KOMPAS.com - Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) melepasliarkan empat individu orangutan Kalimantan (pongo pygmaeus) yang telah selesai menjalani rehabilitasi di kawasan Hutan Lindung Gunung Batu Mesangat, Kalimantan Timur.
KLHK melalui Balai Konservasi Sumber Daya Alam Kalimantan Timur (BKSDA Kaltim), dibantu oleh Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) Kelinjau dan Centre for Orangutan Protection (COP) melepasliarkan empat orangutan tersebut pada 13 Juni 2024 lalu.
"Keempat orangutan yang dilepasliarkan tersebut merupakan orangutan jantan yang bernama Annie, Berani, Talian, dan Lanang," ujar Kepala BKSDA Kaltim M Ari Wibawanto dalam keterangan tertulis, Selasa (25/6/2024).
Dua di antara empat orangutan tersebut, sebelumnya menjalani proses rehabilitasi di Pusat Rehabilitasi Orangutan COP di Kawasan Hutan Dengan Tujuan Khusus (KHDTK) Labanan, Kecamatan Kelay, Kabupaten Berau, Kalimantan Timur.
Sedangkan dua individu lainnya merupakan orangutan liar yang menjalani perawatan intensif di Klinik Pusat Rehabilitasi Orangutan.
Baca juga: Alam dan Ekosistem Baik, Populasi Orangutan di TN Sebangau Meningkat
Annie adalah orangutan berusia sekitar 9-11 tahun, dan Berani sekitar 14-17 tahun. Keduanya adalah orangutan hasil kepemilikan ilegal yang diselamatkan BKSDA Kalimantan Timur pada tahun 2018 silam.
Sedangkan orangutan Lanang dan Talian merupakan orangutan liar yang mengalami interaksi negatif dan diselamatkan Tim Wildlife Rescue Unit (WRU) BKSDA Kalimantan Timur pada penghujung tahun 2023 dan awal 2024.
Orangutan Lanang mengalami masalah kesehatan serius dan Orangutan Lanang mengalami luka robek pada bibir sehingga keduanya membutuhkan penanganan intensif sebelum dilepasliarkan kembali.
Proses rehabilitasi bertujuan untuk mengasah kembali insting dan perilaku liar dari satwa yang sebelumnya dipelihara oleh manusia.
Proses rehabilitasi diawali dengan pemeriksaan medis. Setelah satwa dinyatakan sehat dan tidak memiliki penyakit menular, satwa akan menjalani sekolah hutan. Proses sekolah hutan bertujuan untuk melatih orangutan memanjat, berayun, mencari buah-buahan hutan, dan membuat sarang.
Setelah “lulus” dari sekolah hutan, orangutan kemudian ditempatkan di pulau pra pelepasliaran, sebuah pulau terisolasi di mana mereka berlatih hidup mandiri tanpa bergantung dengan manusia, dan menjadi tahapan terakhir sebelum orangutan dilepasliarkan.
Baca juga: Orangutan Mampu Obati Luka dengan Racikan Herbal Sendiri
Pelepasliaran orangutan itu berlangsung di kawasan Hutan Lindung Gunung Batu Mesangat, Kecamatan Busang, Kabupaten Kutai Timur, Kalimantan Timur, yang merupakan wilayah pengelolaan KPH Kelinjau.
Berdasarkan kajian habitat yang dilakukan pada tahun 2016, maka Hutan Lindung Gunung Batu Mesangat cukup layak untuk dijadikan lokasi pelepasliaran orangutan.
Usai dilakukan pelepasliaran, selanjutnya tim ranger akan melakukan monitoring pasca pelepasliaran dengan metode nest to nest selama tiga bulan penuh, untuk memastikan orangutan dapat beradaptasi dengan baik di hutan.
Menurut analisis populasi dan habitat atau population and habitat viability analysis (PHVA) orangutan yang dilakukan oleh Forum Orangutan Indonesia (FORINA) tahun 2016, jumlah orangutan liar di Kalimantan diperkirakan sebanyak 57.350 individu.
Adapun satwa ini masuk dalam daftar merah IUCN yang dikategorikan sebagai terancam kritis untuk punah.
Dengan demikian, proses pelepasliaran sangat penting bagi konservasi orangutan. Selain memberikan kesempatan hidup liar bagi orangutan eks peliharaan, pelepasliaran juga dapat menambah populasi orangutan di habitat alaminya.
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.
Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya