KOMPAS.com - Manajer Program Transformasi Energi Institute for Essential Services Reform (IESR) Deon Arinaldo mengatakan, penerapan skema power wheeling dapat menarik investasi di Indonesia.
Investasi tersebut terutama dari perusahaan multinasional yang memiliki target menggunakan 100 persen energi terbarukan pada 2030.
Kepastian akses ke listrik energi terbarukan akan membantu perusahaan ini memenuhi target dekarbonisasi dan menerapkan strategi dekarbonisasi melalui elektrifikasi rantai pasoknya.
Baca juga: IESR: Power Wheeling Percepat Pengembangan Energi Terbarukan RI
Di sisi lain, peningkatan permintaan energi terbarukan akan mendorong perluasan jaringan listrik.
Deon mengusulkan pemerintah menyiapkan aturan yang mendorong pembangunan dan penguatan jaringan listrik lebih optimal melalui perencanaan jaringan yang berorientasi pada penyerapan listrik energi terbarukan.
Dia menambahkan, skema power wheeling akan membuka permintaan energi terbarukan dari pelanggan, utamanya kelompok industri, sehingga mekknarik pengembangan proyek energi terbarukan dan integrasi ke jaringan PT Perusahaan Listrik Negara (PLN).
Pasalnya, selama ini banyak potensi energi terbarukan tidak dapat dikembangkan karena harus menunggu listriknya dibeli oleh PT PLN.
Baca juga: Power Wheeling Dinilai Buka Peluang Investasi Energi Terbarukan di Indonesia
"Power wheeling membuat konsumen industri dapat membeli listrik energi terbarukan untuk dimanfaatkan dalam mendukung proses industri rendah karbon atau hijau," urai Deon dalam siaran pers yang diterima Kompas.com, Selasa (10/7/2024).
IESR mendorong DPR dan pemerintah menetapkan skema power wheeling untuk energi terbarukan dalam Rancangan Undang-Undang Energi Baru dan Energi Terbarukan (RUU EBET).
IESR juga meminta pemerintah serta DPR menyusun aturan pelaksanaannya yang rinci dan transparan agas skema ini dapat efektif mendorong pengembangan energi terbarukan.
Diberitakan Kompas.com sebelumnya, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif mengatakan, pihaknya tak pernah ragu mendorong adanya skema power wheeling.
Baca juga: Pembahasan Power Wheeling Seperti Siluman, Pemerintah dan DPR Didesak Cermati RUU EBET
"Kalau ada demand (permintaan) tinggi, terus yang penyediaannya harus PLN sendiri, bisa nggak direspons semuanya?" ujar Arifin sebagaimana dilansir Antara, Jumat (22/3/2024).
Menurut Arifin, skema power wheeling memungkinkan untuk dijalankan selama ada pihak yang mau membangun mekanisme tersebut dan memiliki pasar tersendiri, sepanjang tidak mengganggu sistem yang sudah ada.
"Misalnya, dia mau bangun dan ada demand (permintaan) sendiri, mau bangun (pembangkit) kan bisa," kata Arifin.
Sementara itu, Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Abra Talattov mengatakan, skema power wheeling dalam RUU EBET masih tidak jelas dan berisiko merugikan negara.
Baca juga: Menteri ESDM Dorong Power Wheeling, PLN Bakal Punya Saingan?
Abra menambahkan, skema power wheeling dalam RUU EBET seperti siluman yang terkadang muncul dan tenggelam.
"Pun tidak jelas rupa dan tujuannya. Untuk itu, kami akan mengawal kebijakan ini," kata Abra sebagaimana dilansir Antara, Rabu (10/4/2024).
Dia menyampaikan, baik pemerintah maupun DPR sama sekali belum mengungkap secara gamblang alasan penerapan skema power wheeling.
Abra menilai, power wheeling merupakan sistem yang sangat liberal dan berisiko mengancam kedaulatan ketenagalistrikan yang sudah diamanatkan dalam UUD 1945 harus dikuasai oleh negara.
Baca juga: Skema Power Wheeling Dinilai Bisa Memberatkan Bisnis PLN
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya