SAAT ini, proses aksesi Indonesia ke Organization for Economic Cooperation and Development (OECD) terus berjalan.
Sesuai dengan Peta Jalan Aksesi OECD untuk Indonesia (OECD Accession Roadmap for Indonesia) yang dikeluarkan pada 2 Mei 2024, akan dilakukan asesmen pada 26 komite teknis.
Setiap komite memiliki dua tugas utama. Pertama, menilai keinginan dan kemampuan Indonesia dalam mengimplementasikan instrumen hukum OECD.
Kedua, membandingkan kebijakan dan praktik di Indonesia dengan standar yang diterapkan oleh OECD.
Komite Kebijakan Lingkungan (Environment Policy Committee) adalah komite dengan jumlah kriteria terbanyak, yakni 21 kriteria.
Sebagai informasi, total ada 169 kriteria yang harus dipenuhi. Khusus untuk 6 kriteria, terdapat tambahan 35 sub-kriteria.
Berdasarkan situs web instrumen hukum OECD (OECD legal instruments), terdapat 42 instrumen hukum yang diawasi oleh Komite Kebijakan Lingkungan, menjadikannya komite dengan jumlah instrumen hukum terbanyak dibandingkan komite lainnya. Secara keseluruhan, 26 komite teknis memiliki 227 instrumen hukum.
Setidaknya, 21 kriteria dalam bidang lingkungan tersebut dapat dikelompokkan menjadi enam kategori. Kelompok pertama adalah kebijakan terkait emisi dan iklim yang terdiri dari dua kriteria.
Pertama, strategi untuk mencapai net-zero emission pada tahun 2050. Kedua, investasi untuk memperkuat daya adaptasi dan ketahanan iklim.
Dalam konteks ini, Indonesia telah mengirimkan target komitmen nasional ke United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC) pada Juli 2021.
Salah satunya adalah strategi jangka panjang untuk menurunkan emisi gas rumah kaca (GRK) pada 2030 dan mencapai net-zero emission pada 2060 atau lebih cepat.
Berkaca dari target ini, Indonesia belum sepenuhnya memenuhi target OECD untuk mencapai net-zero emission pada 2050.
Beberapa tantangan tersebut meliputi mobilisasi sumber daya keuangan dan koordinasi antarpihak terkait.
Sebagai contoh, pascapandemi COVID-19, Indonesia butuh dana sebesar Rp 122.000 triliun untuk mencapai SDGs hingga tahun 2030, dengan defisit pembiayaan yang mencapai Rp 24.000 triliun.
Kelompok kedua adalah menjaga keanekaragaman hayati dan ekosistem. Setidaknya ada dua kriteria untuk kategori ini. Pertama, melakukan konservasi keanekaragaman hayati. Kedua, melakukan konservasi laut.
Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya