Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 16/07/2024, 14:00 WIB
Danur Lambang Pristiandaru

Penulis

KOMPAS.com - Undang-undang tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya (UU KSDAHE) yang disahkan DPR pada 9 Juli dinilai masih belum menyentuh jenis ekosistem di Indonesia.

Juru Kampanye Forest Watch Indonesia (FWI) Anggi Putra Prayoga mengatakan, UU tersebut sama sekali tidak membahas, mengatur, dan bahkan menyebutkan jenis-jenis ekosistem yang ada di Indonesia.

Dia mencontohkan, ekosistem mangrove, ekosistem gambut, dan ekosistem karst sama sekali tidak disebutkan dalam UU KSDAHE, apalagi diatur.

Baca juga: Greenpeace: UU Konservasi Malah Pisahkan Peran Masyarakat Adat

Anggi menuturkan, pengaturan penting untuk menjawab tantangan pembangunan yang terus menggerus ekosistem tersebut.

Publik, kata Anggi, membutuhkan UU berkualitas yang mampu menjawab permasalahan lingkungan dan krisis iklim ke depan.

Menurut data FWI, 90 persen kerusakan sumber daya alam berupa hutan dan ekosistem penting lainnya terjadi di luar kawasan konservasi.

"Publik menantikan lahirnya kebijakan yang bisa melindungi sumber daya alam dari modus-modus eksploitasi untuk menjamin hak kualitas lingkungan yang lebih baik," kata Anggi dikutip dari siaran pers bersama organisasi masyarakat sipil, Sabtu (13/7/2024).

Baca juga: DPR Sahkan Revisi UU Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistem

Sementara itu, Koordinator Hukum dan Advokasi Garda Animalia Muhamad Satria Putra menyampaikan, UU KSDAHE masih memiliki kelemahan yang sama dibandingkan aturan sebelumnya, yakni masih berlakunya frasa dilindungi dan tidak dilindungi.

Dia menyampaikan, frasa tersebut mengancam keberlangsungan jenis tumbuhan maupun satwa liar yang tidak dilindungi di alam liar.

"Karena tidak dilindungi, maka perburuan hingga perdagangan tumbuhan dan satwa liar tersebut akan tetap marak sehingga dapat merusak populasinya di alam liar," ujat Satria.

Merujuk pada daftar inventarisasi masalah (DIM) RUU KSDAHE, alasan tetap dipertahankannya frasa dilindungi dan tidak dilindungi didasari oleh kondisi populasi dari alam, aspek perlindungan, dan penerapannya lebih sederhana dan dapat diimplementasikan.

"Masalahnya kita tak memiliki data pasti terkait populasi tumbuhan maupun satwa liar di Indonesia," tutur Satria.

Baca juga: Penyusunan RUU KSDAHE Dinilai Tak Libatkan Organisasi Masyarakat Sipil

Bahkan, lanjutnya, ada satwa liar di Indonesia yang masuk ke dalam jenis tidak dilindungi namun International Union for Conservation of Nature (IUCN) memasukkannya ke dalam daftar merah terancam punah.

Satria menerangkan, implikasi terhadap frasa dilindungi dan tidak dilindungi berpengaruh pada penegakkan hukum.

Dia menilai, selama ini penegakkan hukum kejahatan terhadap satwa liar masih rendah sehingga tidak menimbulkan efek jera.

"Hal tersebut disebabkan, dalam memutuskan perkara, majelis hakim hanya mengacu pada unsur satwa tersebut termasuk satwa liar dilindungi. Padahal tidak semua satwa liar memiliki nilai valuasi yang sama," terang Satria.

Dia menekankan, seharusnya UU KSDAHE mampu mengakomodasi pembagian perlindungan satwa berdasarkan tingkat keterancaman punah, tingkat kesulitan merehabilitasi, dan aspek lainnya.

Baca juga: Revisi UU Konservasi Sumber Daya Alam Hampir Final, 21 Pasal Diperbarui

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
Pemerintah Pulihkan 401 Hektare Lahan yang Ditanami Sawit di Tesso Nilo
Pemerintah Pulihkan 401 Hektare Lahan yang Ditanami Sawit di Tesso Nilo
Pemerintah
Bukan Saat SD, Krusialnya Tumbuh Kembang Anak Berada di Usia Ini…
Bukan Saat SD, Krusialnya Tumbuh Kembang Anak Berada di Usia Ini…
LSM/Figur
Raih Proper Hijau Berturut-turut, Jababeka Jadi Kawasan Industri dengan Predikat Tertinggi
Raih Proper Hijau Berturut-turut, Jababeka Jadi Kawasan Industri dengan Predikat Tertinggi
Swasta
Dukung Pendidikan Digital di Wilayah 3T, PT Surveyor Indonesia Hadirkan Lab Komputer Keliling
Dukung Pendidikan Digital di Wilayah 3T, PT Surveyor Indonesia Hadirkan Lab Komputer Keliling
Swasta
Ikut Lestarikan Lingkungan, Peruri Serahkan Bibit Pohon ke Pemkab Karawang
Ikut Lestarikan Lingkungan, Peruri Serahkan Bibit Pohon ke Pemkab Karawang
BUMN
Taktik Eropa Capai Target Iklim 2040: Beli Kredit Karbon dari Negara Berkembang
Taktik Eropa Capai Target Iklim 2040: Beli Kredit Karbon dari Negara Berkembang
Pemerintah
Bentuk Karakter Anak, Dosen IPB Ajarkan 'Ecology Funnel' bagi Para Guru dan Tenaga Pendidik
Bentuk Karakter Anak, Dosen IPB Ajarkan "Ecology Funnel" bagi Para Guru dan Tenaga Pendidik
Pemerintah
Menteri LH: Juli 2025, Pemprov DKI Harus Operasikan RDF Rorotan
Menteri LH: Juli 2025, Pemprov DKI Harus Operasikan RDF Rorotan
Pemerintah
Panas Ekstrem Serang Mental Remaja, Picu Depresi dan Kecemasan
Panas Ekstrem Serang Mental Remaja, Picu Depresi dan Kecemasan
LSM/Figur
Riau Berambisi Dapat Rp 4 Triliun dari Perdagangan Karbon
Riau Berambisi Dapat Rp 4 Triliun dari Perdagangan Karbon
Pemerintah
Dampak Jangka Panjang Kebakaran Hutan: Cemari Perairan Hingga 10 Tahun
Dampak Jangka Panjang Kebakaran Hutan: Cemari Perairan Hingga 10 Tahun
LSM/Figur
Indonesia Siap Bangun PLTN, Bagaimana Mitigasi Pembuangan Limbahnya?
Indonesia Siap Bangun PLTN, Bagaimana Mitigasi Pembuangan Limbahnya?
LSM/Figur
Kenapa Evakuasi WN Brasil di Rinjani Lama? Basarnas Ungkap Kendalanya
Kenapa Evakuasi WN Brasil di Rinjani Lama? Basarnas Ungkap Kendalanya
Pemerintah
Segenap Gerakan Kolektif Warga Jakarta Utara Kelola Sampah
Segenap Gerakan Kolektif Warga Jakarta Utara Kelola Sampah
Pemerintah
WN Brasil Jatuh di Rinjani, Menhut Pikirkan RFID hingga Pemeringkatan Gunung
WN Brasil Jatuh di Rinjani, Menhut Pikirkan RFID hingga Pemeringkatan Gunung
Pemerintah
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau