Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Perambahan Terang-terangan, 608,81 Hektare Lahan Gambut Rawa Tripa Aceh Rusak

Kompas.com, 2 Juli 2024, 12:00 WIB
Danur Lambang Pristiandaru

Editor

KOMPAS.com - Yayasan Apel Green Aceh mencatat kerusakan ekosistem lindung Rawa Tripa di Kecamatan Darul Makmur, Kabupaten Nagan Raya, Provinsi Aceh telah mencapai 608,81 hektare.

Direktur Yayasan Apel Green Aceh Rahmat Syukur mengatakan, kerusakan diakibatkan oleh maraknya aksi perambahan di hutan gambut tersebut.

"Apabila kondisi perambahan hutan lindung ini terus dilakukan, maka luas ekosistem lindung yang rusak semakin luas," kata Syukur kepada Antara di Nagan Raya, Senin (1/7/2024).

Baca juga: Musim Kemarau, 2,8 Juta Hektare Gambut di Kalbar Terancam Terbakar

Dia menyampaikan, maraknya aktivitas perambahan hutan di kawasan tersebut telah menyebabkan kerusakan hingga ke daerah Peta Indikatif Penundaan Pemberian Izin Baru (PIPPIB).

Padahal, wilayah PIPPIB seharusnya tidak boleh dirambah dan dimanfaatkan untuk tanam sawit, sebagaimana dilansir Antara.

Syukur menambahkan, aktivitas perambahan hutan di daerah Rawa Tripa kini semakin mengkhawatirkan karena dilakukan secara terang-terangan.

"Hasil kayu curian bahkan dikumpulkan dan dibawa secara terbuka, seakan-akan aktivitas ini menjadi legal," ucapnya.

Baca juga: Patahkan Mitos, Restorasi Gambut di Indonesia Tembus 5,5 Juta Hektar

Padahal, kata Syukur, penebangan kayu liar merupakan pelanggaran Pasal 50 ayat (3) huruf e UU 41/1999, diatur di Pasal 78 ayat (5), dengan ancaman pidana hingga 10 tahun dan denda maksimal Rp 5 miliar.

Dari hasil investigasi Yayasan Apel Green Aceh, ditemukan alat berat yang sedang membersihkan lahan di kawasan lindung gambut

Menurutnya, kehilangan tutupan hutan di daerah hutan lindung gambut di kawasan Rawa Tripa telah menunjukkan kerusakan hutan gambut yang parah dan mengancam krisis ekologi.

Baca juga: Restorasi Lahan Gambut Atasi Tantangan Perubahan Iklim

Syukur berujar, daerah Rawa Tripa adalah kawasan habitat satwa kunci Sumatera seperti orangutan dan harimau.

"Jika perambahan hutan rawa gambut semakin merajalela dan tidak ada tindakan oleh aparat penegak hukum, maka satwa lindung di Rawa Tripa semakin terancam punah," katanya.

Pihaknya meminta aparat penegak hukum, baik kepolisian, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, maupun pihak terkait lainnya tidak tutup mata terhadap perambahan yang sudah berlangsung lama.

"Pembabatan hutan secara ilegal ini harus ditindak dan diberi sanksi tegas," tutur Syukur.

Baca juga: Tingkat Kebakaran Lahan Gambut Menurun, Bisa Tekan Emisi

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
Veronica Tan Bongkar Penyebab Pekerja Migran Masih Rentan TPPO
Veronica Tan Bongkar Penyebab Pekerja Migran Masih Rentan TPPO
Pemerintah
Mengapa Sumatera Barat Terdampak Siklon Tropis Senyar Meski Jauh? Ini Penjelasan Pakar
Mengapa Sumatera Barat Terdampak Siklon Tropis Senyar Meski Jauh? Ini Penjelasan Pakar
LSM/Figur
Ambisi Indonesia Punya Geopark Terbanyak di Dunia, Bisa Cegah Banjir Terulang
Ambisi Indonesia Punya Geopark Terbanyak di Dunia, Bisa Cegah Banjir Terulang
Pemerintah
Saat Hutan Hilang, SDGs Tak Lagi Relevan
Saat Hutan Hilang, SDGs Tak Lagi Relevan
Pemerintah
Ekspansi Sawit Picu Banjir Sumatera, Mandatori B50 Perlu Dikaji Ulang
Ekspansi Sawit Picu Banjir Sumatera, Mandatori B50 Perlu Dikaji Ulang
LSM/Figur
SBTi Rilis Peta Jalan untuk Industri Kimia Global
SBTi Rilis Peta Jalan untuk Industri Kimia Global
Pemerintah
Bukan Murka Alam: Melacak Jejak Ecological Tech Crime di Balik Tenggelamnya Sumatra
Bukan Murka Alam: Melacak Jejak Ecological Tech Crime di Balik Tenggelamnya Sumatra
Pemerintah
Agroforestri Sawit: Jalan Tengah di Tengah Ancaman Banjir dan Krisis Ekosistem
Agroforestri Sawit: Jalan Tengah di Tengah Ancaman Banjir dan Krisis Ekosistem
Pemerintah
Survei FTSE Russell: Risiko Iklim Jadi Kekhawatiran Mayoritas Investor
Survei FTSE Russell: Risiko Iklim Jadi Kekhawatiran Mayoritas Investor
Swasta
Tuntaskan Program KMG-SMK, BNET Academy Dorong Penguatan Kompetensi Guru Vokasi
Tuntaskan Program KMG-SMK, BNET Academy Dorong Penguatan Kompetensi Guru Vokasi
Swasta
Harapan Baru, Peneliti Temukan Cara Hutan Tropis Beradaptasi dengan Iklim
Harapan Baru, Peneliti Temukan Cara Hutan Tropis Beradaptasi dengan Iklim
Pemerintah
Jutaan Hektare Lahan Sawit di Sumatera Berada di Wilayah yang Tak Layak untuk Monokultur
Jutaan Hektare Lahan Sawit di Sumatera Berada di Wilayah yang Tak Layak untuk Monokultur
LSM/Figur
Industri Olahraga Global Bisa Jadi Penggerak Konservasi Satwa Liar
Industri Olahraga Global Bisa Jadi Penggerak Konservasi Satwa Liar
Swasta
FAO: Perluasan Lahan Pertanian Tidak Lagi Memungkinkan
FAO: Perluasan Lahan Pertanian Tidak Lagi Memungkinkan
Pemerintah
Banjir Sumatera Disebabkan Kerusakan Hutan, Anggota DPR Ini Minta HGU Ditiadakan
Banjir Sumatera Disebabkan Kerusakan Hutan, Anggota DPR Ini Minta HGU Ditiadakan
Pemerintah
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau