Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com, 19 Juli 2024, 16:00 WIB
Afdhalul Ikhsan,
Hilda B Alexander

Tim Redaksi

BOGOR, KOMPAS.com - Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) mengeklaim laju deforestasi atau penggundulan hutan di Indonesia terus menurun.

Analisis gabungan yang dilakukan World Resources Institute (WRI) menunjukkan laju deforestasi Indonesia antara tahun 2022 dan 2023 hanya sebesar 0,13 juta hektar per tahun.

Dengan demikian, laju deforestasi tahunan Indonesia dari tahun 2016 hingga 2023 mencapai tingkat terendah dalam 33 tahun terakhir.

Tinjauan hutan global oleh WRI menegaskan, Indonesia mampu mengurangi kehilangan hutan tropisnya lebih banyak daripada negara lain dalam beberapa tahun terakhir.

Direktur Jenderal Pengelolaan Hutan Lestari (KLHK) Dida Migfar Ridha menyampaikan hal ini saat pertemuan Pejabat Senior ASEAN untuk pengelolaan hutan atau ASEAN Senior Officials on Forestry (ASOF) ke-27 di Puncak, Bogor, Jawa Barat, Kamis (19/7/2024).

Baca juga: Ditunjuk Jadi Ketua AWG-FPD, Indonesia Bahas Standar Pengelolaan Hasil Hutan ASEAN

Menurutnya, Indonesia berhasil mengendalikan kebakaran hutan selama periode El Nino yang berkepanjangan baru-baru ini, sehingga memastikan target iklim FOLU Net Sink 2030 tetap berada di jalurnya. 

"Upaya rehabilitasi lahan gambut dan hutan bakau berbasis masyarakat berjalan dengan baik," ucap Dida saat bicara pada ASOF ke-27 tahun ini.

Laju penurunan deforestasi ini merupakan yang terendah dalam sejarah, melampaui semua negara lainnya.

Di bawah pemerintahan Presiden Jokowi, wilayah yang didistribusikan secara legal kepada masyarakat lokal dan adat melalui agenda perhutanan sosial.

"Agenda ini telah diperluas 18 kali lipat dari pemerintahan sebelumnya," ujar Dida.

Pada kesempatan itu, Dida juga menyampaikan komitmen Indonesia mengurangi emisi berdasarkan rencana kerja Nationally Determined Contribution (NDC) dan Forestry and Other Land Use (FOLU) Net Sink 2030.

Baca juga: Gajah Kalimantan Dinyatakan Terancam Punah akibat Penggundulan Hutan

FOLU Net Sink adalah dokumen perencanaan yang menjabarkan target dan kebijakan, serta langkah kerja untuk penurunan emisi gas rumah kaca (GRK) sampai dengan tahun 2030.

Pendekatan Indonesia dalam mengelola sumber daya alam dan mengimplementasikan aksi iklim dilakukan secara sistematis dan terintegrasi, mencakup 15 klaster aksi iklim di bawah Rencana Operasional Penyerapan Karbon Bersih 2030.

Indonesia menegaskan kembali target iklimnya yang ambisius saat menyerahkan NDC yang telah disempurnakan pada tahun 2022.

Target pengurangan emisi Indonesia adalah 47,3 persen pada tahun 2020, 43,8 persen pada tahun 2021, dan 41,6 persen pada tahun 2022 dibandingkan dengan baseline tahunan, di sekitar target NDC 43,2 persen dengan kerja sama internasional dan jauh melampaui target kapasitas nasional 31,89 persen.

"Rencana ini mengikat secara hukum, bukan hanya komitmen di atas kertas," cetus Dida.

Meskipun target NDC kami mencakup sekitar 60% dari sektor FOLU, inisiatif FOLU Net Sink 2030 bukan hanya tentang tujuan iklim.

Indonesia juga telah memprioritaskan perlindungan spesies unggulan seperti orangutan Sumatera, gajah, harimau, badak, orangutan Tapanuli, orangutan Kalimantan, dan badak Jawa.

Hal ini dilakukan untuk memastikan populasi mereka terus berkembang dan terhindar dari kepunahan.

Baca juga: Di Forum Internasional, Teknologi Jaga Hutan RI Berbuah Apresiasi

Meskipun FOLU Net Sink ditargetkan secara nasional pada tahun 2030, bentang alam utama di Sumatera, Kalimantan, dan Papua telah mencapai tonggak sejarah ini.

"Pengarusutamaan konservasi keanekaragaman hayati, termasuk perlindungan satwa liar dan habitatnya serta pemanfaatan sumber daya alam secara berkelanjutan, sangat penting untuk mencapai tujuan Kerangka Kerja Keanekaragaman Hayati Global," tuturnya.

Dida mengungkapkan, pertemuan ASOF ke-27 ini menjadi momentum penting bagi negara-negara anggota ASEAN untuk memajukan tujuan bersama dalam pengelolaan hutan lestari, konservasi keanekaragaman hayati, dan ketahanan iklim.

Dia berharap dalam pertemuan ini bisa berbagi pengalaman untuk memperkuat kerja sama mengatasi tantangan dan peluang yang dihadapi di kawasan Asia Tenggara.

Indonesia dan negara-negara ASEAN berkomitmen membangun standarisasi monitoring hutan supaya bisa memiliki data yang sama.

"Jadi kami tadi di pertemuan menyampaikan ada tantangan yang akan dihadapi di bidang kehutanan terkait dengan 3 krisis planet yaitu terkait dengan climate change, biodiversity, dan juga polution," terang Dida.

Baca juga: Respons All Eyes on Papua, KLHK Proses Status Hutan Adat di Boven Digoel

Menurut Dida, tiga isu tersebut terkait dengan kehutanan dan ancaman yang dihadapi seperti kaitannya dengan deforestasi dan degradasi hutan.

Indonesia sebagai percontohan yang berhasil menurunkan angka deforestasi dan emisi. Sebab organisasi internasional sudah mengakui prestasi Indonesia dalam mengendalikan laju deforestasi dan emisi.

"Bahkan ini pun diakui secara internasional, jadi tidak hanya klaim saja. Dan ini harapan kita nanti akan menjadi sharing di pertemuan sidang ini, kita juga akan berbagi pengalaman, kepada negara ASEAN lain, pengalaman Indonesia bagaimana menurunkan angka deforestasi, terlebih pada situasi el Nino tahun lalu," tuntas Dida.

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
Studi Sebut Bahasa Iklim PBB Kikis Kepercayaan Publik terhadap Sains
Studi Sebut Bahasa Iklim PBB Kikis Kepercayaan Publik terhadap Sains
Pemerintah
Lahan Pertanian Bisa Jadi Kunci Melawan Perubahan Iklim
Lahan Pertanian Bisa Jadi Kunci Melawan Perubahan Iklim
Pemerintah
494 Karton Udang PT Bahari Makmur Sejati Dimusnahkan Usai Terkontaminasi Cs-137
494 Karton Udang PT Bahari Makmur Sejati Dimusnahkan Usai Terkontaminasi Cs-137
Pemerintah
Pertamina Salurkan Bantuan untukUrban Farming dan Pengelolaan Sampah Senilai Rp 6,5 Miliar
Pertamina Salurkan Bantuan untukUrban Farming dan Pengelolaan Sampah Senilai Rp 6,5 Miliar
BUMN
Pengunjung Taman Mini Kini Bisa Tabung Kemasan Botol Sekali Pakai
Pengunjung Taman Mini Kini Bisa Tabung Kemasan Botol Sekali Pakai
Swasta
Studi Sebut Teknologi Digital Efektif Ajarkan Keberlanjutan Laut pada Generasi Muda
Studi Sebut Teknologi Digital Efektif Ajarkan Keberlanjutan Laut pada Generasi Muda
Pemerintah
Ancaman Baru, Perubahan Iklim Perluas Habitat Nyamuk Malaria
Ancaman Baru, Perubahan Iklim Perluas Habitat Nyamuk Malaria
Pemerintah
Ironis, Tembok Alami di Pesisir Selatan Jawa Kian Terkikis Tambang Pasir
Ironis, Tembok Alami di Pesisir Selatan Jawa Kian Terkikis Tambang Pasir
Pemerintah
Maybank Group Alokasikan Rp 322 Triliun untuk Pendanaan Berkelanjutan
Maybank Group Alokasikan Rp 322 Triliun untuk Pendanaan Berkelanjutan
Swasta
Sampah Campur dan Kondisi Geografis Bikin Biaya Daur Ulang di RI Membengkak
Sampah Campur dan Kondisi Geografis Bikin Biaya Daur Ulang di RI Membengkak
Swasta
Kemenperin Setop Insentif Impor EV CBU Demi Genjot Hilirisasi Nikel
Kemenperin Setop Insentif Impor EV CBU Demi Genjot Hilirisasi Nikel
Pemerintah
Tak Hanya EV, Sektor Metalurgi Hijau Bisa Dongkrak Hilirisasi Nikel
Tak Hanya EV, Sektor Metalurgi Hijau Bisa Dongkrak Hilirisasi Nikel
LSM/Figur
Studi: Masyarakat Salah Paham Tentang Dampak Lingkungan Makanan Sehari-hari
Studi: Masyarakat Salah Paham Tentang Dampak Lingkungan Makanan Sehari-hari
Pemerintah
Kisah Kakao Kampung Merasa di Berau, Dulu Dilarang Dimakan Kini Jadi Cuan
Kisah Kakao Kampung Merasa di Berau, Dulu Dilarang Dimakan Kini Jadi Cuan
Swasta
UNICEF Peringatkan Ada 600 Juta Anak Berpotensi Terpapar Kekerasan di Rumah
UNICEF Peringatkan Ada 600 Juta Anak Berpotensi Terpapar Kekerasan di Rumah
Pemerintah
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Memuat pilihan harga...
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau