Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Potret Rakusnya Oligarki dalam Serial Dokumenter "Kutukan Nikel"

Kompas.com - 16/07/2024, 20:48 WIB
Faqihah Muharroroh Itsnaini,
Hilda B Alexander

Tim Redaksi

Pasalnya, banyaknya masyarakat adat atau kampung kecil di wilayah timur Indonesia yang merana karena hilangnya tempat hidup mereka, cukup menjadi bukti. Bahwasanya, keuntungan nikel hanya bagi sebagian kelompok kecil saja. 

"Kemudian siapa yang paling dirugikan? Kalau kita bicara tentang pulau kecil yang terancam, tenggelam dan sebagainya tadi, tentu saja banyak kontroversi sebagai nelayan dan petani karena berada di wilayah pesisir," tutur Hema. 

Tak hanya itu, kecelakaan kerja yang terjadi pada smelter-smelter yang meledak, pelecehan dan kekerasan, dan tingkat deforestasi yang tinggi juga menjadi bukti tak terbantahkan. 

"Di kampung, kalau sungainya terdampak, lautnya terdampak, tanahnya terdampak, itu adalah wilayah domestik dari para perempuan yang ada di kampung," jelas Hema. 

"Jadi ketika itu semuanya terdampak, pasti urusan segala macam yang ada di rumah itu juga terdampak. Itu rentetannya bisa panjang lagi, KDRT dalam rumah semakin tinggi," sambungnya. 

Baca juga: Dorong Hilirisasi, PLN Tambah Daya Listrik Industri Nikel di Kaltim

Adapun peneliti senior dari Sajogyo Institute Eko Cahyono berpendapat,  penelitian yang dilakukannya di beberapa desa di Halmahera Tengah dan Kalimantan Timur menunjukkan adanya penggusuran tanpa ganti rugi. 

"Ada yang berani melawan kepala desanya, terus bilang, 'Saya harus (dapat) ganti rugi'. Ganti berapa? Paling tinggi untuk yang punya SHM, Rp 20.000 per meter. Kalau yang nggak punya SHM, itu paling banter Rp 3.000 per meter," papar Eko. 

Dengan deretan dokumentasi yang ditampilkan dalam "Kutukan Nikel", Iqbal berharap agar film serial dokumenter ini bisa mengetuk kesadaran masyarakat terhadap realita yang terjadi. 

"Salah satu tujuan film ini, untuk kita bisa tahu bahwa ada yang enggak baik-baik aja dari semua ini. Film ini harapannya bisa tersebar dalam berbagai dimensi untuk semua orang," pungkasnya. 

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Halaman:

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau