KOMPAS.com - Pengembangan pembangkit listrik tenaga panas bumi (PLTP) di Indonesia terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun.
Menurut Handbook Of Energy & Economic Statistics Of Indonesia (HEESI) 2023 yang dirilis Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), kapasitas terpasang PLTP di Indonesia pada 2023 tercatat 2.597,51 megawatt (MW).
Jumlah ini meningkat 237,18 MW bila dibandingkan 2022 di mana kapasitas terpasang PTLP tercatat 2.360,33 MW.
Baca juga: Peneliti UGM Kembangkan Pupuk dari Limbah PLTP Dieng
Sementara itu, bila dibandingkan 10 tahun lalu, kapasitas terpasang PLTP di Indonesia telah melonjak lebih dari dua kali lipat.
Pada 2013, kapasitas terpasang PLTP di Indonesia tercatat 1.343,50 MW.
Berikut data kapasitas terpasang PLTP di Indonesia dari tahun ke tahun sejak 2013 hingga 2023 menurut HEESI 2023.
Sampai kini, ada 18 PLTP yang beroperasi dan tersebar di berbagai provinsi di Indonesia menurut laporan HEESI 2023.
Baca juga: Pertamina Geothermal dan PLN IP Dorong Kapasitas Panas Bumi Lewat PLTP
Meski demikian, kapasitas terpasang PLTP di Indonesia masih jauh bila dibandingkan potensi panas bumi yang ada.
Untuk diketahui, potensi panas bumi di Indonesia hingga Desember 2023 mencapai 23.592 MW yang tersebar di berbagai pulau di Indonesia.
Jika kapasitas terpasang PLTP tercatat 2.597,51 MW, pemanfaatan panas bumi sebagai pembangkit listrik masih 11 persen dari potensi yang ada.
Diberitakan Kompas.com sebelumnya, Ketua Umum Asosiasi Panas Bumi Indonesia (API) Julfi Hadi menyampaikan, pengembangan panas bumi sebagai salah satu sumber energi terbarukan masih sangat pelan.
"Kalau mau akselerasi (pengembangan panas bumi) perlu kolaborasi IPP (independen power producers atau perusahaan pembangkit listrik swasta), PLN, dan pemerintah. Ini satu-satunya jalan untuk bisa akselerasi," kata Alfi.
Baca juga: PLTP Kamojang Jadi Rujukan Penyusunan Dokumen INET-ZERO
Menurut Alfi, setidaknya ada empat hambatan pengembangan panas bumi di Indonesia.
Pertama, energi yang dihasilkan dari PLTP hanya punya satu pembeli sehingga harga jualnya sangat tergantung pembeli tersebut.
Kedua, kurangnya pengembangan teknologi di PLTP dibandingkan industri hulu lain seperi minyak dan gas.
Ketiga, kurangnya pengembangan produk sampingan sebagai sumber pendapatan lain dari PLTP.
Keempat, kurangnya kemampuan teknologi peralatan dalam rantai pasok buatan dalam negeri meski potensi panas bumi melimpah ruah.
Baca juga: PGE dan Chevron Kembangkan WKP Way Ratai di Lampung, Berencana Bangun PLTP
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya