KOMPAS.com - Para periset di Pusat Riset Konversi dan Konservasi Energi (PRKKE) Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) mengembangkan pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) terapung yang dapat berpindah tempat atau mobile pertama di Indonesia.
Perekayasa ahli utama yang tergabung dalam kelompok riset energi surya fotovoltaik PRKKE BRIN Adjat Sudrajat mengatakan, inovasi tersebut diharapkan mampu memberi memberi jawaban atas ketersediaan energi saat ini.
"PLTS terapung merupakan solusi untuk mengatasi keterbatasan ruang, karena dapat dipasang di atas air seperti danau, waduk, dan laut," ujar Adjat dikutip dari situs web BRIN, Senin (24/6/2024).
Baca juga: Menteri PUPR Ajak Tajikistan Kembangkan PLTS Terapung
Kelebihan lain dari PLTS terapung adalah panel surya yang dipasang pada permukaan air tidak hanya dapat mengatasi keterbatasan ruang, tetapi juga meminimalisasi penguapan air.
Selain itu, air di sekitar panel surya bertindak sebagai pendingin alami, sehingga meningkatkan efisiensi dan hasil energi secara keseluruhan.
Adjat menambahkan, sistem PLTS terapung mobile yang dikembangkan BRIN tidak hanya berfungsi sebagai pembangkit listrik, tetapi juga dapat dimanfaatkan sebagai suplai energi pompa untuk irigasi pertanian.
"Di tahun 2023, kami melakukan pembuatan desain sistem PLTS terapung untuk sistem PLTS irigasi pertanian di Kabupaten Wonogiri, Jawa Tengah," jelas Adjat.
Baca juga: Kota Ini Bakal Sulap Kuburan Jadi Ladang PLTS Besar
Sistem pompa PLTS terapung mobile tersebut terinspirasi dari mobilitas mesin diesel untuk kebutuhan irigasi pertanian di Wonogiri.
"Di tahun 2024 ini kami sedang mencoba prototipe pompa PLTS terapung mobile berkapasitas 2,5 kWp (kilowatt peak)," kata Adjat.
Sistem ini terdiri dari integrasi sistem pengapung, sistem pompa air tenaga surya, dan sistem penggerak.
Penggunaan sistem tersebut ini diharapkan dapat meningkatkan produktivitas hasil pertanian karena pengairan tersedia sepanjang tahun, sehingga musim tanam menjadi lebih panjang.
Baca juga: Kuota PLTS Atap Dirilis, Perlu Klastering Lebih Lanjut
Selain itu, sistem ini juga dapat mengurangi emisi karbon dioksida.
"Harapannya pada tahun 2025 prototipe tersebut sudah dapat diterapkan pada lokasi sebenarnya," tutur Adjat.
Dengan besarnya potens energi surya di Indonesia, diharapkan teknologi ini dapat membantu meningkatkan akses energi dan ketahanan pangan di masa depan.
Baca juga: Cermati Minat Pelanggan Dorong Efektivitas Pemenuhan Kuota PLTS Atap
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya