan peraturan termasuk sosialisasi publik yang minim sering menjadi hambatan utama.
Selain itu, masih banyak sumur ilegal yang sulit dideteksi dan diatur, serta resistensi dari pihak industri yang bergantung pada air tanah sebagai sumber utama mereka.
Keterlibatan masyarakat dan sektor swasta dalam program konservasi air juga masih minim, yang memperlambat adopsi praktik pengelolaan air yang lebih berkelanjutan.
Berbagai tantangan yang ada dalam mengimplementasikan Zona Bebas Air Tanah sangat beragam. Sejatinya Pemprov Jakarta perlu melakukan beberapa langkah strategis sebagai upaya mengatasi permasalahan tersebut.
Pertama, melakukan identifikasi dan penetapan kawasan yang rentan terhadap penurunan muka tanah dan banjir rob sebagai zona bebas air tanah.
Kedua, pemerintah Jakarta perlu meningkatkan investasi dalam infrastruktur air bersih, seperti jaringan pipa air permukaan dan pengolahan air limbah, untuk menyediakan alternatif yang dapat diandalkan bagi masyarakat dan industri yang sebelumnya bergantung pada air tanah.
Ketiga, melakukan sosialisasi kebijakan dilakukan melalui berbagai media dan program edukasi, untuk meningkatkan kesadaran masyarakat akan bahaya penggunaan air tanah yang berlebihan dan pentingnya transisi ke sumber air yang lebih berkelanjutan.
Pelibatan publik dalam kebijakan penggunaan air tanah di Jakarta sangat penting untuk memastikan pengelolaan yang berkelanjutan dan efektif.
Partisipasi masyarakat dapat memperkaya proses perumusan kebijakan dengan wawasan dari berbagai pemangku kepentingan yang terdampak, seperti warga lokal, komunitas, dan sektor industri.
Ketika publik dilibatkan dalam proses ini, kebijakan yang dihasilkan cenderung lebih inklusif dan responsif terhadap kebutuhan nyata di lapangan.
Selain itu, partisipasi publik membantu menciptakan rasa kepemilikan atas kebijakan yang dihasilkan, mendorong masyarakat untuk berperan aktif dalam menjaga dan mengelola sumber daya air tanah.
Untuk memastikan pelibatan publik yang efektif, beberapa strategi dapat diterapkan. Pertama, penyelenggaraan forum konsultasi publik dan diskusi terbuka memungkinkan masyarakat menyuarakan pendapat dan kekhawatiran mereka mengenai penggunaan air tanah. Apalagi ada sanksi yang siap menjerat dan nilai ekonomis dari air yang cukup menguras kocek rumah tangga.
Kedua, pelibatan komunitas dalam program monitoring dan pengelolaan air tanah dapat meningkatkan kesadaran dan kepatuhan terhadap kebijakan yang diterapkan.
Ketiga, transparansi dalam proses pembuatan keputusan dan penyebaran informasi yang memadai tentang kondisi air tanah dan dampak potensial dari kebijakan yang diusulkan dapat membangun kepercayaan antara pemerintah dan masyarakat.
Sehingga, dalam praktik implementasinya, strategi ini bertujuan menciptakan dialog dua arah yang konstruktif dan mendorong kerja sama antara berbagai pihak, termasuk warga yang cenderung menjadi “korban” dari setiap kebijakan.
Ketika masyarakat merasa didengar dan terlibat, mereka cenderung mendukung dan menerapkan kebijakan.
Namun, tantangan yang dihadapi dalam pelibatan publik meliputi potensi konflik kepentingan, kurangnya pemahaman teknis di kalangan masyarakat, dan kemungkinan rendahnya partisipasi akibat kurangnya kepercayaan atau kesadaran tentang masalah yang ada.
Maka, peran para pemangku kepentingan dalam mengatasi tantangan ini, diperlukan pendekatan yang adaptif, dengan upaya edukasi dan pemberdayaan berkelanjutan, serta mekanisme umpan balik yang efektif untuk dapat mengakomodasi berbagai kepentingan dan memastikan kebijakan yang diterapkan berfungsi dengan baik.
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya