JAKARTA, KOMPAS.com - Badan Pembangunan Internasional AS atau United States Agency for International Development (USAID) mengatakan ada tiga tantangan dalam mempercepat dekarbonisasi industri lewat penerapan ekonomi sirkular di Indonesia.
Direktur Advanced Energy System USAID-SINAR Hanny J Berchmans menjelaskan, tantangan yang pertama adalah perubahan paradigma atau pola pikir.
Menurutnya, para pemangku kepentingan (stakeholder) perlu untuk mengubah paradigma produksi yang linear menjadi sirkular.
Baca juga: Pemprov Jawa Barat Bangun Ekonomi Hijau di Kawasan Bodebek
"Tantangan pertama adalah perubahan paradigma. Mengubah pola pikir yang sebelumnya linear dan tradisional di dalam produksi, menjadi circular dan modern. Merubah paradigma itu tidak mudah," kata Hanny dalam Talkshow Circular Approach to Accelerate Industrial Decarbonization pada Green Economy Expo 2024 yang digelar di Jakarta Convention Center (JCC), Kamis (4/7/2024).
Ia menilai, paradigma baru ini menuntut pendekatan yang berbeda dalam melihat dan mengelola sumber daya, serta mendorong perubahan pola pikir tradisional menuju inovatif dan efisien.
Selanjutnya, tantangan kedua adalah perlunya investasi yang cukup besar. Aspek investasi menjadi salah satu hambatan besar dalam perjalanan menuju dekarbonisasi industri.
"Dekarbonisasi memerlukan investasi yang tidak kecil. Praktek-praktek sirkular membutuhkan biaya yang sangat signifikan," terangnya.
Untuk mengimplementasikan ekonomi sirkular, perlu adanya dukungan finansial yang besar, baik dari pemerintah, sektor swasta, maupun lembaga internasional guna membiayai teknologi dan infrastruktur yang dibutuhkan.
Baca juga: Transisi Ekonomi Hijau dan Skema Pembiayaan
Selanjutnya, tantangan ketiga yaitu keharusan untuk kerja sama lintas sektor.
Penerapan ekonomi sirkular untuk mencapai target dekarbonisasi memerlukan kontribusi semua pemangku kepentingan maupun aktor, mulai dari pemerintah hingga masyarakat.
“Membutuhkan kerja sama yang terarah antara pemerintah, industri, dan masyarakat untuk menciptakan lingkungan yang mendukung ekonomi sirkular,” ujar Hannny.
Namun demikian, di balik beberapa tantangan tersebut, Hanny menyebut adanya suatu peluang besar.
"Peluangnya adalah kepada pengembangan teknologi, adanya melalui inovasi-inovasi. Seperti kita ketahui, Indonesia masih terjebak dalam low middle-income trap, masih lemah inovasi," paparnya.
Menurut Hanny, Indonesia masih mengandalkan sumber daya alam, alih-alih sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas.
SDM yang berkualitas tersebut, kata dia, bertujuan untuk menciptakan inovasi baru untuk meningkatkan nilai tambah produk (value added) dan mendorong Indonesia keluar dari perangkap pendapatan menengah (low middle-income trap).
Baca juga: Bangun Ekosistem Ekonomi Hijau, Maximus Tanam 10.000 Mangrove
Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya