Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Denmark Bakal Jadi Negara Pertama Terapkan Pajak Karbon ke Peternakan

Kompas.com, 27 Juni 2024, 12:00 WIB
Danur Lambang Pristiandaru

Penulis

KOMPAS.com - Denmark bakal jadi negara pertama yang membebankan pajak atas emisi karbon terhadap peternakan. Rencananya, pemberlakuan pajak akan dimulai pada 2030.

Usul tersebut awalnya dicetuskan oleh para ahli pada Februari tahun ini, sebagaumana dilansir Reuters, Senin (25/6/2024).

Tim ahli tersebut memang sengaja ditugaskan Pemerintah Denmark untuk menyusun target yang mengikat secara hukum dalam mengurangi emisi gas rumah kaca (GRK) sebesar 70 persen pada 2030 dari tingkat tahun 1990.

Baca juga: Kejar Nol Emisi Karbon, ABB Dorong Kolaborasi dengan Industri

Pemerintahan Denmark menyepakati komitmen pajak tersebut dengan para peternak, industri, serikat pekerja dan kelompok lingkungan hidup.

Untuk diketahui, sektor peternakan di Denmark merupakan kontributor emisi karbon terbesar di sana. Hal tersebut tak lepas dari peran Denmark sebagai eksportir daging dan susu.

"Kami akan menjadi negara pertama di dunia yang menerapkan pajak karbon dioksia nyata pada peternakan. Negara-negara lain akan terinspirasi oleh hal ini," kata Menteri Perpajakan Denmark Jeppe Bruus dalam sebuah pernyataan.

Meskipun masih harus mendapat persetujuan parlemen, para pakar politik memperkirakan rancangan undang-undang pajak tersebut akan disahkan berdasarkan konsensus yang luas.

Baca juga: Susun NDC Kedua, Penangkap Karbon dan Co-firing Perlu Ditimbang Ulang

Kesepakatan tersebut mengusulkan pajak bagi peternak sebesar 300 crown Denmark (sekitar Rp 700.000) per ton karbon dioksida pada 2030, dan meningkat menjadi 750 crown Denmark (sekitar Rp 1,7 juta) per ton karbon dioksida pada 2035.

Di sisi lain, para peternak berhak mendapatkan pengurangan pajak penghasilan sebesar 60 persen.

Sementara subsidi akan diberikan untuk mendukung penyesuaian dalam operasional pertanian.

Pajak tersebut dapat menambah harga daging cincang sebesar 2 crown Denmark (Rp sekitar Rp 4.000) per kilo pada 2030.

Baca juga: Trenggalek Lirik Perdagangan Karbon untuk Pendapatan Daerah

Di tempat lain, Selandia Baru bulan ini membatalkan rencana menerapkan pajak serupa setelah mendapat kritik dari para peternak.

Meskipun para peternak Denmark khawatir tujuan iklim negara tersebut dapat memaksa mereka menurunkan produksi dan mengurangi lapangan kerja, mereka mengatakan komitmen tersebut masih memungkinkan mereka untuk mempertahankan bisnis.

"Perjanjian ini memberikan kejelasan mengenai sebagian besar kondisi petani," kata kelompok industri peternakan L&F.

Baca juga: Coldplay Sebut Jejak Karbon Tur Konser Turun 59 Persen

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
FAO: Perluasan Lahan Pertanian Tidak Lagi Memungkinkan
FAO: Perluasan Lahan Pertanian Tidak Lagi Memungkinkan
Pemerintah
Banjir Sumatera Disebabkan Kerusakan Hutan, Anggota DPR Ini Minta HGU Ditiadakan
Banjir Sumatera Disebabkan Kerusakan Hutan, Anggota DPR Ini Minta HGU Ditiadakan
Pemerintah
Pupuk Indonesia: Jangan Pertentangkan antara Pupuk Organik dan Kimia
Pupuk Indonesia: Jangan Pertentangkan antara Pupuk Organik dan Kimia
BUMN
PLN Kelebihan Pasokan, Proyek WtE Dikhawatirkan Hanya Bakar Uang
PLN Kelebihan Pasokan, Proyek WtE Dikhawatirkan Hanya Bakar Uang
LSM/Figur
Ekonomi Hijau Diprediksi Capai 7 Triliun Dolar AS per Tahun pada 2030
Ekonomi Hijau Diprediksi Capai 7 Triliun Dolar AS per Tahun pada 2030
Pemerintah
Skema Return dan Reuse Disebut Bisa Kurangi Polusi Plastik dalam 15 Tahun
Skema Return dan Reuse Disebut Bisa Kurangi Polusi Plastik dalam 15 Tahun
Pemerintah
Ketika Anak-anak Muda Mulai Berinisiatif untuk Lestarikan Lingkungan...
Ketika Anak-anak Muda Mulai Berinisiatif untuk Lestarikan Lingkungan...
LSM/Figur
Refleksi Filsafat Ekologis, Tempat Keramat dan Etika Lingkungan
Refleksi Filsafat Ekologis, Tempat Keramat dan Etika Lingkungan
Pemerintah
RI Sulit Capai Pertumbuhan Ekonomi 8 Persen Jika Andalkan Sektor Pertanian
RI Sulit Capai Pertumbuhan Ekonomi 8 Persen Jika Andalkan Sektor Pertanian
LSM/Figur
DAMRI Jalankan 286 Bus Listrik, Potensi Kurangi 72.000 Ton Emisi per Tahun
DAMRI Jalankan 286 Bus Listrik, Potensi Kurangi 72.000 Ton Emisi per Tahun
BUMN
Miangas hingga Wamena, FiberStar Genjot Akselerasi Digital di Wilayah 3T
Miangas hingga Wamena, FiberStar Genjot Akselerasi Digital di Wilayah 3T
Swasta
Pelaku Bisnis Luncurkan Program Sertifikasi Produksi Kaca Rendah Karbon
Pelaku Bisnis Luncurkan Program Sertifikasi Produksi Kaca Rendah Karbon
Pemerintah
Perubahan Iklim Diprediksi Tekan Pendapatan Dunia hingga 17 Persen
Perubahan Iklim Diprediksi Tekan Pendapatan Dunia hingga 17 Persen
LSM/Figur
ISSB Usulkan Pelaporan Emisi Metana Scope 1 untuk Perusahaan Energi
ISSB Usulkan Pelaporan Emisi Metana Scope 1 untuk Perusahaan Energi
LSM/Figur
Konflik Agraria di Balik Banjir Sumatera, Mayoritas Disebut Dipicu Perkebunan Sawit
Konflik Agraria di Balik Banjir Sumatera, Mayoritas Disebut Dipicu Perkebunan Sawit
Pemerintah
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau